Partai Ennahda Tunisia mengumumkan seruan pembentukan pemerintahan politik baru dibawah perdana menteri Hichem Mechichi sebagai upaya solusi penyelesaian sejumlah krisis terutama tsunami covid-19 yang mengancam negara Afrika Utara tersebut.
Hampir semua pengamat sepakat bahwa pemerintahan teknokrat Tunisia saat ini dianggap tidak mampu menyelesaikan banyak krisis yang melanda Tunisia terutama tsunami covid-19 yang semakin tak terkendali dan membuat banyak rumah sakit kolaps.
Seruan pembentukan pemerintahan politik baru diumumkan oleh partai islam moderat Tunisia tersebut pasca terselenggaranya rapat musyawarah partai pada hari Senin (05/07/2021) lalu. Namun, seruan ini memicu perdebatan dikalangan rakyat Tunisia termasuk pertanyaan apakah pergantian pemerintahan baru merupakan solusi konkrit penyelesaian krisis atau justeru menambah konflik baru antara partai-partai politik.
Perdana Menteri Tunisia, Hichem Mechichi pada Agustus tahun lalu mengumumkan membentuk pemerintahan teknokratis. Teknokrasi sendiri merupakan bentuk pemerintahan ketika para pakar teknis menguasai pengambilan keputusan dalam bidangnya masing-masing. Insinyur, ilmuwan, profesional kesehatan, dan orang-orang yang punya pengetahuan, keahlian atau kemampuan akan membentuk badan pemerintahan. Namun Pemerintahan ini dianggap gagal menyajikan solusi mendesak untuk negara Afrika Utara itu ditengah ekonomi Tunisia yang semakin lesu dan semakin terpukul oleh pandemi virus covid-19.
Sejak awal, parta Ennahda sudah menyerukan pembentukan pemerintahan politik untuk Tunisia dan tidak menyetujui pembentukan pemerintahan teknokrat. Sebab, unsur politik adalah salah satu unsur penting dalam sebuah pemerintahan agar partai-partai politik lebih bertanggungjawab dalam mengemban tugasnya secara transparan dalam pemantauan rakyat.
Partai Islam Ennahda di Tunisia hingga hari ini masih terus menghadapi serangan partai dan kelompok sekuler liberal. Ennahda adalah pemenang pemilu dengan suara 23 persen pada pemilu legislatif Tunisia tahun 2019. Namun, kemenangan yang tidak mutlak itu meninggalkan kelompok sekuler dan liberal yang terus menentang peran politik Ennahda yang beraliran Islam. Kelompok anti Ennahda merupakan kekuatan politik yang sudah puluhan tahun bercokol di Tunisia.
Gempuran terhadap kebijakan politik Islam Ennahda memang seperti tak berhenti terjadi. Pertengahan 2019 lalu, pasca pelantikan Ghannouchi sebagai pimpinan Parlemen Tunisia, terjadi gerakan mosi tidak percaya terhadap Ghannouchi. Namun kubu sekuler harus gigit jari karena tak berhasil memenuhi kuota minimal dukungan 109 suara dari total 217 suara. Mereka hanya berhasil mengumpulkan 97 suara. Sementara 18 suara tidak sah, dan yang mendukung Ghannouchi 132 suara. Kubu pro Ennahda memang menang, tapi kubu sekuler menuduh angka suara yang dinyatakan tidak sah itu manipulasi.
Al-Jazeera – TRT Arabic.