Makna Taubat
Menurut bahasa at-taubah berarti ar-rujuu’ (kembali), sedangkan menurut istilah taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari Allah Ta’ala menuju kedekatan kepada-Nya. Juga bermakna: pengakuan atas dosa, penyesalan, berhenti, dan tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa yang akan datang.
Mengapa Harus Bertaubat ?
- Karena setiap manusia pasti tidak bisa luput dari dosa dan berbuat salah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam (manusia) pasti sering berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang mau bertaubat.” (H.R. Ibnu Majah No. 4251).
- Karena dosa adalah penghalang antara kita dan Sang Kekasih (Allah Ta’ala), maka lari dari hal yang membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.
- Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti segera menjauh darinya.
- Jika ada manusia yang tidak melakukan dosa, pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukannya. Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari mengingat Allah Ta’ala. Jika ada orang yang tidak pernah lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu memberikan hak Allah Ta’ala Semua itu adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan taubat.
- Karena Allah Ta’ala memerintahkan kita bertaubat. Perhatikanlah ayat-ayat berikut,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (At-Tahrim, 66:8)
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur, 24: 31)
وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“…dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Huud, 11: 3).
- Karena Allah Ta’ala mencintai orang yang bertaubat,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah, 2: 222).
- Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa bertaubat padahal beliau seorang nabi yang ma’shum (terjaga dari dosa). Beliau bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً (رَوَاهُ الْبُخَارِي)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Demi Allah, sesungguhnya, aku membaca istighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.’” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau beristighfar seratus kali dalam sehari.
وَعَنْ الأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ (رَوَاهُ مُسْلِم)
Al-Aghar bin Yasar Al-Muzani r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hai manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya, aku bertaubat seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim).
Syarat-syarat Taubat
- Penyesalan dari dosa karena Allah Ta’ala.
- Berhenti melakukannya.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya di masa datang.
- Dilakukan sebelum nyawa sampai di tenggorokan ketika sakaratul maut, atau sebelum matahari terbit dari barat (kiamat).
- Jika dosa yang dilakukan berkaitan dengan sesama manusia, maka syaratnya bertambah satu, yakni: melunasi hak orang tersebut, atau meminta kerelaannya, atau memperbanyak amal kebaikan. Artinya, jika hak itu berupa harta benda, ia harus mengembalikan kepada pemiliknya. Jika berupa qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), ia harus menyerahkan dirinya untuk dijatuhi hukuman atau meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Jika berupa ghibah (menggunjing orang lain), ia harus meminta maaf kepada orang tersebut.
Setiap orang harus bertaubat dari segala dosa yang pernah diperbuat. Jika ia hanya bertaubat dari sebagian dosanya, taubat tersebut diterima, namun ia masih mempunyai tanggungan dosa yang lain.
Allah Pasti Menerima Taubat Hamba-Nya
Jangan takut dengan dosa yang pernah kita lakukan karena Allah Ta’ala pasti akan menerima taubat seorang hamba selama dirinya mau datang kepada Allah Ta’ala dan bertaubat kepada-Nya dengan penuh kesungguhan.
Hadits-hadits berikut ini menjelaskan tentang hal tersebut,
وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سَنَانٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدْ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ
Dari Abu Sa’id, Sa’d bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di kalangan umat sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang. (Karena ingin bertaubat), ia bertanya kepada seseorang, ‘Di mana orang yang paling banyak ilmunya berada?’ Ia ditunjukkan kepada seorang pendeta, lalu ia mendatangi pendeta itu. Orang yang mengantar berkata (kepada si pendeta), ‘Ia telah membunuh 99 orang. Apakah ia masih memiliki peluang bertaubat.’ Pendeta itu menjawab, ‘Tidak.’ (Laki-laki pembunuh itu naik pitam) lalu membunuh si pendeta. Dengan demikian, ia telah membunuh seratus orang.
