(Masa kekhalifahan Muawiyah bin Yazid [64 H] dan Marwan bin Al-Hakam [64 – 65 H])
Muawiyah II Mundur dari Jabatan Khalifah
Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah bin Abu Sufyan. Ibunya bernama Ummu Hasyim binti Abu Hasyim bin Utbah bin Rabi’ah. Ia dipanggil: Abu Abdurrahman atau Abu Yazid.
Diangkat menjadi putera mahkota untuk menggantikan ayahnya sebagai khalifah. Dibaiat pada 14 Rabi’ul Awwal 64 H / 12 Nopember 683 M. Tapi ia tidak mengambil tanggung jawab jabatan itu dan menyatakan keengganannya.
Muawiyah bin Yazid berpidato menyampaikan pengunduran dirinya, “Wahai kaum, aku diangkat untuk memimpin kalian, padahal aku tidak sanggup menjalankannya. Jika kalian mau aku akan meninggalkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang kuat sebagaimana As-Shiddiq menyerahkannya kepada Umar. Atau jika kalian mau, aku akan meninggalkannya untuk dimusyawarahkan enam orang, sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khatab. Hanya saja tidak ada diantara kalian yang layak untuk itu. Aku telah meninggalkan urusan kalian, maka angkatlah orang yang layak sebagai pemimpin kalian.”
Kemudian Muawiyah II turun dari mimbar dan masuk rumahnya. Sejak saat itu ia tidak keluar lagi hingga ajal menjemputnya. (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 8: 238)
Dampak Pengunduran Diri Muawiyah II
Muawiyah II mengundurkan diri dari jabatan khalifah karena tidak menerima perubahan metode pengangkatan pemimpin dari permusyawaratan menjadi pewarisan. Ia pun menolak pengangkatan salah seorang anggota keluarganya.
Masa jabatan Muawiyah bin Yazid diperselisihkan sejarawan, ada yang mengatakan 40 hari, adapula yang mengatakan 4 bulan. Usia Muawiyah II saat dibaiat pun diperselisihkan, yakni antara 18 – 21 tahun.
Pengunduran diri Muawiyah II menimbulkan krisis dan konflik antara Bani Umayyah dan Ibnu Az-Zubair.
Siapa Ibnu Az-Zubair?
Namanya Abdullah bin Az-Zubair bin Al-Awwam bin Khuwailid Al-Asadi. Ibunya Asma’ binti Abu Bakar As-Shiddiq
Abdullah dilahirkan pada 1 H. Ia adalah bayi muslim pertama yang dilahirkan di Madinah sejak kaum muslimin hijrah ke kota itu. Ada yang mengatakan bahwa Ummul Mu’minin Aisyah biasa dipanggil Ummu Abdillah karena dihubungkan kepadanya.
Abdullah berjumpa dengan nabi sekitar 10 tahun, meriwayatkan hadits dari Rasulullah, beberapa hadits dari Az-Zubair, Abu Bakar, ‘Aisyah, Umar, Utsman.
Di masa remajanya ia turut dalam perang Yarmuk, dan pada masa Utsman ia turut serta dalam penyerbuan Ifriqiyyah.
Ketika terjadi pengepungan kediaman Utsman (35 H), ia turut membela Utsman, kemudian ia masuk dalam pasukan Az-Zubair, Thalhah, dan Aisyah dalam Perang Jamal.
Di era Muawiyah ia turut serta dalam pertempuran di Ifriqiyyah dan penyerbuan Konstantinopel.
Konflik Abdullah bin Zubair dengan Daulah Bani Umayyah
Saat Muawiyah menunjuk Yazid menjadi putra mahkota, Abdullah bin Az-Zubair menentangnya. Saat Yazid mengirim utusan ke Madinah untuk meminta baiat, Abdullah bin Az-Zubair tidak segera membaiatnya, ia lalu berlindung ke Makkah. Sementara Al-Husain pergi ke Kufah untuk menerima baiat penduduknya.
Sepeninggal Al-Husain, masyarakat berkumpul memihak Abdullah. Yazid melalui Walikota Madinah, Amru bin Sa’id Al Ash mengirim pasukan Amr bin Az-Zubair (adik Abdullah) untuk menjemput paksa Abdullah bin Az-Zubair. Namun gagal.
Muslim bin Uqbah, pasca menumpas pemberontakan warga Madinah, berencana menyerang Abdullah di Makkah. Namun di tengah perjalanan wafat, sehingga kepemimpinan pasukan diambil alih oleh Al-Hushain bin Numair As-Sakuni.
Pada 26 Muharram 64 H (24 September 683 M), pasukan Al-Hushain mengepung Abdullah bin Az-Zubair selama 64 hari. Terjadi saling serang dengan menggunakan Manjaniq ke Ka’bah dari Gunung Qubais, sampai-sampai menimbulkan kebakaran di Masjidil Haram.
