Sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin, Madinah Al-Munawwarah awalnya bernama Yatsrib. Nama Yatsrib berasal dari nama seorang dari Bangsa Amalek.[1]
Bangsa Amalek adalah suku bangsa yang berasal dari Mesapotamia Selatan yang memiliki pusat kekuasaan di Mesir dan kekuasaan yang juga tersebar di berbagai daerah, seperti Yaman, Suriah, Makkah, dan Yatsrib.[2] [3]
Bangsa Amalek terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang dipimpin oleh Al- Arqam bin Abu Al-Arqam dan kelompok yang dipimpin oleh Faleh. Pada tahun 1600 SM kelompok Faleh mengusir para pengikut Nabi Nuh ‘alaihis salam yang telah lebih dahulu menempati kota Yatsrib. Sejak saat itu, suku Amalek berhasil menguasai dan memerintah kota Yatsrib. [4] Mereka tinggal disana dalam waktu yang lama.
Kedatangan Yahudi ke Yatsrib
Saat orang-orang Yahudi meninggalkan Mesir bersama Nabi Musa ‘alaihis salam menuju tanah Kan’an (Palestina), mereka diperangi oleh Bangsa Amalek. Namun bangsa Yahudi berhasil mengalahkan mereka, dan membiarkan sebagiannya melarikan diri.
Atas perintah Tuhan, Musa memerintahkan kepada bangsa Yahudi untuk memusnahkan Bangsa Amalek sampai ke akar-akarnya.
Tentara Yahudi berhasil mengalahkan suku Amalek di Yatsrib, namun ketika menghabisi semua penduduk suku Amalek, kaum Yahudi yang diutus Nabi Musa tersebut menyisakan satu anak laki-laki keturunan Raja Amalek untuk hidup di Yatsrib. Hal ini diketahui oleh kaum Yahudi lainnya yang menunggu mereka di Palestina yang pada saat itu telah kehilangan Nabi Musa ‘alaihissalam [5]
Tentara Yahudi tersebut diketahui melanggar perintah Nabi Musa ‘alaihissalam, maka kaum Yahudi yang telah memasuki kawasan Palestina tepatnya di Syarqul Urdun tidak mengizinkan mereka untuk memasuki kawasan Palestina. Bala tentara tersebut diusir dan tidak diperkenankan untuk bergabung dan tinggal di Palestina. Karena hal ini akhirnya mereka memilih untuk kembali ke Yatsrib dan menetap disana.[6]
Kaum Yahudi yang menetap di Yatsrib mulai membangun pemerintahan dan memperkuat kedudukan. Mereka tidak mendapat hambatan yang berarti karena suku Amalek telah mereka perangi sebelumnya. Sementara mereka memperkuat kedudukannya, kaum Yahudi lainnya yang menetap di Palestina mendapat serangan dari Romawi. Orang–orang Romawi menghancurkan rumah- rumah Yahudi di Palestina, tentara Romawi juga menghancurkan tempat peribadatan mereka yaitu Haikal Sulaiman. Selain menghancurkan tempat peribadatan, orang-orang Romawi juga menghancurkan kerajaan Yahudi di Palestina dan mengganti nama kota Jerusalem menjadi Aelia Capitolina. Akibat dari peristiwa ini, sebagian kaum Yahudi melarikan diri dari Palestina menuju Hejaz.[7]
Kaum Yahudi yang melarikan diri dari Palestina diantaranya adalah suku Qainuqa’, Suku Quraizhah, dan suku Nadhir. Mereka berhasil sampai ke Yatsrib dan bergabung dengan kaum Yahudi lainnya yang sebelumnya telah menempati Yatsrib terlebih dahulu. Dengan kedatangan beberapa suku Yahudi dari Palestina, maka pemerintahan Yatsrib yang sebelumnya telah dibangun oleh sebagian kaum Yahudi menjadi semakin kuat, dan sejak itulah Yatsrib benar-benar telah berhasil dikuasai oleh kaum Yahudi.[8]
Kedatangan Suku Aus dan Khazraj ke Yatsrib
Sebelum datang ke Yatsrib, suku Aus dan Khazraj pernah mendiami Yaman. Mereka merupakan keturunan dari Banu Qahtan yang bertempat tinggal di Mesopotamia. Kedatangan mereka ke Yatsrib terkait dengan adanya musibah banjir besar yang terjadi di Yaman disebabkan robohnya bendungan Ma’rib.[9] Pada akhirnya mereka pindah ke Yatsrib untuk bertahan hidup.[10] Namun orang-orang Yahudi tidak memperlakukan suku Aus dan Khazraj dengan baik.