Pembunuh itu bertanya kembali tentang keberadaan orang yang paling banyak ilmunya. Ia ditunjukkan kepada seorang ulama. (Sesampainya di tempat ulama itu), orang yang mengantar berkata, ‘Ia telah membunuh seratus orang, apakah masih terbuka pintu taubat baginya?’ Ulama itu menjawab, ‘Ya. Tidak ada yang menghalangi Allah untuk menerima taubat. Berangkatlah ke daerah ini dan ini. Di sana ada kaum yang menyembah Allah. Beribadahlah bersama mereka. Jangan kembali ke lingkunganmu, karena lingkunganmu adalah lingkungan yang buruk (penuh maksiat).’ Laki-laki itu berangkat (memenuhi nasihat ulama itu). Di tengah perjalanan, ia meninggal dunia. Malaikat rahmat dan malaikat azab bertengkar (memperebutkannya). Malaikat rahmat berkata, ‘Dia telah datang dalam keadaan bertaubat. Hatinya tertuju kepada Allah (karena itu, dia adalah bagianku).’ Malaikat azab berkata, ‘Dia belum melakukan kebaikan sedikit pun (karena itu, dia bagianku).’
Kemudian, datanglah seorang malaikat dalam bentuk manusia. Kedua malaikat itu mengangkatnya untuk menjadi penengah. Dia (malaikat penengah) berkata, ‘Ukurlah jarak dua tanah itu (tanah yang mengarah ke tempat pemberangkatan laki-laki yang akan bertaubat dan tanah yang akan dituju). Ke manakah dia lebih dekat, maka laki-laki itu miliknya.’
Dua malaikat mengukur tanah tersebut. Setelah itu, diketahui bahwa si pembunuh lebih dekat dengan tanah yang akan ditujunya. Dengan demikian, malaikat rahmatlah yang berhak mengambilnya.” (Muttafaq ‘alaih)
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Jarak ke tanah yang akan dituju lebih dekat satu jengkal, maka ia menjadi golongannya.” Di dalam riwayat lain disebutkan : “Allah memerintahkan kepada tanah tempat pemberangkatan untuk menjauh dan memerintahkan kepada tanah tempat tujuan untuk mendekat, lalu berfirman, ‘Ukurlah keduanya.’ Mereka mendapati bahwa tanah tujuan lebih dekat satu jengkal, maka dosa-dosanya diampuni.’”
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Dada orang tersebut mendekat ke arah tanah yang dituju.”
Dalam kisah lain disebutkan,
حَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ حُبْلَى مِنْ الزِّنَا فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَيَّ فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِيَّهَا فَقَالَ اذْهَبْ فَأَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ حَمْلَهَا فَأْتِنِي بِهَا فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُصَلِّي عَلَيْهَا وَقَدْ زَنَتْ فَقَالَ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Jarir, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Qilabah dari Abu Al Muhallab dari Imran bin Hushain bahwa seoerang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan hamil karena berzina, dia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melanggar hukum, oleh karena itu tegakkanlah hukuman kepadaku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil walinya dan berkata: “Pergilah dan uruslah dia dengan baik, apabila telah melahirkan, bawalah ia kepadaku.” Walinya pun melakukan perintah beliau, setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan supaya pakain wanita tersebut diikatkan ke badannya, beliau akhirnya memerintahkan agar wanita tersebut dirajam. Setelah itu beliau menshalatkan jenazah wanita tersebut, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau menshalatkannya, sementara dirinya telah berzina?” Beliau bersabda: “Sungguh dirinya telah bertaubat dengan taubat yang seandainya di bagikan diantara tujuh puluh penduduk Madinah, niscaya akan mencukupi mereka semua. Apakah engkau mendapatkan taubat yang lebih baik dari seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Allah ‘azza wajalla?.” (HR. Ad-Darimi No. 2222)
Mengenai penerimaan taubat, dalam hadits lain disebutkan,
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَوْ أَنَّ لابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابِ وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تَابَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhum berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya seseorang sudah memiliki satu lembah emas, ia ingin memiliki dua lembah emas. Tidak ada yang memenuhi mulutnya, kecuali debu.[1] Dan, Allah menerima taubat orang yang mau bertaubat.” (Muttafaq ‘alaih)
Allah Ta’ala Menyambut Orang yang Bertaubat
