Menaklukkan Isfahan
Setelah berhasil menaklukkan Nahawand, di Madinah Umar bermusyawarah dengan para sahabat senior, juga meminta pendapat Hormuzan, panglima Persia yang kini memeluk Islam.
“Bagaimana pendapatmu, apakah aku memulai penaklukkan berikutnya dengan Persia, Azerbaijan, ataukah dengan Isfahan?” tanya Umar kepada Hormuzan.
“Persia dan Azerbaijan adalah sayap, sementara Isfahan adalah kepala. Jika satu sayap dipatahkan maka sayap lainnya masih tetap bisa berfungsi. Tetapi jika kepalanya dipatahkan maka kedua sayap itu akan terpatahkan. Maka mulailah dengan kepala,” jawab Hormuzan.
Maka, atas perintah Umar bin Khatthab, pasukan Islam bergerak menuju Isfahan dan Rayy. Abdullah bin Utbah ditunjuk oleh Umar untuk memimpin pasukan penakluk Isfahan, serta menunjuk Nu’aim bin Muqarran[1] untuk memimpin pasukan penakluk Rayy.
Mendengar kabar pasukan Islam sedang bergerak ke Rayy, Kisra Yazdgerd yang saat itu sedang berada disana segera melarikan diri ke Isfahan. Ketika ia mengetahui pasukan lain sedang menuju Isfahan, ia pun melanjutkan pelariannya ke Kirman.
Pasukan Abdullah bin Utbah mengepung Isfahan. Setelah beberapa saat, penduduk kota akhirnya memilih menyerah dan membayar jizyah.[2]
Menaklukkan Hamadan dan Rayy
Nu’aim bin Muqarrin dan Qa’qa bin Amir bergerak ke Hamadan dan Rayy untuk mengejar sisa pasukan Persia. Nu’aim dan pasukannya menuju Hamadan, dan penduduk kota memilih berdamai.
Nu’aim lalu menuju Rayy, namun di Hamadan terjadi pemberontakan sehingga pertahanan pasukan Panglima Qa’qa bin Amir terdesak. Nu’aim bersama pasukannya kembali ke Hamadan dan memadamkan pemberontakan.
Dalam kondisi seperti itu kekuatan Persia di Rayy dan Dailam melakukan pertemuan dengan penguasa Azerbaijan, Isfandiar[3]. Maka terhimpunlah kekuatan Persia di pegunungan Waj-Ruz, terdiri dari pasukan Rayy yang dipimpin Zabandi, pasukan Dailam yang dipimpin Mawta, dan pasukan Azerbaijan yang dipimpin Isfandiar.
12.000 pasukan Islam bergerak ke Waj-Ruz dipimpin oleh Nu’aim bin Muqarrin. Pecahlah pertempuran sengit dan akhirnya kekuatan Persia hancur lebur, semua prajuritnya nyaris binasa. Rayy dan Dailamjatuh ke tangan pasukan Islam.
Sebagian pasukan Islam yang dipimpin Barrak bin Azib dan Hanzhalah bin Zaid bergerak mengepung Abhar. Penduduknya memilih berdamai. Pasukan Islam kemudian bergerak ke Kazwin dan Zanjan, penduduknya pun menyatakan tunduk dan berdamai.[4]
Menaklukkan Qom, Bistham, Jurjan, dan Tabaristan
Umar memerintahkan Suwaid bin Muqarrin[5] untuk menaklukkan wilayah-wilayah yang belum dikuasai. Suwaid segera bergerak menuju Qom, Bistham, dan Jurjan. Ketiga kota tersebut tidak melakukan perlawan sama sekali dan menyatakan tunduk di bawah kekuasaan Islam. Keadaan ini memaksa penguasa Tabaristan yang wilayahnya berbatasan dengan ketiga kota tersebut memilih opsi damai.[6]
Menaklukkan Azerbaijan dan Armenia
Setelah menaklukkan Hamadan dan Rayy, Nu’aim bin Muqarrin mengutus Bukair bin Abdullah untuk segera bergerak ke Azerbaijan, ditemani Sammak bin Kharsyah. Pada awalnya, Isfandiar penguasa Azerbaijan berusaha mempertahankan wilayah kekuasaannya; tetapi pada akhirnya Isfandiar berhasil ditangkap dan pasukannya pun dapat dikalahkan.
Isfandiar memilih berdamai, ia kembali ditetapkan sebagai penguasa di wilayah Azerbaijan yang tunduk kepada pemerintahan Islam.
Sementara itu, bantuan pasukan Islam dari Bashrah yang dipimpin Suraqah bin Amir menyusul datang dan bertemu dengan pasukan Bukair bin Abdullah. Atas izin Umar mereka bergerakke Armenia bagian timur. Setelah sampai di perbatasan, Bagratid, penguasa wilayah itu memilih berdamai.[7]
Hingga tahun 23 H (644 M), seluruh wilayah kekaisaran Persia dapat dikuasai. Yazdgerd sendiri melarikan diri ke arah timur, menuju Merv, dan tinggal di sana hingga akhir hayatnya di masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.
(Bersambung)
Catatan Kaki:
[1]Ia adalah adik dari panglima yang syahid dalam pertempuran Nahawand, Nu’man bin Muqarrin.
[2] Al-Baladzuri, Futuh Al-Buldan, hal. 321, 314.
[3] Dia adalah saudara Rustam, panglima Persia yang wafat di Perang Qadisiyah.
[4] Al-Baladzuri, Futuh Al-Buldan, hal. 309.
[5] Ia adalah saudara dari Nu’aim bin Muqarrin.
[6] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2659.
[7] At-Thabari, At-Tarikh, hal. 2667.