Kedelapan, bahwa Islam adalah dinul quwwati wal mas’uliyyah (agama kekuatan dan tanggung jawab).
Islam mendorong umatnya agar selalu melakukan i’dadul quwwah (persiapan kekuatan), sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Anfal, 8: 60)
Ayat ini adalah perintah kepada kaum muslimin agar mempersiapkan kekuatan fisik dan persenjataan guna menghadapi kekuatan musuh yang bisa datang kapan saja. Berkenaan dengan kekuatan yang disebut di dalam ayat ini, ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَقُولُ { وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ } أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ
“Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas mimbar berkata: ‘Dan persiapkan untuk mereka apa yang kalian mampu berupa kekuatan. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah!’” (HR. Abu Daud No. 2153)
Dalam rangka mempersiapkan kekuatan fisik dan persenjataan, kaum muslimin pun tentu harus mempersiapkan kekuatan harta. Karena tanpa kekuatan harta, persiapan fisik dan senjata tidak akan mungkin bisa disiapkan secara optimal.
Namun, ketersediaan harta pun tidak akan mendatangkan manfaat jika tidak ditopang kekuatan iman. Karena hanya kekuatan imanlah yang dapat mendorong seseorang rela mengeluarkan hartanya di jalan Allah Ta’ala.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat, 49: 15)
Oleh karena itu, kekuatan yang harus dipersiapkan seorang muslim itu ada tiga: kekuatan iman, kekuatan harta, dan kekuatan fisik atau persenjataan. Jika tiga kekuatan ini telah berpadu, niscaya umat ini akan menjadi umat yang kuat dan dapat menggetarkan musuh.
Renungkanlah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah..” (H.R. Muslim).
Seluruh kekuatan ini -kekuatan iman, kekuatan harta, dan kekuatan fisik atau persenjataan-, wajib dipersiapkan oleh setiap muslim guna menjalankan mas’uliyyah (tanggung jawab)-nya dalam kehidupan; tanggung jawabnya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.
Ajaran Islam telah menanamkan pemahaman bahwa setiap manusia hakikatnya adalah seorang pemimpin yang harus bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya dan segala amanah yang telah dibebankan kepadanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR. Bukhari No. 844)
Selain yang telah disebutkan di dalam hadits di atas, mas’uliyyah yang ditanamkan ajaran Islam kepada umatnya adalah mas’uliyah dakwah—amar ma’ruf nahi munkar. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
“Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. “ (HR. Muslim)
Berkaitan dengan mas’uliyah, jika kita rinci tentu saja pembahasannya akan sangat luas; ada mas’uliyah sebagai hamba Allah, pribadi, anak, kepala keluarga, suami/istri, anggota masyarakat, rakyat, pemimpin, dan lain sebagainya.
Ringkasnya, Islam sebagai dinul quwwati wal mas’uliyyah mendorong umatnya agar menjadi pribadi muslim yang qawiyyun amin (kuat terpercaya) sebagaimana karakter Nabi Musa yang disebutkan salah seorang putri Nabi Syu’aib di dalam Al-Qur’an,
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya’”. (QS. Al-Qashshash, 28: 26).