Sebelum Muhammadiyah berdiri, penyebaran nilai-nilai Islam lebih banyak terpusat di lingkungan pondok pesantren. Di sana, para kiai mengajarkan nilai-nilai Islam kepada santri ataupun masyarakat secara mandiri datang meminta fatwa. Namun, tidak semua warga masyarakat mau aktif berkonsultasi ihwal nilai-nilai Islam kepada Kiai di pesantren.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan Muhammadiyah melalui KH. Ahmad Dahlan telah meletakan pondasi pembaharuan di bidang tabligh ke ruang publik. Kiai Dahlan setiap waktu berkeliling menyampaikan risalah Islam bahkan sampai Garut, Cianjur, Sumatera, Batavia, Pekalongan, Banyuwangi dan lain sebagainya.
“Perjalanan Kiai Dahlan untuk menyampaikan ajaran Islam sebagaimana menjadi misi utama Muhammadiyah saat itu, maka boleh dikatakan sebagai sebuah perintisan dakwah di ruang publik atau tabligh di ruang publik,” ungkap Haedar.
Di Yogyakarta sendiri, kata Haedar, Kiai Dahlan menyelenggarakan pengajian Malam Selasa dan Malam Jumat. Apa yang dilakukan Kiai Dahlan ini secara pro aktif menunjukkan bahwa memang sudah seharusnya Kiai-lah yang mendatangi masyarakat, bukan sebaliknya.
Menurut Haedar, kebutuhan untuk dakwah di ruang publik saat itu memiliki konteks yang pas sebab misionaris dan zending sedang gencar-gencarnya menyebarkan paham agama lain di Nusantara. Para misionaris tersebut masuk ke pelosok-pelosok desa dengan tujuan mengubah agama penduduk lokal. Kiai Dahlan juga turut melakukan hal yang sama, namun dengan misi menyebarkan nilai-nilai Islam sampai ke jantung masyarakat
Usaha tabligh yang dilakukan Kiai Dahlan ini kemudian dilembagakan pada 17 Juni 1920. Pada hari tersebut, Kiai Dahlan menggelar rapat pertemuan dengan 200 anggota Muhammadiyah yang menghasilkan keputusan membentuk empat bagian divisi dakwah, yaitu bagian Tabligh, bagian Sekolahan, bagian Pustaka dan bagian PKO. Saat itu, Kiai Ahmad Dahlan mengamanahi Kiai Fachrodin untuk mengepalai bagian Tabligh, Kiai Hisyam pada bagian Sekolahan, Kiai Muchtar pada bagian Pustaka dan Kiai Syudjak pada bagian PKO.
“Dalam konteks ini maka kita bisa melihat betapa rintisan awal tabligh di ruang publik ini merupakan upaya yang sifatnya progresif dari gerakan tablgih Muhammadiyah. Dan tentu semangat ini sejalan dengan Sabda Rasul, yaitu sampaikan biarpun satu ayat,” ujar Haedar.