Tragedi Perang Jamal
Ketika Utsman dibunuh, ‘Aisyah sedang berada di Makkah. Ia mendapat berita pembunuhan itu dalam perjalanan pulang ke Madinah, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Makkah.
Di Makkah, Aisyah bertemu dengan Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Al-Awwam yang datang ke Makkah untuk melaksanakan umrah. Mereka berembuk, akhirnya mengahasilkan kesepakatan untuk menuntut balas terhadap pembunuh Utsman. Mereka bergerak menuju Bashrah bersama orang-orang yang mendukungnya.
Sebelum datang ke Makkah, Thalhah dan Az-Zubair sempat berdialog dengan ‘Ali bin Abi Thalib tentang hukuman qishash kepada para pembunuh Utsman, dan mereka sepakat terhadap pertimbangan ‘Ali. Namun, setelah berdialog dengan ‘Aisyah mereka menyesal karena tidak dapat membela Utsman; mereka pun merasa berdosa karena terfitnah oleh isu-isu tentang Utsman.
Tuduhan-tuduhan Batil
Seorang cendekiawan Mesir, Thaha Husain, dalam bukunya Al-Fitnatul Kubra menyebutkan bahwa ‘Aisyah melakukan pergerakan ke Bashrah itu karena melampiaskan sakit hati kepada ‘Ali dalam peristiwa Haditsul Ifki, sehingga ia ingin mengacaukan kepemimpinannya. Ini tuduhan batil, dialog pasca perang Jamal yang akan dikemukakan nanti menjadi bukti kebatilan tuduhan ini.
Dalam buku itu disebutkan pula, Thalhah dan Az-Zubair ‘menyerang’ Ali karena kekecewaan tidak diangkat sebagai kepala daerah. Ini tidak benar, bahkan mereka berdua sebelumnya pernah menolak dibaiat jadi khalifah. Bagaimana mungkin mengejar-ngejar jabatan kepala daerah.
Tuduhan lain, Thalhah dan Az-Zubair ‘menyerang’ Ali karena dipaksa membaiat ‘Ali. Ini juga batil, bahkan mereka berdua termasuk yang mendorong ‘Ali agar bersedia dibaiat. Adapun yang telat membaiat bukan hanya mereka, ada juga sahabat-sahabat lain: Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Umar, Hasan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik, Abu Sa’id Al-Khudri, Muhammad bin Maslamah, An-Nu’man bin Basyir, dan lain-lain.
Bergerak ke Bashrah
Ibnul Atsir dalam Al-Kamil fit Tarikh menyebutkan, Aisyah, Thalhah, dan Zubair bergerak ke Bashrah bersama 1.000 orang pasukan. Menyusul kemudian 3.000 orang lainnya. Saat mendekati Bashrah jumlah mereka mencapai 30.000 orang.
Di Oase Bani Amir
Dalam perjalanannya menuju Bashrah, Aisyah melewati oase Bani Amir sebagaimana disebutkan riwayat berikut.
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ لَمَّا أَقْبَلَتْ عَائِشَةُ بَلَغَتْ مِيَاهَ بَنِي عَامِرٍ لَيْلًا نَبَحَتْ الْكِلَابُ قَالَتْ أَيُّ مَاءٍ هَذَا قَالُوا مَاءُ الْحَوْأَبِ قَالَتْ مَا أَظُنُّنِي إِلَّا أَنِّي رَاجِعَةٌ فَقَالَ بَعْضُ مَنْ كَانَ مَعَهَا بَلْ تَقْدَمِينَ فَيَرَاكِ الْمُسْلِمُونَ فَيُصْلِحُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ذَاتَ بَيْنِهِمْ قَالَتْ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنَا ذَاتَ يَوْمٍ كَيْفَ بِإِحْدَاكُنَّ تَنْبَحُ عَلَيْهَا كِلَابُ الْحَوْأَبِ
Telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Isma’il] Telah menceritakan kepada kami [Qais], dia berkata; “Ketika [Aisyah] ingin mengambil air di oase Bani Amir pada malam hari, banyak anjing menggonggong. (Aisyah) Berkata; “Air apa ini.” mereka menjawab; “Air Hauab.” Dia berkata; “Aku tidak berpikir panjang lagi kecuali aku harus pulang.” Sebagian orang yang bersamanya berkata; “Tidak, majulah terus, kaum muslimin akan selalu mengawasimu dan Allah Azza wa jalla akan memperbaiki tentang urusan mereka.” Dia berkata; “Sungguh suatu ketika Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam pernah bersabda kepada kami; Apa yang telah dilakukan salah seorang diantara kalian hingga anjing-anjing hauab menggonggong?.”
Memasuki Bashrah
Sebelum memasuki Bashrah, ‘Aisyah ditemui di Al-Hafir oleh utusan Utsman bin Hanif (Walikota Bashrah), sahabat nabi, Amr bin Al-Hashin,dan seorang tabi’in, Al-Aswad Ad-Du’ali untuk mennanyakan maksud kedatangannya ke Bashrah.
Setelah mendengar alasan ketiga tokoh tersebut, Utsman bin Hunaif berkata: “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un! Perang akan berkobar, demi Rabb Ka’bah.” Ia lalu berupaya mencegah rombongan ini.
Mendengar kedatangan ‘Aisyah, penduduk Bashrah terbagi menjadi 3 kelompok: Kelompok yang mendukung gerakan ‘Aisyah, kelompok yang mengikuti Utsman bin Hanif yang menentang gerakan ‘Aisyah, dan kelompok yang tidak berpihak kepada kedua kelompok di atas.
