لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab, 33: 21)
Hadirin rahimakumullah…
Allah Ta’ala telah memberikan arahan kepada mereka yang mengharap rahmat-Nya; hamba-hamba yang mengharap keselamatan dan kehidupan yang hakikiki di akhirat; yang banyak mengingat-Nya; agar mengambil suri tauladan yang baik bagi mereka dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diantara hal yang harus kita teladani dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah akhlaknya yang agung. Bukankah Allah ta’ala berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam, 68: 4).
Ayat ini menegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar memiliki akhlak yang agung, yaitu berakhlak dengan nilai-nilai Al-Qur’an secara sempurna (Tafsir Al-Mukhtashar, Markaz Tafsir Riyadh).
Diriwayatkan dalam Kitab Al-Adabul Mufrad bahwa beberapa orang lelaki mendatangi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dan bertanya,
يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ ، مَا كَانَ خُلُقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟
“Wahai Ummul Mu’minin, bagaimanakah akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ ، تَقْرَءُونَ سُورَةَ الْمُؤْمِنِينَ
“Akhlak beliau adalah Al-Qur’an, apakah kamu membaca surah Al-Mu’minun?”
Kata ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha selanjutnya,
اقْرَأْ : قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
“Bacalah: Qad aflahal mu’minun.”
Maka mereka membaca: “Qad aflahal mu’minun” sampai ke ayat “li furujihim hafidzun.” Berkatalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
هَكَذَا كَانَ خُلُقُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Inilah akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)
Dari keterangan tersebut kita mengetahui, diantara akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam adalah apa yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minun ayat 1 – 5,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya.”
Maka, penting bagi kita untuk menimbang diri dengan ayat-ayat ini dan juga ayat-ayat setelahnya agar dapat mengetahui sejauh mana keimanan kita; bertambah atau kurang, banyak atau sedikit.
Hadirin rahimakumullah…
Berikut ini sebagian dari akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang harus kita teladani:
Khusyu’ di Dalam Shalat
Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.
Perhatikanlah hadits berikut ini,
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ رَأَى رَجُلاً يَبْعَثُ بِلِحْيَتِهِ فيِ الصَّلاَةِ فَقَالَ : لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذَا لَخَشَعَتْ جَوَارِحُهُ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika shalat. Maka beliau berujar, “Seandainya hatinya khusyu’ maka khusyu’ pula anggota badannya.” (HR. At-Tirmizi)
Khusyu’ merupakan ruhnya shalat, semakin besar kekhusyu’an seseorang, maka semakin besar pahalanya.
Perlu dipahami, bahwa khusyu’ dalam shalat bukanlah bermakna ‘keluar dari dunia nyata’. Khusyu’ bukanlah berkontemplasi. Sebab kenyataannya begitu banyak fakta yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat dengan berbagai keadaan, di antaranya: menggendong bayi, memperlama sujud karena dinaiki sang cucu, mempercepat shalat karena mendengar tangis bayi, menggeserkan kaki istrinya ketika beliau shalat malam, menjawab salam dengan isyarat, dan lain-lain.
Ketenangan dan perendahan diri yang sempurna di hadapan Allah SWT di saat melaksanakan shalat, inilah yang harus kita teladani dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadirin rahimakumullah, selanjutnya…
Menjauhkan Diri dari Laghwu
Laghwu adalah segala sesuatu yang tidak ada kebaikan padanya, yakni kesia-siaan, senda gurau atau bahkan maksiat, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Maka, jika kita ingin bersungguh-sungguh dalam meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memperbaiki keislaman diri, hendaknya kita menjauhi perkataan atau perbuatan yang tidak bermanfaat, sebagaimana diingatkan oleh beliau,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Di dalam hadits yang lain disebutkan,
إِنَّ مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ قِلَّةَ الْكَلاَمِ فِيمَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah mengurangi berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. Ahmad).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Terlebih lagi, jika laghwu yang dilakukan adalah berupa perkataan dusta, menipu, bahkan menyakiti orang lain. Ini jelas semakin menambah dosa bagi mereka yang melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah orang yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Menunaikan Zakat
Akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang harus kita teladani berikutnya adalah selalu membersihkan jiwa dari berbagai sifat buruk dan mensucikan harta dengan menunaikan zakat harta yang berbeda-beda bentuknya secara sempurna dan tulus ikhlas.
Yang dimaksud dengan zakat di sini adalah sedekah dan segala manfaat yang diberikan kepada seorang muslim yang fakir. Sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
“(Sesungguhnya zakat itu) di ambil dan orang-orang kaya mereka dan dibagikan kepada, fuqara’ mereka,” (HR. Al-Bukhari)
Selain menunaikan sedekah wajib (zakat), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memotivasi umatnya agar mau bersedekah sunnah,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun dengan (bershadaqah) sebutir kurma.” (HR. Bukhari).
Dengan kata lain, akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang harus kita teladani adalah kedermawanan.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya. Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya. Maka, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam benar-benar sangat dermawan dengan kebaikan laksana angin yang berhembus.” (H.R. Bukhari)
Berikutnya, hadirin rahimakumullah….
Menjaga Kemaluan dari Perbuatan Zina
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya agar menahan diri dari apa yang tidak halal bagi mereka, seperti perbuatan zina, homoseks, dan seluruh perbuatan keji lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah merajam Al-Aslami karena telah berbuat zina, beliau bersabda,
اجْتَنِبُوا هَذِهِ الْقَاذُورَةَ الَّتِي نَهَى اللَّهُ عَنْهَا فَمَنْ أَلَمَّ فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ وَلْيُتُبْ إِلَى اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِلْنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Jauhilah perbuatan menjijikkan yang Allah larang ini. Siapa yang pernah melakukannya, hendaknya dia merahasiakannya dengan tabir yang Allah berikan kepadanya, dan bertaubat kepada Allah. Karena siapa yang kesalahannya dilaporkan kepada kami, maka kami akan tegakkan hukuman seperti dalam kitab Allah.” (HR. Hakim 3/272, al-Baihaqi dalam as-Shughra 2719 dan dishahihkan ad-Dzahabi).
Menjaga kemaluan dapat menjadi sempurna ketika seseorang menjauhi semua yang dapat mendorong kepada zina, seperti memandang wanita, menyentuhnya, dan lain sebagainnya.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra, 17: 32)
Hadirin rahimakumullah…
Mri menimbang diri dengan ayat-ayat mulia ini. Lalu tanyalah diri kita masing-masing: sudahkah kita meneladani akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing kita ke jalan yang lurus…
1 comment
Alhamdulillah, makasih