Menaklukkan Babil dan Ctesiphon (Mada’in)
Umar memerintahkan pasukan Islam yang telah memenangkan pertempuran di Qasisiyah untuk mengejar sisa-sia pasukan Persia yang melarikan diri ke arah timur; sebagian mereka bertahan di kota kecil Babil, dan sebagian lainnya lari hingga ke Ctesiphon (Mada’in), ibu kota kekaisaran Persia di seberang sungai Tigris.
Sa’ad bin Abi Waqqash bergerak ke Babil[1]. Disana pasukan Persia telah membuat parit-parit pertahanan untuk menghadapi pasukan Islam. Sa’ad kemudian mengatur siasat perang. Ia memerintahkan pasukan untuk menggali saluran air dari sungai Eufrat yang diarahkan ke parit tempat bertahannya pasukan Persia. Setelah jarak antara ujung galian saluran sudah demikian dekat dengan parit Persia, pasukan Islam pun mengalirkan air sungai yang deras itu hingga membanjiri parit-parit pasukan Persia. Dalam keadaan kacau dan kehilangan pertahanan, pasukan Persia kemudian diserbu pasukan Islam. Babil pun jatuh dan dapat dikuasai .
Setelah jatuhnya Babil, pasukan Islam terus bergerak menaklukkan kota-kota kecil di sepanjang Sawad (Mesapotamia)[2] hingga tiba di tepian sungai Tigris dan berhadapan dengan istana Iwan Kisra yang berdiri di seberangnya. Kisra Yazdgerd III beserta kerabatnya telah meninggalkan istana dengan membawa harta kekayaan menuju Hulwan. Mengetahui hal itu sisa-sisa pasukan Persia patah semangat, namun mereka berusaha mempertahankan ibu kota kerajaan mereka dengan cara memutus jembatan sungai Tigris yang menghubungkan Sawad dengan ibu kota Mada’in. Mereka berbaris di tepian suangai Tigris dengan menunggangi kuda. Saat ini satu-satunya pertahanan yang dapat mereka andalkan adalah sungai Tigris yang mengalir deras dan memisahkan pasukan Islam di arah seberang.
Sa’ad memerintahkan beberapa sahabatnya untuk ikut serta berenang hingga ke seberang. Sa’ad menggelorakan semangat pasukan lainnya dengan membacakan firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya…” (QS. Ali Imran, 3: 145)
Qa’qa’ Ibn Amir yang turut berenang bersama Sa’d hampir tiba di ujung seberang sungai. Di hadapan mereka, beberapa pasukan berkuda Persia bersiap menghadang. Sa’ad lalu memerintahkan pasukan yang ikut menyeberang bersamanya untuk memanah dan melemparkan tombak ke arah mata dan kepala kuda-kuda pasukan Persia. Ratusan anak panah dan tombak berterbangan, menancap di mata dan kepala kuda-kuda itu, hingga menjadikan sisa pasukan Persia itu kehilangan pertahanan dan kocar-kacir. Sa’ad dan beberapa pasukannya berhasil mendarat, mereka nyaris tidak mendapatkan perlawanan berarti dari pihak Persia.
Ribuan sisa pasukan Islam yang masih berada di seberang kemudian menyeberangi sungai bersama-sama. Sa’ad memerintahkan para nelayan Persia untuk membantu menyeberangkan sisa-sisa pasukan Islam lainnya. Selanjutnya Sa’ad dan pasukannya bergerak memasuki Ctesiphon (Mada’in). Kota itu tampak sepi dan lenglang, begitu pula istana putih Kisra yang sangat megah, penghuninya telah melarikan diri, kecuali beberapa orang yang memilih berdamai dan membayar jizyah.
Keindahan Istana Kisra
Istana Iwan Kisra sangat besar dan luas, bertingkat-tingkat, berdinding batu pualam dan terlihat sangat tinggi, bertiang marmer, serta berukir dan berarsitektur memukau. Taman berbunga dan kebun buah yang rindang mengitari seluruh bangunan istana, dengan beberapa kawanan burung merpati yang tampak hinggap dan terbang. Bagian dalam istana terdiri dari banyak ruangan dengan fungsi masing-masing, mulai dari balairung, ruang pertemuan khusus, ruang pribadi raja, ruang khusus para selir dan harem, ruang para perwira, ruang para prajurit, kamar dan kolam mandi berlantai kaca, hingga taman bunga dengan air mengalir dan memancur di dalam istana itu. Berbagai perhiasan tampak terpajang di setiap penjuru: patung-patung indah berbahan emas hingga permata, senjata dan benda pusaka yang sudah ribuan tahun turun-temurun, lukisan-lukisan eksotik, permadani bersulam emas, dan hiasan berbahan sutera lainnya.
Harta Kekayaan Istana Mada’in Dikirim ke Madinah
Di dalam peti dan lemari istana, Sa’ad dan pasukan Islam mendapatkan harta kekayaan istana yang sangat melimpah, mulai dari pakaian, perhiasan, mahkota raja, pedang berbungkus permata, permadani bersulam emas dan sutera, dan barang-barang lainnya.
Semua barang itu dikirim ke Madinah untuk dibagi-bagikan kepada yang berhak. Sa’ad tinggal di istana itu serta menjadikan balairung (Iwan) megah itu sebagai mushala. Disanalah para pasukan Islam mendirikan shalat berjama’ah dan melaksanakan shalat jum’at di tanah Persia untuk pertama kalinya.
Di Madinah, Khalifah Umar terkejut melihat harta rampasan yang sangat mewah itu. Namun beliau tidak terkagum dan justru berkata, “Lihatlah, rakyat harus menyaksikan benda-benda seperti ini, dan semua ini dipakai oleh pemegang amanat rakyat.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Engkau sungguh sangat sederhana. Karena sikap hidupmu sederhana, rakyat pun hidup sederhana.”
Umar membagikan harta itu kepada orang yang berhak menerimanya. Beberapa bagian diserahkan untuk kas negara. Umar sendiri tidak banyak mengambil bagian. Ia berdo’a, “Ya Allah, Engkau telah menghindarkan semua ini kepada Rasul-Mu, padahal dia lebih Engkau cintai daripada diriku. Engkau juga telah menghindarkan ini semua kepada Abu Bakar, padahal dia lebih Engkau cintai daripada diriku. Maka, jika semua ini akan Engkau berikan kepadaku, sungguh aku berlindung kepada-Mu, agar jangan sampai Engkau berikan ini semua kepadaku untuk memuliakan aku.”[3]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Babil adalah kota kecil di persimpangan sungai Eufrat yang berdiri di dekat reruntuhan kota Babilonia, kota kuno yang menatahkan dongeng tentang Raja Hamurabi, Nebukadnezar, hingga taman gantungnya yang demikian melegenda.
[2] Wilayah subur yang diapit oleh sungai Eufrat dan Tigris.
[3] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2429, 2438; Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 262.