Pertempuran Jalula
Sisa-sisa pasukan Persia yang ikut bersama Yazerdgerd III telah tiba di Jalula, sebuah kota perbukitan di sebelah utara Iran. Yazerdgerd lalu menghimpun orang-orang Persia untuk menghadapi pasukan Islam. Ia menunjuk Mehran sebagai panglima, sementara itu ia melanjutkan perjalanan menuju Hulwan di sebelah timur Jalula.
Kabar persiapan pasukan Persia ini terdengar oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Ia lalu melaporkannya kepada Umar di Madinah. Umar memerintahkan Sa’ad untuk mempersiapkan pasukan dan bergerak ke Jalula. Sa’ad menunjuk Hasyim bin Utbah bersama Qa’qa ibn Amr untuk mengepalai pasukan. Mereka bergerak ke Jalula dan mengepungnya. Saat itu Persia rupanya telah menggali parit-parit yang lebar dan dalam. Hasyim bin Utbah meminta balabantuan dari Ctesiphon, sementara Persia mendatangkan bantuan dari Hulwan. Pengepungan berlangsung lama: 2 bulan!
Akhirnya, pada suatu pagi pecahlah pertempuran sengit hingga panah kedua belah pihak telah habis, tombak pun telah patah dan berjatuhan. Mereka kemudian bertempur menggunakan pedang dan kapak. Saat dzuhur tiba, pasukan Islam melaksanakan shalat dengan isyarat. Sementara pasukan Persia terus berdatangan silih berganti.
Pasukan Islam sudah sangat kelelahan. Qa’qa bin Amir terus menggelorakan semangat pasukan. Ia kemudian memimpin serangan bersama satu pasukan pilihan, hingga mereka sampai di mulut parit. Penyerangan itu berlangsung hingga larut malam, hingga sebagian pasukan berniat menghentikan serangan. Qa’qa pun berseru, “Mau kemana kalian, wahai pasukan Islam? Lihatlah, pemimpin kalian telah ada di bibir parit. Mari kita maju bersama, untuk memasukinya kini tak ada lagi rintangan bagi kalian.”
Pasukan Islam kemudian menuruni parit dan menyerbu pasukan Persia. Korban berjatuhan. Mahran, sang panglima pasukan Persia, melarikan diri menuju Khaniqin. Namun, Qa’qa bin Amir mampu mengejar dan membunuhnya. Sebagian pasukan Persia berlari menuju Hulwan menemui Yazdgerd dan melaporkan kekalahan mereka di Jalula. Mendengar hal itu, ia bergerak ke Rayy. Sementara panglima Hormuzan melarikan diri ke Masabazan.
Seusai pertempuran, pasukan Islam mendapatkan harta rampasan perang yang berlimpah. Sa’ad bin Abi Waqqash kemudian membagi-bagikannya dan mengirim sebagiannya ke Madinah.[1]
Menaklukkan Hulwan dan Masabazan
Umar bin Khatthab memerintahkan kepada Qa’qa bin Amir untuk melakukan pengejaran ke Hulwan. Setiba disana, penduduknya ternyata memilih berdamai dan membayar jizyah.
Berikutnya, Dharar bin Khatthab Al-Fihri diperintahkan oleh Umar untuk bergerak ke Masabazan.[2] Disana, Hormuzan telah mempersiapkan perlawanan. Pasukan Islam langsung menggempur. Pertempuran tidak berimbang itu dimenangkan pasukan Islam dengan mudah. Hormuzan melarikan diri ke wilayah pegunungan Ahwaz, sisanya melarikan diri ke arah pegunungan. Pasukan Islam mengejar sisa pasukan Persia itu dan menyeru mereka untuk menyerah. Akhirnya mereka berbondong-bondong turun ke Masabazan dan menyepakati perdamaian.
Menaklukkan Ahwaz
Setelah penaklukkan Hulwan dan Masabazan, Umar memerintahkan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash untuk menghentikan manuver penaklukan ke beberapa sisa wilayah Persia. Namun, menjelang pertengahan 17 H (638 M), muncul ancaman dari Ahwaz[3]. Panglima Hormuzan melanggar perjanjian damai dan mempersiapkan sejumlah pasukan di Ahwaz untuk menyerang Ctesiphon yang telah diduduki pasukan Islam.
Mengetahui hal itu, Umar mengizinkan Sa’ad untuk bergerak menyisir berbagai wilayah penjuru Ahwaz dengan membagi pasukan menjadi beberapa kelompok. Sa’ad meminta bala bantuan kepada Utbah ibn Ghazwan dari Kufah. Beberapa kota berhasil ditaklukkan, seperti Maisan, Damaisan, Manazhir, dan Nahrtiri.
Pasukan Islam tiba di kota Suq Al-Ahwaz. Panglima Hormuzan menyatakan menyerah dan memilih untuk berdamai. Utbah bin Gazwan menerima permintaan damai itu, ia pun menunjuk beberapa wali untuk mengamankan kota-kota sepanjang Ahwaz yang telah ditaklukkan; Sullam bin Kain At-Tamimi untuk kota Manadzir, dan Harmala bin Muraitha untuk kota Nahrtiri hingga Suq Al-Ahwaz.
