Kabinet Sudan memutuskan pada hari Selasa (05/10/21) untuk membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok, untuk menghubungi komponen militer Dewan Kedaulatan untuk menyepakati solusi praktis terkait krisis di wilayah timur negara itu.
Setelah pertemuan tersebut, Dewan Menteri mengatakan dalam sebuah pernyataannya bahwa mereka telah membahas krisis di wilayah timur negara itu berupa penutupan pelabuhan dan pemblokiran jalan yang menghubungkan wilayah Laut Merah dengan negara bagian lainnya oleh dewan kabilah-kabilah di wilayah timur. Pernyataan itu juga menegaskan kembali pentingnya keadilan terkait krisis di wilayah timur dan prioritasnya wilayah itu karena erat kaitannya dengan masalah politik, sosial dan pembangunan untuk warga negara di wilayah timur.
Dewan Menteri mengeluarkan keputusan membentuk komite yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdullah Hamdok yang beranggotakan sejumlah menteri untuk menghubungi komponen militer Dewan Kedaulatan demi menyepakati solusi praktis untuk isu-isu tersebut.
Selama masa transisi, Sudan menjalankan pemerintahan sipil dan Dewan Kedaulatan/militer (setingkat presiden) yang terdiri dari 14 anggota, 5 militer, 6 warga sipil, dan 3 dari gerakan bersenjata.
Pada hari Selasa, Dewan Tertinggi kabilah-kabilah Beja mengatakan dalam sebuah pernyataannya bahwa penutupan pelabuhan dan jalan antara ibukota Khartoum dan kota strategis Port Sudan tidak mencakup obat-obatan dan bantuan-bantuan, kontainer-kontainer organisasi internasional dan PBB. Dewan tertinggi tokoh-tokoh kabilah yang memimpin protes di Sudan timur melemparkan tanggungjawab kepada pemerintah atas krisis obat-obatan di negara itu.
Sejak 17 September lalu, dewan kabilah wilayah Timur telah menutup semua pelabuhan di Laut Merah dan jalan utama antara Khartoum dan Port Sudan, sebagai protes terhadap apa yang dikatakan sebagai marginalisasi pembangunan yang diderita oleh wilayah timur.
Pemerintah Sudan telah menandatangani perjanjian damai dengan gerakan bersenjata. Dan sebagai kompensasi dan jaminan untuk wilayah Timur yang terikat dengan perjanjian ini, dewan kabilah menyerukan diadakannya konferensi nasional khusus krisis untuk wilayah timur agar disetujuinya proyek pembangunan di wilayah itu.
Sejak 21 Agustus 2019, Sudan telah berada dalam masa transisi yang rencananya akan diakhiri dengan pemilihan umum pada awal tahun 2024. Dimasa transisi, kekuasaan dibagi antara militer, kekuatan sipil dan gerakan bersenjata yang menandatangani perjanjian damai.
Beberapa waktu lalu, Sudan juga menghadapi percobaan kudeta yang gagal dan setelahnya, statemen dari militer yang menyalahkan komponen sipil yang sibuk memperebutkan kursi telah menyebabkan krisis kepercayaan baru antara militer dan sipil di negara itu.
Sumber: Aljazeera.