Perdana Menteri Libya, Abdel Hamid Dbeibeh Sabtu kemarin menuntut agar diambil tindakan hukum yang cepat terkait bentrokan Tripoli.
Tuntutan itu disampaikan Dbeibeh dalam pertemuannya dengan Jaksa Umum Militer, Massoud Arhouma, sehari setelah bentrokan terjadi di selatan Tripoli pada hari Jumat (03/09/21) menurut sebuah pernyataan oleh kantor media Dbeibeh.
Pada hari Jumat, bentrokan bersenjata antara ‘Tim Tempur Brigade 444’ dan pasukan ‘Dukungan Stabilitas’ dari otoritas Libya terjadi di ibukota Tripoli. Sementara itu, Dewan Presiden menyerukan pada hari yang sama untuk menghentikan bentrokan dan dikembalikannya pasukan ke barak mereka.
Dbeibeh menyerukan, menurut pernyataan itu, “untuk mempercepat penyelidikan yang sedang berlangsung terkait dengan bentrokan yang terjadi di daerah Salahudin, pada hari Jumat, serta meminta untuk mengambil tindakan hukum yang diperlukan.”
Pada hari Jumat, Misi Dukungan PBB di Libya menyatakan keprihatinannya tentang bentrokan ini.
Selama bertahun-tahun, negara kaya minyak itu menderita konflik bersenjata. Dengan campur tangan negara-negara Arab dan Barat, tentara bayaran dan pejuang asing, milisi pensiunan Mayor Jenderal Khalifa Haftar berperang melawan Pemerintah Kesepakatan Nasional atau The Government of National Accord (GNA) yang diakui secara internasional.
Beberapa bulan lalu, sebuah terobosan politik terjadi di Libya. Pada 16 Maret, otoritas transisi terpilih yang terdiri dari pemerintah persatuan nasional dan dewan presiden menjalankan tugasnya untuk memimpin negara itu ke pemilu parlemen dan pilpres yang akan dilakukan Desember mendatang.
Sumber: Anadolu Agency.