Oleh: Ted Regencia
Pada akhir musim panas 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengungkapkan bahwa setidaknya satu juta orang Uighur telah ditahan di “pusat-pusat anti-ekstrimisme” di provinsi Xinjiang China. PBB mendorong perlakuan yang lebih pantas terhadap kelompok etnis Muslim yang dulu tidak dikenal itu yang kini menjadi sorotan dunia.
Laporan PBB juga mengungkapkan bahwa dua juta orang Uighur lainnya telah dipaksa masuk ke dalam apa yang disebut ‘kamp pendidikan ulang untuk indoktrinasi masalah politik dan budaya’ yang dimulai pada pertengahan 2017. Laporan lain menyebutkan angkanya mencapai satu juta.
Penahanan, pelatihan paksa, serta dugaan pelanggaran di dalam fasilitas tertutup pemerintah Cina tersebut kemudian disebut oleh Amerika Serikat dan banyak kelompok hak asasi manusia internasional sebagai bentuk genosida yang merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan”.
Pemerintah China telah menolak tuduhan itu dengan mengatakan bahwa kebijakannya terhadap Uighur dan minoritas Muslim lainnya yang tinggal di wilayah barat negeri itu, diperlukan untuk “memerangi ekstrimisme” dan untuk meningkatkan mobilitas ekonomi.
Tetapi dokumen rahasia yang kemudian ditemukan mengungkapkan “strategi yang disengaja” untuk mematikan dan menghapus etnis minoritas dan menghapus bahasa dan cara hidup mereka.
Siapa orang Uighur dan mengapa Beijing menindak mereka dalam beberapa tahun terakhir ini?
Penduduk asli Xinjiang
Uighur (kadang juga dieja dengan Uyghur) adalah kelompok etnis minoritas yang sebagian besar tinggal di wilayah otonomi Xinjiang, Republik Rakyat Cina. Penduduk suku Uighur mayoritas beragama Islam. Mereka telah mempraktikkan Islam selama berabad-abad, berawal dari pengaruh keagamaandari Karakhanid, sebuah wilayah kekuasaan Turki yang memerintah Asia Tengah dari abad ke-9 hingga ke-13. Pada abad-abad sebelumnya, orang Uighur mengikuti agama lain termasuk Zoroaster dan Budha.
Menurut catatan resmi China, terdapat 12 juta orang Uighur, yang merupakan setengah dari populasi penduduk Xinjiang.
Sebuah laporan baru-baru ini yang diterbitkan oleh kantor berita Cina Xinhua, mengutip diplomat China, Wang Yi, mengatakan bahwa populasi meningkat dari 5,5 juta menjadi 12 juta dalam 40 tahun terakhir.
Data sensus Cina 1953 dari Xinjiang tidak lengkap, tetapi menunjukkan bahwa 97 persen dari 1,5 juta orang di kota Kashgar adalah orang Uighur, sementara 99 persen dari 700.000 orang di Hotan adalah orang Uighur.
Kongres Uighur Dunia, sebuah kelompok orang buangan Uighur yang mengadvokasi hak asasi manusia di tanah air mereka, menyebutkan jumlah mereka sekitar 20 juta yang tinggal di dalam dan di luar China. Orang-orang Uighur berbicara dalam bahasa yang memiliki akar Bahasa Turki.
Xinjiang: Perbatasan baru
Sebagian besar orang Uighur di Cina tinggal di wilayah yang disebut Xinjiang. Ini merupakan istilah Cina yang berarti “perbatasan baru” atau “tanah perbatasan”. Karena lokasinya di sepanjang Jalur Sutra kuno, Xinjiang memiliki sejarah panjang migrasi silang oleh berbagai kelompok minoritas. Di Cina, secara resmi disebut sebagai Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR) sejak 1955.
Kelompok etnis lain termasuk Han, Kazakh, Kirgistan, Mongol, Tajik, Uzbek, dan Tatar juga tinggal di daerah tersebut.
Kebanyakan orang Uighur di Cina tinggal di wilayah yang disebut Xinjiang yang terletak di barat laut Cina. Provinsi ini mencakup lebih dari 1,6 juta km persegi (617.763 mil persegi) sebanding dengan Iran dalam hal luas daratan. Propinsi ini adalah wilayah terbesar di Cina dan merupakan seperenam dari seluruh wilayah daratan negara itu. Wilayah ini juga kaya akan minyak dan gas alam, juga menawarkan keindahan alam yang telah menarik minat para pembuat film internasional.
Pada tahun 1933, sebuah negara bernama Turkestan Timur yang merdeka secara singkat dideklarasikan oleh mayoritas Uighur saat itu, tetapi perbatasannya tidak menentu dan pasukannya segera dikalahkan oleh Pemerintah Cina yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek.
Sebuah republik Turkestan Timur kedua dideklarasikan pada tahun 1944 dengan dukungan Soviet. Tetapi pada tahun 1949, penguasa Komunis baru China, yang telah mengalahkan Chiang dalam perang saudara, mencaplok wilayah tersebut dengan dukungan Joseph Stalin, Presiden Uni Soviet saat itu, dan mengakhiri impian orang-orang Uighur akan tanah air yang merdeka.
Pemerintah Cina bersikeras memiliki klaim kuno atas Xinjiang – sejak 206 SM – dan menganggapnya sebagai “bagian tak terpisahkan dari bangsa China”. Orang-orang Uighur tidak setuju, dengan mengatakan bahwa perbatasan di wilayah itu telah ditarik dan digambar ulang selama berabad-abad, tergantung pada kekuatan dominan, termasuk Mongol dan Karakhanid wilayah Turki. Orang-orang Uighur di luar negeri juga mengatakan bahwa agama, bahasa, dan praktik budaya mereka dengan jelas membedakan Xinjiang dari bagian China lainnya.
Sumber: Al Jazeera