Berdoa setelah shalat wajib; apakah mengangkat tangan?
Hal ini menjadi perselisihan pendapat di antara para ulama. Ada dua tema perbedaan mereka; Pertama. Adakah doa setelah shalat? Kedua. Jika ada, apakah juga mengangkat tangan?
Pertama: Adakah Doa setelah Shalat Wajib?
Sebagian ulama menyatakan TIDAK ADA doa setelah shalat wajib, yang ada hanyalah dzikir. Inilah pandangan Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh ‘Utsaimin, dan lain-lain. Bagi mereka doa itu adanya dalam shalat, karena saat itulah ketika seorang hamba sedang berkomunikasi dengan Rabbnya. Bagi mereka, tidak ada dasarnya berdoa setelah shalat wajib dan sunah. Apa alasan syar’inya?
Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»
“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa pada sepertiga malam terakhir, dan adbar ash shalawat maktubah. (Setelah shalat wajib).” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh Al Albani menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No. 3499)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan dikuatkan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin- bahwa makna adbar ash shalawat bukanlah setelah shalat tetapi masih di akhir shalat (sebelum salam) . Mereka mengqiyaskan, bahwa hewan itu memiliki dubur (jamaknya adalah adbar), dan duburnya hewan masih pada tubuh hewan tersebut, bukan di luar tubuhnya. Selain itu beliau juga berdalil dengan ayat: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah … (QS. An Nisa (4): 103). Bahkan Syaikh Ibnu tsaimin mengatakan berdoa setelah shalat wajb atau sunah adalah tidak ada dasarnya! (Lihat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 3/62. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Pendapat seperti ini juga disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad:
وأما الدعاء بعد السلام من الصلاة مستقبل القبلة أو المأمومين، فلم يكن ذلك مِن هديه صلى الله عليه وسلم أصلاً، ولا روي عنه بإسناد صحيح، ولا حسن.
وأما تخصيص ذلك بصلاتي الفجر والعصر، فلم يفعل ذلك هو ولا أحدٌ من خلفائه، ولا أرشد إليه أُمّته، وإنما هو استحسان رآه من رآه عوضاً من السنَّة بعدهما، واللّه أعلم. وعامة الأدعية المتعلقة بالصلاة إنما فعلَها فيها وأمر بها فيها
Ada pun berdoa setelah salam dari shalat dengan menghadap kiblat atau makmum, hal itu tak ada contoh dalam petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak diriwayatkan darinya baik hadits shahih atau hasan. Ada pun mengkhususkannya pada dua shalat; subuh dan ashar, tidak pernah Beliau lakukan, dan tidak juga seorang pun dari para khalifahnya, dan Beliau pun tidak mengajarkan kepada umatnya untuk itu. Itu hanyalah hal yang dipandang baik oleh orang yang memandangnya sebagai ganti dari sunah setelah kedua shalat itu. Wallahu A’lam. Umumnya doa-doa yang terkait dengan shalat, sesungguhnya itu dilakukan hanyalah di dalam shalat, dan diperintahkan membacanya di dalam shalat.” (Zaadul Ma’ad, 1/257)
Bukan hanya mereka, Imam Al Hafizh Abul Abbas Al Anshari Al Qurthubi juga mengatakan, duburush shalah (dengan huruf dal didhammahkan) adalah akhir shalat. (Imam Abul Abbas Al Anshari Al Qurthubi, Al Mufhim Lima Asykala min Talkhish Kitabi Muslim, 5/150. Maktabah Misykah) Perlu diketahui, qiyas yang dilakukan Imam Ibnu Taimiyah telah dibantah oleh Imam Al Kasymiri , dia menyebut qiyas tersebut ghairu shahih (tidak benar), tidak pantas mengqiyaskan duburush shalah yang memiliki keindahan dan keutamaan, dengan dubur hewan yang tidak memiliki keindahan. (Imam Muhammad Anwarsyah bin Mu’zhamsyah Al Kasymiri, Al ‘urf Asy Syadzi, 1/459. Muasasah Dhuha Lin Nasyr wat Tauzi’) Di sisi lain, apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin bahwa berdoa setelah shalat sunah adalah tidak ada dasarnya, merupakan pendapat yang berlebihan, sebab telah tsabit riwayat tentang doa setelah shalat sunah istisqa. Ada pun yang dikatakannya, bahwa doa setelah shalat wajib juga tidak ada dasarnya, maka berbeda sekali antara Syaikh Ibnu Utsaimin dengan Imam Al Bukhari dan Al Hafizh Ibnu Hajar –sebagaimana nanti akan kami jelaskan.