Taubat adalah kewajiban dan keharusan yang mesti dilakukan oleh setiap manusia tanpa terkecuali, terlebih lagi bagi orang yang banyak berdosa dan bermaksiat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, taubat adalah amalan yang sangat disenangi dan dicintai oleh Allah Ta’ala,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertaubat dan mencintai orang yang mensucikan diri” (Al-Baqarah, 2 : 222)
Sambutan kegembiraan Allah Ta’ala kepada orang-orang yang bertaubat begitu besar, seperti orang yang mendapatkan barang yang sebelumnya hilang namun secara tiba-tiba ada dihadapannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mentamtsilkan dalam haditsnya,
عَنْ أَبِي حَمْزَةِ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ الأَنْصَارِي خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيرِهِ وَقَدْ أَضَلَّهُ فِي أَرْضِ فُلاَةٍ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ) وفي رواية أخرى : للهِ أَشَدُّ فَرْحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلىَ رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فُلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيَسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا وَقَدْ أَيَسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ هُوَ بِهَا قَائِمَةٌ عِندَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرْحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik Al-Ansari radhiyallahu ‘anhu, pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah lebih gembira terhadap taubat hamba-Nya daripada seseorang di antara kamu yang mendapatkan kembali untanya yang telah hilang di gurun sahara.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam riwayat lain disebutkan : “Allah sangat gembira terhadap hamba-Nya yang mau bertaubat. Kegembiraan Allah itu lebih besar daripada kegembiraan seseorang di antara kamu yang mendapatkan kembali untanya yang sarat dengan perbekalan. Sebelumnya, ia mengendarai untanya di gurun sahara, lalu unta yang ditungganginya lepas. Padahal, di atas unta tersebut terdapat makanan dan minuman perbekalannya. Ia sudah putus asa. Kemudian, ia mendekati sebuah pohon, dan berbaring di bawahnya. Dia sudah yakin bahwa untanya tidak akan kembali. Pada saat itulah, tiba-tiba unta tersebut berdiri di depannya. Ia memegang kendalinya. Lalu karena sangat gembiranya, ia mengucapkan, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu.’ Ia salah mengucapkannya karena sangat gembira.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan,
وَعَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهٌ أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: يَضْحَكُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى إِلَى رَجُلَيْنِ يَقْتلُ أَحَدَهُمَا الآخَرَ يَدْخُلانِ الجَنَّةَ، يُقََاتِلُ هَذَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيُقْتَلُ، ثُمَّ يَتُوْبُ اللهُ عَلَى القَاتِلِ فَيُسْلِمَ فَيُسْتَشْهَدُ .
Dan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah Ta’ala tertawa kepada dua orang yang seorang membunuh pada lainnya, kemudian keduanya dapat memasuki surga. Yang seorang itu berperang fisabilillah kemudian ia dibunuh, selanjutnya Allah menerima taubat orang yang membunuhnya tadi, kemudian ia masuk Islam dan selanjutnya dibunuh pula sebagai seorang syahid.” (Muttafaq ‘alaih).
Oleh karena itu, segeralah bertaubat wahai hamba-hamba Allah Ta’ala, sesungguhnya Dia akan menggantikan keburukan dengan pahala, sebagaimana firman-Nya,
إِلاَّ مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا فَأُولئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَحِيْمًا
“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan melakukan perbuatan baik; maka kejahatan mereka diganti dengan kebajikan (pahala). Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al-Furqon, 25: 70)
Buah dari Taubat
Dari uraian di atas kita telah mengetahui keuntungan yang dapat kita petik dari amalan taubat berupa: dihapuskannya dosa-dosa dan mendapatkan ganjaran surga (At-Tahrim, 66: 8), kecintaan dari Allah Ta’ala (Al-Baqarah, 2: 222), serta digantikannya kejahatan kita dengan pahala (Al-Furqon, 25: 70).
Selain tiga hal di atas, buah yang dapat kita petik dari amalan taubat adalah mendapatkan nikmat dari Allah Ta’ala saat di dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“…maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh, 71: 10-12)
Ayat di atas menegaskan bahwa bagi umat yang senantiasa bertaubat akan diberikan:
- Hujan yang membawa berkah.
- Harta dan anak yang merupakan hiasan dunia.
- Kebun- kebun yang dapat dinikmati keindahannya.
- Buah-buahannya serta sungai-sungai yang dapat digunakan untuk mengairi tanaman dan memberi minum ternak.
Jangan Sepelekan Dosa-dosa Kecil!
