Asbabun Nuzul
Yang menjadi sebab turunnya awal surat yang mulia ini adalah kisah Hathib bin Abi Balta’ah radhiyallahu ‘anhu yang membocorkan rahasia rencana penaklukkan Makkah.
Rencana futuh Makkah ini dilatarbelakangi pelanggaran perjanjian Hudaibiyyah oleh Bani Bakr sekutu Quraisy; mereka menyerang Bani Khuza’ah yang merupakan sekutu Muslimin Madinah.
Hathib membocorkan rencana ini melalui surat yang dibawa kurir, yakni seorang wanita bernama Sarrah dengan upah 10 dinar. Kejadian itu disampaikan Jibril kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah pun menyuruh Ali bin Abi Talib, `Ammar, Talhah, Az Zubair, Al Miqdad dan Aba Marsid menyusul Sarrah dan mengambil darinya surat yang dikirimkan Hatib itu.
Nabi berkata kepada mereka: “Segeralah pergi ke Khakh (suatu lembah yang terletak antara Mekah dan Madinah) di sana ada seorang perempuan dalam usungan. Dia membawa surat untuk penduduk Mekah. Maka ambillah surat itu dari padanya, dan biarkan dia itu pergi ke Mekah. ”
Para sahabat itu memacu kudanya hingga sampai ke tempat wanita itu dan meminta suratnya. Mula-mula wanita itu enggan memberikannya. Setelah didesak dengan keras, barulah ia memberikan surat itu yang dikeluarkan dari sanggulnya
Setelah para sahabat kembali, maka Hatib dipanggil Rasulullah dan menanyakan sebab ia menulis surat itu. Hatib menerangkan bahwa ia bermaksud untuk melindungi keluarganya yang ada di Mekah saat kaum muslimin memasuki kota Mekah nanti, sama sekali bukan bermaksud untuk membukakan rahasia itu kepada kaum musyrikin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat membenarkan alasan Hathib itu, tetapi Umar bin Khattab berkata: “Ya Rasulullah, serahkanlah orang munafik itu agar aku pancung lehernya”. Rasulullah berkata: “Hatib adalah sahabat yang ikut perang Badar”. Umar pun menangis sambil berkata, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”
Tujuan & Tinjauan Umum Terhadap Surat Al-Mumtahanah
Surat Al-Mumtahanah ini adalah surat tentang imtihanat (ujian demi ujian), yaitu ujian terhadap intima’ (afiliasi, komitmen, atau keterikatan) seorang muslim terhadap aqidah/Islam.
Ayat 1-3: menyebutkan tentang ujian intima’ kepada Hathib bin Abi Balta’ah yang kemudian berbuat kesalahan dan mendapat teguran. Ayat 4-6: menyebutkan keteladanan Nabi Ibrahim yang berhasil menghadapi ujian terhadap intima’-nya kepada aqidah. Ayat 7-9: menyebutkan bahwa intima’ kepada aqidah tidak menghalangi perbuatan baik dan sikap adil kepada non muslim. Ayat 10-12: menyebutkan ujian kepada muslimah yang hijrah dan berbai’at.
Penjelasan Ringkas
Ayat 1:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
Ayat ini berisi teguran lembut kepada Hathib untuk tidak menjadikan musuh Allah dan Muslimin menjadi teman setia atau sahabat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang”
Alasannya adalah:
- وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ –”Mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu (Islam).”
- يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ –”Mereka mengusir Rasul dan mengusir kalian (muslimin) karena kalian beriman kepada Allah, Tuhan kalian”.
Maka, seorang muslim yang berjihad di jalan Allah dan mengharap keridhoan-Nya tidak layak ber-wala’ kepada musuh Allah dan musuh mu’minin.
Dalam ayat 1 ini Allah Ta’ala juga mengingatkan bahwa Dia Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan dinyatakan manusia, artinya jika kalian berbuat khianat dan curang secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, tentu Allah mengetahuinya.
وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ
Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Allah Ta’ala mengingatkan jangan sampai muslimin menjadi orang yang sesat karena melanggar larangan ini,
وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”
Ayat 2:
إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ
“Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.”
Allah Ta’ala mengingatkan pula tentang sikap permusuhan kafirin:
- Jika berhasil menangkap muslim mereka akan bertindak zalim dengan penuh permusuhan.
إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً
- Mereka selalu berusaha menjelek-jelekkan dan memusuhi kamu.
وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ
- Mereka selalu berharap kamu kembali kepada kekafiran.
وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ
Ayat 3:
لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada Hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Allah SWT mengingatkan, sesungguhnya karib-kerabat, teman setia, anak-anak atau orang tua sekalipun tidak dapat menolong seseorang di hari Kiamat.Terlebih lagi jika mereka ingkar kepada Allah Ta’ala.
Maka setiap muslim harus mengutamakan intima’-nya terhadap aqidah atau agamanya. Janganlah kecintaan kepada karib-kerabat, teman setia, anak-anak atau orang tua menyebabkan seorang muslim mengorbankan intima’-nya terhadap aqidah.
Ayat 4:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka : ‘Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’…”
Allah mengajak muslimin untuk mengambil suri tauladan dan bersikap seperti Ibrahim yang tegas berlepas diri dari kaumnya yang ingkar dan memusuhinya.
إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah..”
Ibrahim menyatakan akan tetap menentang kaumnya itu sampai mereka mau meninggalkan perbuatan syirik. Jika mereka telah beriman barulah hilang permusuhan itu.
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“…kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’…”
إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“…Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: ‘Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah’. (Ibrahim berkata): ‘Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.’”
Namun Allah Ta’ala mengingatkan untuk tidak mencontoh Ibrahim dalam hal memohonkan ampun untuk bapaknya, sekalipun Ibrahim akhirnya berlepas diri pula terhadap ayahnya, setelah nyata bagi beliau keingkaran bapaknya itu.
Ada di antara orang-orang yang beriman mendoakan ayah-ayah mereka yang meninggal dalam keadaan musyrik. Mereka beralasan dengan perbuatan Ibrahim itu. Maka Allah Ta’ala membantah perbuatan mereka itu (Lihat pula: Q.S At Taubah: 113-114)
Ayat 5:
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Allah Ta’ala menyebutkan do’a yang dilantunkan Ibrahim yang memohonkan dijauhkan dari fitnah. Melalui do’a ini Ibrahim meminta agar tidak dimenangkannya kafirin atas mu’minin, sehingga kafirin itu menganggap bahwa mereka berada di jalan yang benar sedangkan mu’minin berada di jalan yang salah.
Ayat 6:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.”
Ayat ini mengulang perintah menjadikan Ibrahim dan orang-orang yang beriman besertanya sebagai suri teladan yang baik dengan maksud agar perintah itu wajib diperhatikan orang-orang yang beriman. Sikap Ibrahim terhadap orang-orang kafir itu adalah sikap yang benar.
Orang-orang yang tidak mengikuti perintah Allah, tidak mengambil suri teladan kepada orang-orang yang saleh, maka hendaklah mereka ketahui, bahwa Allah sedikitpun tidak memerlukannya, karena Allah Maha Terpuji di langit dan di bumi, dan Ia tidak memerlukan bantuan makhluk-Nya dalam melaksanakan kehendak-Nya. (Bersambung)