Al Hafizh Ibnu Hajar telah menyanggah Imam Ibnul Qayyim dengan berbagai hadits shahih tentang contoh doa ba’da shalat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Lengkapnya lihat Fathul Bari, 11/133)
Begitu pula Imam Al Qasthalani telah menyanggah Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Al Mawahib sebagai berikut:
مَا اِدَّعَاهُ مِنْ النَّفْيِ مُطْلَقًا مَرْدُودٌ فَقَدْ ثَبَتَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : يَا مُعَاذُ وَاَللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّك فَلَا تَدَعْ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِك وَشُكْرِك وَحُسْنِ عِبَادَتِك . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ ، وَحَدِيثُ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ : سَمِعْته صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ ….
“Apa yang diklaim olehnya (Ibnul Qayyim) berupa pengingkaran secara mutlak adalah hal yang tertolak. Telah shahih dari Mu’adz bin Jabal bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Wahai Mu’adz, Demi Allah saya benar-benar mencintaimu, Demi Allah saya benar-benar mencintaimu.” Lalu dia bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, jangan sampai kau tinggalkan pada setiap selesai shalat, ucapkanlah: “Allahumma A’inni ‘ala Dzikrika wa Syukrika wa Husni ‘Ibadatika.” (Ya Allah, tolonglah aku dalam mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan kebaikan ibadah kepadaMu). (HR. Abu Daud dan An Nasa’i). Juga hadits Zaid bin Arqam: “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa setelah shalat: Ya Allah Rabb kami, Rabb segala sesuatu.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan An Nasa’i … dst (Lihat Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Yang lebih benar dalam pembahasan ini adalah bahwa makna duburush shalah adalah setelah shalat/setelah salam. Hal ini bisa diketahui dari riwayat Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barang siapa yang bertasbih (membaca Subhanallah) pada setiap selesai shalat 33 kali, tahmid (membaca Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (membaca Allahu Akbar) 33 kali, dan semuanya berjumlah 99.” Nabi bersabda: “Disempurnakan menjadi 100 dengan membaca Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariikalah Lahul Mulku wa lahul Hamdu wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qadir, maka akan diampuni dosa-dosanya walau pun banyak seperti buih di lautan.” (HR. Muslim, No. 597. Imam Abu Daud, No. 1504. Imam Ahmad, No. 8478)
Lihat hadits ini, Rasulullah memerintahkan membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali pada setiap duburush shalah. Tentunya duburush shalah adalah setelah shalat (setelah salam), sebab doa-doa ini masyhur dari zaman ke zaman di seluruh dunia Islam, dibacanya setelah shalat selesai, bukan diakhir shalat sebelum salam. Imam At Tirmidzi pun memasukkan hadits ini dalam BAB MAA JA’A FI TASBIH FI ADBAR ASH SHALAH (Riwayat Tentang Bertasbih Setelah Shalat). Tak ada satu pun ulama yang mengatakan membaca dzikir ini adalah di akhir shalat sebelum salam.
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:
قُلْت : قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir saat duburish shalah, dan yang dimaksud adalah setelah salam menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Pandangan Para Ulama Ahlus Sunnah
Imam Al Bukhari, dalam kitab Shahih-nya, jauh sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan bahwa tidak ada berdoa setelah shalat wajib, telah menulis BAB AD DU’A BA’DA ASH SHALAH (Bab Tentang Doa Setelah Shalat).
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
قوله: “باب الدعاء بعد الصلاة” أي المكتوبة، وفي هذه الترجمة رد على من زعم أن الدعاء بعد الصلاة لا يشرع
“Ucapannya (Al Bukhari), “Bab Tentang Doa Setelah Shalat” yaitu shalat wajib. Pada bab ini, merupakan bantahan atas siapa saja yang menyangka bahwa berdoa setelah shalat tidak disyariatkan.” (Bantahan lengkap beliau terhadap Imam Ibnul Qayyim, lihat di Fathul Bari, 11/133-135. Darul Fikr)
Imam Ja’far Ash Shadiq Radhiallahu ‘Anhu berkata:
الدعاء بعد المكتوبة أفضل من الدعاء بعد النافلة كفضل المكتوبة على النافلة.
“Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana kelebihan shalat wajib atas shalat nafilah.” (Fathul Bari, 11/134. Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197. Darus Salafiyah. Lihat juga Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 10/94. Maktabah Ar Rusyd)
Sementara Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah juga mengatakan:
لا ريب في ثبوت الدعاء بعد الانصراف من الصلاة المكتوبة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قولاً وفعلاً، وقد ذكره الحافظ بن القيم أيضاً في زاد المعاد حيث قال في فصل: ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول بعد انصرافه من الصلاة ما لفظه: وقد ذكر أبو حاتم في صحيحه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول عند إنصرافه من صلاته اللهم أصلح لي ديني الذي جعلته عصمة أمري ، واصلح لي دنياي التي جعلت فيها معاشي…
“Tidak ragu lagi, kepastian adanya berdoa setelah selesai shalat wajib dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam baik secara ucapan atau perbuatan. Al Hafizh Ibnul Qayyim telah menyebutkan juga dalam Zaadul Ma’ad ketika dia berkata dalam pasal: Apa-apa Saja yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Ucapkan Setelah selesai shalat. Demikian bunyinya: Abu Hatim telah menyebutkan dalam Shahih-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata setelah selesai shalatnya: “Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya …” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi Rahimahullah :
“في دبر كل صلاة” : أي عقبها وخلفها أو في آخرها
“Pada dubur kulli ash shalah, yaitu setelah dan belakangnya, atau pada akhirnya.” (‘Aunul Ma’bud, 4/269. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Imam Badruddin Al ‘Aini juga juga mengatakan:
واستحباب المواظبة على الدعاء المذكور عقيب كل صلاةٍ
“Dan disunahkan menekuni doa dengan doa tersebut pada setiap selesai shalat.” (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 5/433. Maktabah Ar Rusyd)
Para ulama Kuwait, yang tergabung dalam Tim penyusun kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah mengatakan:
يُسْتَحَبُّ لِلإِْمَامِ وَالْمَأْمُومِينَ عَقِبَ الصَّلاَةِ ذِكْرُ اللَّهِ وَالدُّعَاءُ بِالأَْدْعِيَةِ الْمَأْثُورَةِ
“Disukai bagi imam dan makmum setelah selesai shalat untuk berdzikir kepada Allah dan berdoa dengan doa-doa ma’tsur.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/214. Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al Islamiyah)
Dalam kitab yang sama juga disebutkan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَا بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ مَوْطِنٌ مِنْ مَوَاطِنِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ
“Pendapat mayoritas fuqaha adalah bahwa waktu setelah shalat fardhu merupakan waktu di antara waktu-waktu dikabulkannya doa.” (Ibid, 39/227). Di halaman yang sama, dikutip perkataan Imam Mujahid sebagai berikut:
إِنَّ الصَّلَوَاتِ جُعِلَتْ فِي خَيْرِ الأَْوْقَاتِ فَعَلَيْكُمْ بِالدُّعَاءِ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ
“Sesungguhnya pada shalat itu, dijadikan sebagai waktu paling baik bagi kalian untuk berdoa, (yakni) setelah shalat.” (Ibid)
Demikianlah dalil-dalil yang sangat jelas tentang doa setelah shalat, tentang makna duburus shalah, dan pandangan para ulama tentang hal ini.
Kedua: Apakah Berdoa Setelah Shalat Juga Mengangkat Kedua Tangan?
Dalam masalah ini telah terjadi khilafiyah para ulama, walau saya memilih tidak melakukannya namun saya mengakui adanya pendapat yang membolehkan mengangkat tangan ketika berdoa setelah shalat. Secara ringkas saya ambil dari penjelasan Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah, katanya:
اعلم أن علماء أهل الحديث قد اختلفوا في هذا الزمان في أن الإمام إذا انصرف من الصلاة المكتوبة هل يجوز له أن يدعو رافعاً يديه ويؤمن من خلفه من المأمومين رافعي أيديهم فقال بعضهم بالجواز ، وقال بعضهم بعدم طناً منهم أنه بدعة ، قالوا إن ذلك لم يثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بسند صحيح بل هو أمر محدث وكل محدث بدعة وأما القائلون بالجواز فاستدلوا بخمسة أحاديث.…
“Ketahuilah, bahwa para ulama ahli hadits telah berbeda pendapat tenang seorang imam yang sudah selesai shalat wajib, bolehkah dia berdoa dengan mengangkat tangan dan diaminkan oleh makmum di belakangnya yang juga mengangkat tangan? Sebagian mereka mengatakan boleh, sebagian lain mengingkarinya dan menyatakan bid’ah. Mereka mengatakan sesungguhnya hal itu tidak ada yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad shahih. Bahkan itu adalah perkara baru, dan setiap yang baru adalah bid’ah. Ada pun kalangan yang membolehkan berdalil dengan lima hadits ..” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/198)
Lalu, Syaikh Al Mubarkafuri menyebutkan lima hadits itu secara rinci: (Saya akan sebutkan secara ringkas sebagai berikut)
- Hadits terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa setelah selesai shalat Nabi menghadap kiblat dan mengangkat tangan lalu mendoakan kebebasan bagi Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, dan Salamah bin Hisyam, serta kaum muslimin yang lemah, karena tidak mampu dan tidak ada petunjuk keluar dari mara bahaya orang kafir. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hal serupa, dan disebutkan bahwa itu setelah shalat zhuhur. Hadits ini memiliki syahid (penguat) dalam kitab shahih. Namun, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan, dalam sanad hadits ini terdapat Ali bin Zaid bin Jud’an seorang rawi yang diperbincangkan.