Pada 14 Rabi’ul Awwal 64 H (31 Oktober 683 M) Yazid wafat. Al-Hushain bin Numair meminta Abdullah bin Az-Zubair untuk berdialog. Al-Hushain bersedia membaiat Abdullah dan memintanya untuk datang ke Syam seraya berdamai pasca bentrokan, tapi Abdullah menolaknya.
Sayangnya Abdullah bin Az-Zubair hanya puas dengan menerima kedatangan utusan dari beberapa daerah yang sukarela membaiatnya sambil tetap berada di Makkah. Lalu para tokoh Bani Umayyah yang ada di Madinah yakni Marwan bin Al-Hakam dan putranya Abdul Malik malah diusir dari Madinah, padahal dengan begitu Bani Umayyah menjadi memiliki kesempatan untuk berkonsolidasi.
Pemimpin Sementara Bani Umayyah
Pemimpin sementara Bani Umayyah pasca pengunduran diri Muawiyah bin Yazid adalah Ad-Dhahhak bin Qais Al-Fihri hingga dibaiatnya Marwan bin Al-Hakam dalam Konferensi Al-Jabiyah pada Dzulqa’dah 64 H / Juni 684 M.
Marwan bin Al-Hakam
Marwan bin Al-Hakam bin Abul Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu Manaf Al-Quraisyi Al-Umawi. Panggilannya: Abu Abdul Malik, Abul Hakam, Abul Qasim.
Ia termasuk sahabat nabi (dilahirkan 4 bulan setelah kelahiran Abdullah bin Az-Zubair yang lahir tahun 1 H). Marwan berusia 10 tahun saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat menggolongkan Marwan sebagai tabi’in angkatan pertama.
Marwan meriwayatkan hadits dari Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah. Ia juga meriwayatkan hadits dari sejumlah sahabat senior (Umar, Utsman, Ali, Zaid, dan Busairah). Sejumlah tabi’in meriwayatkan hadits darinya: Abdul Malik, Sahl bin Sa’ad, Sa’ad bin Musayyab, Urwah bin Az-Zubair, Ali bin Al-Husain, Mujahid, dan sebagainya.
Marwan disebut sebagai pemimpin pemuda Quraisy. Pasca pertempuran Jamal, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang kabar Marwan yang bergabung dengan pasukan Jamal, “Sungguh aku merasa kasihan kepadanya. Ia adalah salah satu pemimpin pemuda Quraisy.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 8: 257; Siyar A’lam An-Nubala, 3: 477)
Ad-Dzahabi berkata: “Ia (Marwan) adalah orang yang ksatria, pemberani, cerdik, dan cerdas.”
As-Syafi’i meriwayatkan bahwa Al-Hasan dan Al-Husain pernah shalat di belakang Marwan ketika Marwan menjabat Walikota Madinah.
Marwan pernah menjadi Sekretaris Utsman bin Affan, bergabung dengan Pasukan Jamal, berbaiat kepada Ali dan tidak terlibat pertempuran Shiffin bersama Muawiyah.
Pada masa kekhalifahan Muawiyah, Marwan beberapa kali menjabat menjadi walikota Madinah bergantian dengan Sa’id Al-Ash.
Ia yang pertama kali menyatukan ukuran standar sha’, yang kemudian dikenal dengan sha’ Marwan (1 sha adalah 4 mud, kl 3 kg).
Marwan dan Kekhalifahan
Saat Muawiyah II menolak amanah kekhalifahan, Abdullah bin Az-Zubair memanfaatkan situasi itu untuk menyatakan dirinya sebagai khalifah di Makkah. Pembaiatan kepada Ibn Zubair berdatangan dari Irak, Mesir, dan bahkan dari Syam. Saat itu Syam terbagi menjadi dua kubu: Pendukung Ibnu Az-Zubair yang dipimpin Adh-Dhahak bin Qais; Pendukung Bani Umayyah dipimpin Hassan bin Malik Al-Kalbi.
Marwan diusir dari Madinah oleh Ibnu Az-Zubair. Ia pergi ke Syam yang kemudian didapatinya sedang kacau. Terbersitlah dalam pikirannya untuk membaiat Abdullah bin Az-Zubair.
Dalam situasi kacau, pemuka Bani Umayyah, Al-Hushain bin Numair As-Sakuni dan Ubaidillah bin Ziyad, tidak henti-hentinya menggelorakan semangat juang Bani Umayyah dan fanatisme mereka, terutama kepada Marwan sehingga ia bersedia memikirkan jabatan Khalifah.
