Partai En-Nahdha Tunisia beberapa hari lalu membentuk komite untuk mengelola krisis dan mencari solusi, pemahaman bersama untuk menghindari semakin terpuruknya negara itu serta mengembalikan kelembagaan ke situasi normal.
Gerakan Ennahda Tunisia mengumumkan Senin (23/08/21) dalam pers rilisnya bahwa ketuanya Rached Ghannouchi memutuskan untuk memberhentikan semua anggota kantor eksekutif dan akan membentuknya kembali dalam bentuk yang sesuai dengan tuntutan fase (terakhir) serta mampu mencapai efisiensi yang diperlukan.
Rilis itu mengatakan, Ketua (partai) merasa perlu untuk menyampaikan terima kasihnya kepada semua anggota kantor atas upaya mereka dalam menjalankan semua yang ditugaskan untuk mereka. Ia (Ghannouchi) mengajak mereka untuk tetap melanjutkan semua tugas mereka sampai pembentukan kantor baru.”
Rilis tersebut menambahkan, “Ketua gerakan (yang juga memimpin parlemen Tunisia yang dibekukan) menegaskan untuk tetap dilanjutkannya tugas komite manajemen krisis politik yang dipimpin oleh Saudara Muhammad al-Qumani agar terus berkontribusi mengeluarkan negara dari situasi luar biasa (krisis) yang dihadapinya.”
Gerakan En-Nahdha beberapa hari lalu membentuk komite untuk mengelola krisis dan mencari solusi, pemahaman bersama untuk menghindari semakin terpuruknya negara itu dan mengembalikan situasi kelembagaan ke situasi normal.
Langkah En-Nahdha membentuk komite terjadi setelah beberapa anggota parlemen En-Nahdha baru-baru ini menyerukan perlunya mengakui kesalahan – oleh para pemimpinnya – yang ikut berkontribusi pada penurunan popularitas (partai) dan elektabilitasnya.
Tunisia telah berada dalam krisis politik parah sejak Presiden Kais Saied 25 Juli lalu memutuskan untuk memberhentikan Perdana Menteri Hichem Mechichi, membekukan Parlemen untuk jangka waktu 30 hari (berakhir Rabu), mencabut kekebalan politik para anggotanya, dan kemudian mengeluarkan perintah untuk memberhentikan beberapa pejabat dan mengangkat yang lainnya.
Tetapi mayoritas partai termasuk En-Nahdha menolak keputusan itu dan menganggapnya sebagai “kudeta terhadap konstitusi”. Sementara beberapa partai lain justeru mendukungnya dan melihatnya sebagai “arah baru” dalam perbaikan politik, ekonomi serta krisis kesehatan (akibat pandemi covid).
Sumber : Al Jazeera.