- Muhammad bin Yahya Al Aslami mengatakan: aku melihat Abdullah bin Az Zubeir, dia sedang memerhatkan seseorang yang berdoa mengangkat tangan sebelum shalat usai. Setelah itu beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah mengangkat tangannya dalam berdoa, kecuali setelah selesai shalat.” Al Haitsami mengatakan rijal hadits ini tsiqat (kredibel).
- Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wa Lailah, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang hamba menengadahkan tangannya setelah shalat lalu berdoa, “Ya Allah Tuhanku, Tuhannya Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Jibril, Mikail, …dst.” Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan dalam sanadnya terdapat Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Qursyi, seorang rawi yang didhaifkan para Imam seperti Ahmad, An Nasa’i, dan Ibnu Hibban,
- Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushannaf, dari Al Aswad Al ‘Amiri, dari ayahnya, katanya: Aku pernah shalat subuh bersama Rasulullah, setelah selesai shalat beliau mengangkat tangannya dan berdoa.” Hadits ini tidak disebutkan sanadnya, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan tidak diketahui shahih tidaknya hadits ini.
- Hadits Imam At Tirmidzi, dari Al Fadhl bin Abbas, bahwa Rasulullah mengatakan: “Shalat it dua rakaat dua rakaat, dalam dua rakaat ada satu tasyahhud, lakukanlah secara khusyu’, tadharru’, kemudian bedoa mengangkat kedua tangan, meninggikan keduanya menuju Rabbmu, menghadap kiblat dengan wajah dan badanmu, barangsiapa yang tidak demikian maka dia begini dan begini.” Dalam riwayat lain: “Tidak sempurna.”
Selain dengan lima hadits ini, kelompok ini juga berdalil dengan keumuman hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Mereka mengatakan bahwa berdoa setelah shalat wajib dianjurkan dengan mengangkat tangan, dan telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau berdoa setelah shalatnya, dan mengangkat kedua tangan merupakan adab berdoa. Dan telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan pada kebanyakan doanya, dan tidak ada larangan yang yang pasti tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah shalat wajib. Oleh karena itu kelompk ini membolehkannya.
Selain alasan-alasan ini, Syaikh Al Mubarkafuri juga melandaskannya dengan dalik-dalil lainnya. Setelah panjang lebar beliau menjelaskan, beliau berkesimpulan sebagai berikut:
قلت: القول الراجح عندي أن رفع اليدين في الدعاء بعد الصلاة جائز لو فعله أحد لا بأس عليه إن شاء الله تعالى والله تعالى أعلم.
“Aku berkata: “Pendapat yang rajih (kuat) menurutku adalah bahwa mengangkat kedua tangan setelah shalat wajib adalah boleh, walau dilakukan oleh seseorang saja, maka itu tidak mengapa. Insya Allah. Wallahu A’lam.” (Idem, 2/202)
Jadi, Syaikh Al Mubarkafuri hanya mengatakan kebolehan bagi satu orang yang berdoa setelah shalat wajib dengan mengangkat kedua tangannya, beliau tidak mengatakan sunah apalagi wajib. Tidak pula mengatakan berjamaah, tetapi seseorang saja. Bahkan, di halaman yang sama, beliau mengkritik kalangan hanafiyah modern yang mewajibkan secara tekun mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah usai shalat wajib. Demikian.