Robohnya bendungan Ma’rib juga menyebabkan perpindahan Bani Jafnah ke tanah Arab yang lain. Mereka berpindah ke utara ke suatu dataran di bagian selatan negeri Syam (Suriah) yang bernama Hauran, yang terletak di sebelah tenggara kota Damaskus. Di dataran Hauran inilah mereka menetap di sekitar mata air yang disebut dengan nama “Ghassan”, dan terkenalah mereka dengan sebutan “Ghasasinah” (orang-orang Ghassan). Lama-kelamaan Ghasasinah menjadi kuat dan dengan pertolongan bangsa Romawi. Mereka mendirikan kerajaan di daerah itu, kira-kira pada akhir abad ke-3 M. Kekuasaan mereka meluas dari Jaulan (Syarqil Urdun) sampai ke Tadmur (Palmyra).[11]
Suatu ketika pemimpin kaum Ghassan yang bernama Abu Jubailah mengetahui bahwa saudara-saudaranya, kaum Aus dan Khazraj, menderita ketika berada di Yatsrib, lalu Abu Jubailah pergi ke Yatsrib untuk melakukan tipu muslihat melemahkan kekuatan bangsa Yahudi.
Pembesar-pembesar Yahudi diundangnya untuk menemuinya. Kepada mereka Abu Jubailah mengemukakan maksud untuk berkenalan dan berbuat baik. Tanpa ada curiga para pemimpin Yahudi tersebut memenuhi undangan Abu Jubailah itu. Mereka dipersilahkan masuk seorang demi seorang. Lalu setiap orang yang masuk dibunuhnya, sampai kesemuanya mendapat giliran. Setelah beberapa lama tinggal di Yatsrib, Abu Jubailah bersama bala tentaranya kembali ke Ghassan.
Sejak kejadian itu, permusuhan antara suku Aus dan Khajraz dengan kaum Yahudi tidak dapat dihindarkan. Malik bin ‘Ajalan kembali melakukan tipu daya untuk menumpas pemimpin Yahudi yang tersisa. Ia mengulang tindakan yang dilakukan Abu Jubailah hingga sisa-sisa pemimpin Yahudi berhasil dibunuh. Maka, bangsa Yahudi Yatsrib telah kehilangan pemimpin-pemimpinnya. Berakhirlah kekuasaan kaum Yahudi di Yatsrib beralih kepada orang-orang Aus dan Khazraj.
Pada mulanya Aus dan Khazraj hidup berdampingan membagi kekuasaan dengan damai. Kemudian munculah perselisihan diantara mereka hingga terjadi peperangan, seperti perang Samir, Perang Hatib, dan lain-lain.
Akibat sering terjadinya peperangan, kehidupan mereka menjadi tidak damai, mereka selalu dicekam perasaan saling curiga. Dalam situasi demikian kedua suku mendekati orang-orang Yahudi dan membuat persekutuan. Suku Aus bersekutu dengan Bani Quraidhah, dan suku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa.[12]
Perseteruan kubu-kubu di Yatsrib terus berlangsung dalam masa yang sangat panjang, hingga pada musim haji tahun 620 M suku Aus dan Khazraj bertemu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Aqabah.
Mendengar dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka merasa tersentuh dan yakin bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan nabi yang sering disebut-sebut oleh kaum Yahudi. Mereka sangat mengharapkan kehadiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah peperangan yang terjadi di Yatsrib antara Aus dan Khazraj, mereka menginginkan adanya pemimpin yang dapat mendamaikan Aus dan Khazraj. Mereka lalu pulang ke Yatsrib dan mengabarkan kepada penduduk Yatsrib mengenai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Islam. Penduduk Yatsrib sangat antusias mendengar berita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka mengirim utusan yang diwakilkan oleh beberapa lelaki dari suku Aus dan Khazraj untuk menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah bertemu, mereka yakin untuk memeluk Islam dan mengajak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Yatsrib.[13]
Nama Yatsrib Dihapus!