Tiba-tiba Hormuzan kembali mengkhianati perjanjian damai. Ia melakukan kerusuhan dan membunuh rakyat sipil, serta melakukan perlawanan bersama orang-orang Kurdi. Suq Al-Ahwaz bergolak. Umar bin Khatthab lalu menugaskan Haqush bin Zuhair untuk menumpas perlawanan Hormuzan tersebut. Terjadilah peperangan singkat, dan pasukan Islam berhasil menghentikan perlawanan tersebut. Namun Hormuzan berhasil melarikan diri menuju Tustar. Umar lalu menunjuk Juz bin Mu’awiyah untuk memimpin pengejaran.
Menaklukkan Tustar
Tahun 18 Hiriyah (639 M), di Tustar, Hormuzan kembali menyusun kekuatan. Sementara itu Kisra Yazdgerd dari pelariannya di Rayy, menghimpun bala bantuan dari beberapa wilayah bagian timur laut, seperti Persepolis, Merv, Nahawand, dan Khurasan.
Umar memerintahkan Sa’ad untuk bergerak menuju Tustar. Umar pun memanggil pasukan bantuan dari Bashrah, di bawah pimpinan Abu Musa Al-Asy’ari, juga dari Kufah, di bawah pimpinan Sahl bin Adi, juga pasukan Nu’man bin Muqarrin dari Ahwaz.
Tustar dikepung selama beberapa bulan. Terjadi beberapa kali penyerangan dalam masa itu, hingga akhirnya pasukan Islam menemukan jalan rahasia untuk memasuki benteng. Mereka memasuki jalan itu tanpa diketahui pasukan Persia hingga berhasil membukakan pintu gerbang utama. Seketika itu pula pasukan Islam yang menunggu di luar gerbang merangsek masuk. Pasukan Persia tak bisa berkutik. Panglima Hormuzan ditawan dan diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khatthab di Madinah.
Hormuzan Bertemu Khalifah Umar
Hormuzan bersama beberapa tawanan lainnya tiba di Madinah. Saat itu Hormuzan masih memakai pakaian kebesarannya yang berbahan sutera dan bersulam emas, serta bersematkan hiasan permata. Di Madinah mereka disambut Anas bin Malik dan Ahnaf bin Qais. Mereka menuju rumah Khalifah, tapi tidak mendapatinya.
Mereka menuju masjid, tapi juga tidak menemukan Khalifah. Mereka kembali lagi ke rumahnya dan bertanya kepada anak-anak yang tengah bermain di rumah Khalifah.
“Khalifah tengah tidur di teras masjid. Tubuhnya diselimuti kain sarung.” Jawab mereka.
Mereka kembali ke masjid dan menemukan seseorang yang tengah tidur di teras dan diselimuti kain sarung lusuh, sementara tangannya menggenggam sekantong kecil berisi jagung.
“Mana Umar?” tanya Hormuzan.
Anas menunjuk ke arah orang tersebut, “Inilah orangnya,”
“Mana pengawalnya? Dimana ajudannya?” tanya Hormuzan.
“Ia tidak punya ajudan, juga pengawal, tidak juga sekretaris pribadi. Ia hidup bersahaja.”
“Kalau begitu, ia adalah nabi yang suci,” kata Hormuzan.
“Ia bertingkah laku seperti para nabi.”
Khalifah Umar terbangun dari tidurnya. Ia memandang orang-orang yang berkerumun di sekitarnya.
“Apakah engkau Hormuzan?” tanya Umar.
“Ya,” jawab Hormuzan.
“Tidakkah engkau saksikan akibat dari setiap tipu daya dan tantangan terhadap Allah?” tanya Umar.
“Dulu, Allah berpihak kepada kami, dan kami pun dapat menaklukkan kalian. Namun, kini rupanya Allah berpihak kepada kalian, dan kalian pun menaklukkan kami,” kata Hormuzan.
“Lalu apa yang engkau inginkan sekarang?”
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku mengucapkan apa yang aku inginkan.”
“Jangan khawatir, ucapkan saja.”
Hormuzan lalu meminta minum. Umar pun memberinya semangkuk air.
“Aku khawatir engkau akan membunuhku sebelum aku meminum semangkuk air ini.”
“Jangan khawatir, minumlah.”
“Sungguh, engkau benar-benar memberikan jaminan keselamatan kepadaku,” kata Hormuzan. Khalifah Umar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.
Beberapa ahli kisah meriwayatkan bahwa Hormuzan akhirnya memeluk Islam di hadapan Khalifah Umar.[4]
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1] Lihat: At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2462 – 2463, Al-Baladzuri, Futuhul Buldan, hal. 264.
[2] Wilayah pegunungan yang ditumbuhi banyak pepohonan dan terletak di antara Hulwan dan kota besar Jundai-Saphur.
[3] Ahwaz berbatasan dengan Aljibal di utara, Khurasan di timur, Persepolis (Fars) di selatan, dan bagian baratnya berbatasan dengan Sungai Tigris dan pesisir Teluk Persia. Di wilayah ini terdapat kota-kota strategis, seperti: Manadzir, Sussa, Tustar, dan Jundai Shapur.
[4] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2557.