Penaklukan Palestina
Pada musim gugur tahun 635 M, Umar bin Khaththab memerintahkan Amr bin Ash dan Syarhabil bin Hasanah beserta pasukannya bergerak ke Palestina.[1]
Menaklukan Galileia (Jalil)
Pasukan Islam bergerak melalui Golan (Jaulan).[2] Lalu memasuki Galileia[3] dan tidak mendapat kesulitan berarti menaklukan kota-kota sepanjang Galileia kecuali perlawanan kecil dari pihak Bizantium yang masih tersisa. Amr kemudian memberi jaminan keamanan dan kepemilikan kepada seluruh rakyat Galileila, lalu bergerak ke Yerusalem.
Menaklukan Pesisir Laventina[4]
Sementara itu Yazid ibn Abi Sufyan dan Mu’awiyah yang ditugaskan menaklukan wilayah sepanjang pesisir Levantina membagi pasukan ke dua arah; arah utara dipimpin Mu’awiyah dan arah selatan dipimpin Yazid.
Di Utara pasukan Islam berhasil menaklukan Beirut (Bayrut), Tripoli (Tharablus), Sidon (Shayda), Byblos (Jubayl), dan Latakia (Ladziqiyyah) di utara Suriah hingga akhir 635 M (15 H). Di Selatan, pasukan Islam berhasil menaklukan satu per satu kota bandar di sepanjang pesisir—Sidon, Tyre (Shur), Acre (Akka), hingga Haifa (Hayfa) di bagian provinsi Palestina.
Pertempuran Ajnadin
Saat itu tersisa satu kota bandar di pesisir Levantina bernama Caesarea yang memiliki pertahanan terkuat Bizantium setelah kepergian Heraklius ke Konstantinopel. Saat diketahui pasukan Islam tengah bergerak ke Palestina, Pangeran Konsyantin II—anak Heraklius—segera mempersiapkan pasukan dan memanggil bala bantuan dari Siprus dan Konstantinopel serta mengangkat Artavon sebagai panglima.
Saat melintasi wilayah Ajnadin, pasukan Islam bertemu dengan pasukan Bizantium, maka pecahlah pertempuran dahsyat. Bizantium kembali dapat dikalahkan. Artavon bersama beberapa pasukan mundur ke Yerusalem.
Menguasai Yerusalem
Pasukan Islam tiba di Yerusalem pada musim dingin tahun 636 M. Saat itu Umar memerintahkan Abu Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah yang telah berhasil menaklukan seluruh wilayah Suriah dan pesisir Levantina, untuk segera bergabung dengan pasukan Amr.
Sementara itu di dalam Benteng Yerusalem terjadi perdebatan antara Artavon dan Patriach Sophronius. Artavon bersikeras ingin mempertahankan Yerusalem. Sementara Sophronius menganggap bahwa pendudukan umat Islam adalah penjelmaan dari kehendak Tuhan yang dikirimkan untuk mengakhiri kekuasaan orang Bizantium. Ia lebih memilih bernegosiasi dan menyerahkan Yerusalem kepada pihak Islam dengan jalan damai. Orang-orang pun lebih cenderung kepada pendapat Sophronius.
Maka salah seorang utusan dikirim untuk menemui pihak Islam mengajukan syarat-syarat penyerahan kota, yaitu tidak akan ada aksi militer, diizinkan sisa-sisa pasukan Bizantium untuk berangkat ke Mesir, dan penyerahan Yerusalem diterima secara langsung oleh pemimpin tertinggi Islam, yaitu Khalifah Umar. Abu Ubaidah kemudian menerima syarat-syarat tersebut.
Saat itu Khalifah Umar bin Khaththab sedang berada di Jabiyah, di selatan Damaskus untuk keperluan pengaturan administratif. Utusan Abu Ubaidah menghadap Umar menyampaikan undangan dan segera kembali membawa surat dari khalifah berisi jaminan untuk penduduk Yerusalem.