Situasi Krisis di Syam
Suku Qais di Syam telah membaiat Abdullah bin Az-Zubair, sedangkan orang-orang Yaman (loyalis Bani Umayyah) terbagi menjadi dua kelompok:
- Satu kelompok dipimpin Hassan bin Malik bin Bahdal Al-Kalabi dan Malik bin Hubairah As-Sakuni yang cenderung membaiat Khalid bin Yazid bin Muawiyah.
- Kelompok kedua dipimpin Rauh bin Zinbagh Al-Judzami dan Al-Hushain bin Numair As-Sakuni, didukung Ubaidillah bin Ziyad, cenderung membaiat Marwan.
Setelah perdebatan panjang dan negosiasi yang alot, pendukung Marwan dapat mendominasi. Mereka berargumen Khalid bin Yazid masih terlalu muda dan tidak sebanding dengan Abdullah bin Az-Zubair.
Kemudian disepakati ‘win-win solution’: Marwan dibaiat sebagai khalifah, dan setelah itu estafet kekhalifahan diserahkan kepada Khalid bin Yazid, dan selanjutnya kepada ‘Amr bin Sa’id Al-Asydaq. Mereka bersepakat mematangkan kesepakatan itu dalam konferensi Al-Jabiyah.
Adh-Dhahak bin Qais (Walikota Damaskus, pemimpin yang telah membaiat Abdullah bin Zubair) menarik dukungannya dan kembali memihak Bani Umayyah. Ia pun berniat menghadiri Konferensi Al-Jabiyah. Namun hal itu tidak dapat direalisasikannya karena tekanan dari para pendukungnya, terutama Tsaur bin Ma’an As-Sulami, agar tetap mendukung Abdullah bin Zubair.
Bani Umayyah melanjutkan agenda mereka dan berhasil mengadakan konferensi bersejarah di Al-Jabiyah guna membaiat Marwan bin Al-Hakam sebagai khalifah pada 3 Dzulqa’dah 64 H (25 Juni 684 M).
Pertempuran Marj Rahith
Marwan bersama para pendukungnya berhasil menguasai Damaskus dan mengusir para pejabat Ad-Dhahhak. Ia lalu bergerak ke Marj Rahith bersama para pendukungnya yang terdiri dari suku-suku Yaman (Kalb, Ghassan, As-Sakasik, As-Sakun) untuk menghadapi An-Nu’man bin Basyir Al-Anshari (Walikota Homs), Zufr bin Al-Harits Al-Kilabi (Walikota Qinnasrin), dan Ad-Dhahhak bin Qais (Walikota Damaskus).
Terjadilah pertempuran di penghujung tahun 64 H yang berlangsung 20 hari. Marwan berhasil memperoleh kemenangan dan semakin mengokohkan pemerintahannya di Syam.
Menguasai Mesir
Marwan bersama Amr bin Said, Khalid bin Yazid bin Muawiyah, Hasan bin Malik, Malik bin Hubairah, dan Abdul Aziz putranya bergerak ke Mesir untuk merebutnya dari para loyalis Abdullah bin Az-Zubair. Penguasaan wilayah Mesir ini tidak sulit karena sebagian besar warganya cenderung pada Bani Umayyah. Baiat yang mereka lakukan bagi Abdullah bin Az-Zubair tidak tulus dan karena terpaksa.
Abdurrahman bin Jahdam (gubernur Mesir yang diangkat Abdullah bin Az-Zubair) menghadapi pasukan Marwan dan ia dikalahkan lalu melarikan diri dari Mesir, setelah itu datang untuk meminta pengampunan dari Marwan.
Mesir dapat dikuasai oleh Marwan pada bulan Jumadil Akhir tahun 65 H (Januari 685 M), tinggal disana selama 9 bulan, lalu menugasi Abdul Aziz putranya sebagai gubernur.
Marwan bin Al-Hakam kembali ke negeri Syam untuk menghadapi Abdullah bin Az-Zubair. Namun Marwan lebih dahulu wafat pada 3 Ramadhan 65 H (13 April 685 M).
Sebelum wafat ia sempat mengadakan kesepakatan dengan tokoh-tokoh utama negeri Syam, khususnya dengan Hasan bin Malik (pendukung utama Khalid bin Yazid), meyakinkan mereka bahwa Khalid tidak kompeten menghadapi Abdullah bin Az-Zubair. Ia meyakinkan mereka untuk membaiat Abdul Malik bin Marwan, dan selanjutnya Abdul Aziz bin Marwan. Adapun hasil Konferensi Al-Jabiyah dianggap resolusi darurat.
Inilah diantara prestasi Marwan bin Al-Hakam: berhasil mendirikan kembali Daulah Bani Umayyah. Ia mewariskan kepada Abdul Malik tugas untuk menyatukan kembali daulah Islam.