Sekecil apa pun dosa dan kesalahan kita, segeralah bertaubat dan jangan disepelekan. Karena sesungguhnya dosa kecil bisa menjadi besar di sisi Allah Ta’ala:
Pertama, jika dilakukan terus menerus.
Dosa besar yang dilakukan hanya sekali, lebih bisa diharapkan pengampunannya dari pada dosa kecil yang dilakukan terus menerus karena meremehkannya. Setiap kali seorang hamba menganggap besar sebuah dosa, niscaya akan kecil di sisi Allah, dan setiap kali ia menganggap remeh sebuah dosa niscaya akan menjadi besar di sisi-Nya.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ فَقَالَ بِهِ هَكَذَا قَالَ أَبُو شِهَابٍ بِيَدِهِ فَوْقَ أَنْفِهِ
“Sesungguhnya orang mukmin melihat dosa-dosanya seperti ia duduk di pangkal gunung, ia khawatir gunung itu akan menimpanya, sedangkan orang fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang.” Abu Syihab (salah seorang periwayat hadits ini) mengisyaratkan dengan tangannya di atas hidungnya. (HR. Bukhari No. 5833)
Bilal bin Sa’ad rahimahullah berkata: “Jangan kamu memandang kecilnya dosa, tapi lihatlah keagungan Zat yang kamu durhakai itu.”
Kedua, jika seseorang melakukan dosa tanpa diketahui orang lain lalu ia menceritakannya dengan bangga kepada orang lain.
Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut ini.
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ ( كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهِرِةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِالْلَيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهَ اللهُ فَيَقُوْلُ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وُيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتَرَ اللهُ عَنْهُ)
“Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, ‘Setiap ummatku akan mendapatkan ampunan dari Allah Azza wa Jalla kecuali al Mujaahiriin yaitu semisal ada seorang laki-laki yang mengerjakan sebuah perbuatan (buruk –ed.) pada malam hari kemudian ia menjumpai waktu subuh dan Allah telah menutupi aibnya (berupa perbuatan buruk – ed.). Lalu laki-laki tersebut mengatakan, ‘Wahai Fulan, aku telah mengerjakan sebuah perbuatan buruk/jelek ini dan itu’. Maka itulah orang yang malamnya Allah telah menutup aibnya lalu ia membuka aibnya sendiri di waktu subuh (keesokan harinya –ed.)” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, jika yang melakukannya seorang alim yang menjadi panutan.
Karena apa yang ia lakukan dicontoh oleh orang lain. Ketika ia melakukan dosa, maka ia juga mendapatkan dosa orang yang mencontohnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barang siapa mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapat pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim No. 4831).
Jangan Menunda-nunda Taubat!
Orang-orang yang menunda taubat ibarat seseorang yang ingin mencabut pohon yang mengganggu, namun karena merasa sulit mencabutnya ia menundanya hingga esok atau lusa, hingga tanpa ia sadari semakin hari akar pohon itu makin menghunjam di tanah, sedangkan ia semakin tua dan lemah.
Jangan menunda-nunda taubat karena mengandalkan rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Orang seperti itu ibarat seorang laki-laki yang menghabiskan seluruh hartanya dengan sia-sia dan meninggalkan keluarganya dalam kefakiran, lalu ia mengharapkan harta karun datang kepadanya tanpa bekerja. Mungkin harta karun itu ada, tapi orang ini jelas kurang sehat akalnya. Mengapa kita dapat berpikir logis dalam masalah keduniaan namun tidak demikian dalam urusan akhirat?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَعَنْ أَبِي مُوْسَى عَبْدُ اللهِ بْنِ قَيْسٍ الأَشْعَرِي رَضِي اللهُ عَنْهُ : عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
Dari Abu Musa, Abdullah bin Qais Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yang berbuat keburukan di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat keburukan di malam hari bertaubat. (Ini akan terus berlaku) hingga matahari terbit dari arah barat.” (HR. Muslim)
وعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim)
وَعَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرِ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah yang Mahamulia dan Maha Agung menerima taubat hamba-Nya selama belum sekarat.” (Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)
Wallahu A’lam…
Catatan Kaki:
[1] Adapun yang dimaksud dengan “Tidak ada yang memenuhi mulutnya, kecuali debu,” dalam hadits ini ialah tidak ada yang daapat menghentikan ketamakannya, kecuali kematian.