Umar Memasuki Yerusalem
Umar berangkat dari Jabiyah dengan menunggang unta. Ia datang dengan menuntun unta dan hanya ditemani Aslam, maula-nya yang telah dibebaskan. Umar tidak mengenakan pakaian kebesaran dan kemegahan layaknya kaisar penakluk. Ia memakai jubah yang lusuh dan banyak jahitan, juga membawa perbekalan makanan alakadarnya; sekantong gandum, kurma, sebuah piring kayu, sebuah kantong air dari kulit, dan selembar tikar untuk beribadah.
Semua khalayak terkejut, mereka tak dapat berkata apa-apa. Uskup Agung Sophronius menyambut sang khalifah dengan penuh takzim. Lalu ia berkata, “Lihatlah, sungguh in adalah kesehajaan dan kegetiran yang telah dikabarkan Nabi Danial, ketika ia datang ke tempat ini.”
Khalifah Umar diajak berkeliling ke tempat-tempat suci di sepanjang kota. Saat zuhur tiba, Uskup Sophronius membukakan gereja Makam Suci, kiblat dan tempat suci umat Kristen, lalu mempersilahkan Umar melaksanakan shalat di dalam gereja. Tawaran ini disambut dengan baik, tapi ia menolak, “Jika saya shalat di dalam gereja ini, saya khawatir orang-orang Islam nantinya akan menduduki gereja ini dan menjadikannya sebagai masjid.” Ia kemudian meminta ditunjukkan reruntuhan Kuil Sulaiman yang ternyata saat itu berada dalam keadaan kotor tertimbun sampah. Bersama beberapa sahabat lainnya Umar lalu membersihkan tempat itu dan memerintahkan agar dibangun masjid. Saat ini, masjid yang dibangun pada saat itu dikenal dengan Masjid Umar.
Penaklukan Yerusalem menandai selesainya serangkaian penaklukan Islam atas seluruh wilayah Suriah dan Palestina, selain Yordania dan pesisir Levantia. Penaklukan itu pun menandai berakhirnya kekuasaan Yunani – Romawi yang telah bercokol disana berabad-abad. Sejak saat itu, seluruh wilayah tersebut berada di bawah naungan kekuasaan Islam.
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Palestina adalah tanah para nabi, disanalah Ibrahim, Ishak, Ya’kub, Dawud, Sulaiman, Ilyasa, Musa dan Isa diutus Allah Ta’ala menjadi nabi dan rasul. Bumi penuh berkah ini sejak ribuan tahun sebelum Masehi telah didiami bangsa Kan’an. Juga bangsa-bangsa semit lainnya (Kaldani, Ibrani, dan Suryani). Pada 985 SM, berdiri kerajaan Yahudi di bawah kekuasaan Nabi Dawud dengan Yerusalem sebagai pusat pemerintahan dan kota utamanya. Kerajaan Yahudi Palestinanlalu ditaklukan oleh Suriah, Persia, Yunani, Romawi, lalu Arab Islam. Orang-orang Yahudi mengalami dua kali pengusiran dari Palestina, yaitu sewaktu bangsa Suriah – Babilonia (532 SM) dan Roma (70 M) menaklukan wilayah tersebut.
[2] Daerah pegunungan subur, hijau, rimbun, dan sejuk di perbatasan Suriah dan Palestina.
[3] Sebuah kawasan hijau dan subur di bagian utara Palestina, di dalamnya terdapat kota-kota utama seperti Tiberias, Hebron, tempat menetap Nabi Ibrahim, Ishak, Ya’kub; juga Nazaret, tempat asal Nabi Isa, juga Jenin, Herod, Nablus, Jaffa, dan lain-lain.
[4] Kota-kota pesisir Laventina adalah bandar utama di Mediterania bagian timur, sekaligus pintu gerbang utama menuju Asia. Kota-kota ini sudah ada sejak peradaban Piniki (Pheonician) pada ribuan tahun sebelum masehi (1550 – 3000 SM). Orang-orang Piniki dikenal sebagai bangsa penakluk lautan yang pertama kali mengenal teknologi pembuatan kapal laut. Kini, kota-kota pesisir tersebut masuk ke dalam wilayah Suriah, Lebanon, Israel, dan Palestina.