Perang Az-Zabuqah
Berikutnya terjadi bentrokan dengan rombongan Aisyah ini karena Hakim bin Jabalah Al-Abdi (termasuk tokoh pemberontakan kepada Utsman) keluar menghadang dan melakukan penyerangan kepada rombongan Aisyah. Pasukan Hakim pun menolak ajakan perundingan. Ketika pasukan Bashrah dikalahkan pasukan ‘Aisyah, barulah mereka bersedia melakukan perundingan.
Mendengar kabar bentrokan ini, pasukan ‘Ali bin Abi Thalib yang tadinya bergerak dari Kufah ke Syam, akhirnya berbelok menuju Bashrah.
Pergerakan ‘Ali ke Bashrah
Di Bashrah terjadi lagi bentrokan antara pasukan Utsman bin Hunaif dengan pasukan ‘Aisyah sehingga Utsman bin Hunaif sempat disekap, namun kemudian dibebaskan atas perintah ‘Aisyah.
Ali bin Abi Thalib mengutus Qa’qa bin Amir kepada ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair. Setelah terjadi dialog, mereka bersepakat untuk menyerahkan urusan ini kepada Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Hal ini menjadi bukti kebenaran sikap ‘Ali sejak awal, dan bukti niat baik ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair.
Ahlul Fitnah Merencanakan Makar
Kesepakatan yang terjadi antara pihak ‘Ali dan ‘Aisyah menjadi ancaman bagi ahlul fitnah (Ibnu Sauda/Abdullah bin Saba, Ulba bin al-Haitsam, Salim bin Tsa’labah, Syuraih bin Aufa, al-Aystar, dan lain-lain). Di dalam Tarikh At-Thabari dan Al-Kamil fit Tarikh Ibnul Atsir disebutkan bahwa Al-Asytar An-Nakha’i sempat mengusulkan agar mereka melakukan pembunuhan kepada ‘Ali bin Abi Thalib tapi ditolak oleh Abdullah bin Saba, karena ia menghendaki kekacauan yang lebih besar.
Makar Penyusupan
Mereka merencanakan makar untuk melakukan penyusupan dan mengobarkan peperangan.
Ibnul Atsir berkata, “Mereka mulai bergerak di saat gelap pagi. Orang-orang pun tak menyadari pergerakan mereka. Mereka menyusup dalam jumlah bertahap di waktu yang gelap. Pemberontak dari kalangan Bani Mudhar, masuk ke Bani Mudhar. Yang dari Bani Rabi’ah, masuk ke Bani Rabi’ah. Yang dari Yaman, bergabung dengan penduduk Yaman. Mereka bawakan senjata untuk setiap kelompok. Lalu mereka provokasi orang-orang Bashrah (Pasukan Jamal). Dan memprovokasi semua kelompok yang mereka susupi.” (Ibnul Atsir: al-Kamil fi at-Tarikh, 2/45).
Pertempuran Pecah!
Melihat kondisi tersebut, pihak Ali menyangka kalau pihak ‘Aisyah telah berkhianat. Sebagaimana juga pihak ‘Aisyah menyangka pihak Ali telah berkhianat.
Ketika pecah pertempuran, baik ‘Ali maupun ‘Aisyah berupaya menghentikan peperangan. ‘Aisyah menyuruh Ka’b bin Sur (qadhi Bashrah) untuk membawa mushaf dan mengajak mereka yang bertikai untuk menghentikan peperangan. Akan tetapi Ka’b dibunuh oleh para penyusup yakni pengikut Abdullah bin Saba’. Pertempuran berhenti setelah unta yang ditunggangi ‘Aisyah berhasil dilukai atas perintah ‘Ali demi menyelamatkannya.
Penyesalan Kedua Belah Pihak
Seusai pertempuran ‘Aisyah berkata: “Demi Allah, aku benar-benar berharap sudah meninggal 20 tahun sebelum hari ini.” Ali bin Abi Thalib pun mengucapkan kata-kata yang sama. Hal ini disebutkan dalam Tarikh At-Thabari.
‘Aisyah berkata: “Wahai anak-anakku, janganlah kalian saling mencela satu sama lain. Demi Allah, yang terjadi antara aku dan ‘Ali, layaknya masalah yang terjadi antara perempuan dan saudara-saudara lelakinya…”
‘Ali bin Abi Thalib berkata, “Ia berkata benar, demi Allah, masalah aku dengan dirinya hanyalah seperti itu. Dan sungguh ia adalah istri Nabi kalian di dunia dan akhirat.” (lihat: Al-Kamil fit Tarikh, Ibnul Atsir)
Pasca peperangan, ‘Ali memperlakukan ‘Aisyah dengan baik, dan membantu kepulangannya ke Madinah ditemani sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, serta dibekalinya 12.000 dirham dan berbagai kebutuhan (kendaraan, bekal makanan, dan barang lainnya).
Bukti Kebenaran Nabi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada ‘Ali bahwasanya akan terjadi perkara antara dia dengan ‘Aisyah. Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Rafi’, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada ‘Ali bin Abi Thalib:
إِنَّهُ سَيَكُونُ بَيْنَكَ وَبَيْنَ عَائِشَةَ أَمْرٌ، قَالَ: أَنَا يَا رَسُـولَ اللهِ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَأَنَا أَشْقَاهُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: لاَ، وَلَكِنْ إِذَا كَانَ ذَلِكَ؛ فَارْدُدْهَا إِلَى مَأْمَنِهَا. “
Sesungguhnya akan terjadi perkara di antara engkau dengan ‘Aisyah.” Dia berkata, “Aku, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Betul.” Dia berkata, “Kalau begitu aku mencelakakan mereka wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Tidak, akan tetapi jika hal itu terjadi, maka kembalikanlah ia ke tempatnya yang aman.’” (Musnad Imam Ahmad)
Wallahu A’lam….