Berikut hadits-hadits yang menyebutkan perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah,
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَهْدِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عُمَرَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنِ الْبَرَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمَّى الْمَدِينَةَ يَثْرِبَ فَلْيَسْتَغْفِرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ هِيَ طَابَةُ هِيَ طَابَةُ
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Mahdi] ia berkata, Telah menceritakan kepada kami [Shalih bin Umar] dari [Yazid bin Abu Ziyad] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari [Al Baraa`] ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menamai Madinah dengan Yatsrib, maka hendaklah beristighfar (meminta ampun) kepada Allah ‘azza wa jalla, nama lainnya adalah Thobah, nama lainnya adalah Thobah.” (HR. Ahmad)
حَدَّثَنَا بَهْزٌ وَسُرَيْجٌ قَالَا حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَقُولُونَ يَثْرِبَ وَالْمَدِينَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَمَّاهَا طَابَةَ قَالَ سُرَيْجٌ يَثْرِبُ الْمَدِينَةُ
Telah menceritakan kepada kami [Bahz] dan [Suraij] keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] dari [Simak] dari [Jabir bin Samurah] ia berkata: “Manusia sedang berbincang-bincang mengenai Yatsrib dan Madinah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala menamainya dengan Thabah.’ Suraij berkata, “Yatsrib itu adalah Madinah.” (HR. Ahmad)
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا الْحُبَابِ سَعِيدَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ بِقَرْيَةٍ تَأْكُلُ الْقُرَى يَقُولُونَ يَثْرِبَ وَهِيَ الْمَدِينَةُ تَنْفِي النَّاسَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
Dan Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id] dari [Malik bin Anas] sebagaimana yang telah dibacakan kepadanya dari [Yahya bin Sa’id] ia berkata, saya mendengar [Abul Hubab Sa’id bin Yasar] berkata, saya mendengar [Abu Hurairah] berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diperintah untuk hijrah ke suatu negeri yang akan menguasai negeri-negeri lain. Sebagian orang-orang munafik menamakannya, ‘Yatsrib’, dialah Madinah. Ia akan menghilangkan (para penjahatnya) sebagaimana tukang pandai besi menghilangkan kotoran besi.” (HR. Muslim)
Catatan Kaki:
[1] Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm, 81.
[2] Zuhairi Misrawi, Madinah Kota Suci Piagam Madinah dan Teladan Muhammad SAW, Jakarta: Buku Kompas, 2009, hlm.159
[3] Dalam https://www.churchofjesuschrist.org/ disebutkan, bangsa Amalek adalah suatu suku bangsa Arab yang tinggal di Gurun Paran antara Araba dan Mediterania. Mereka secara terus-menerus berperang dengan orang-orang Ibrani dari zaman Musa (Kel. 17:8) hingga Saul dan Daud (1 Sam. 15; 27:8; 30; 2 Sam. 8:11–12).
[4] Zuhairi Misrawi, Madinah Kota Suci Piagam Madinah dan Teladan Muhammad SAW, Jakarta: Buku Kompas, 2009, hlm.158.
[5] Prof. DR. H. Mukhtar Yahya, Perpindahan – Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 192.
[6] Prof. DR. H. Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm. 192.
[7] Ibid, hlm. 193.
[8] Ibid, hlm. 193.
[9] Lihat: Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm, 345
[10]Zuhairi Misrawi, Madinah, Kota suci, Piagam Madinah, Teladan Muhammad SAW, Jakarta:Kompas, 2009, hlm. 182.
[11] Lihat: Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm, 345
[12] Sejarah Kebudayaan Islam Periode Klasik, Ahmad Sugiri, hlm. 46 – 47
[13] Prof. DR. H. Mukhtar Yahya, Perpindahan – Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.207.