Senantiasa berbuat baik
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِير
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman, 31: 14)
وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْكُمْ وَأَنْتُمْ مُعْرِضُونَ
Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS. Al-Baqarah, 2: 83)
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al-An’am, 6: 151)
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (QS. An-Nisa, 4: 36)
Tidak patuh pada kemusyrikan mereka, namun tetap bergaul dengan baik
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orangtuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabu, 29: 8).
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman, 31:15)
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ قُرَيْشٍ إِذْ عَاهَدَهُمْ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ
Dari Asma` binti Abu Bakar ia berkata, “(Ketika terjadi gencatan senjata dengan kaum Quraisy) ibuku mendatangiku yang ketika itu masih musyrik. Lalu aku meminta pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, Ibuku mendatangiku karena rindu padaku. Bolehkah aku menjalin silaturahmi dengan Ibuku?’ Beliau menjawab, ‘Ya, sambunglah silaturahmi dengan ibumu.’” (HR. Muslim)
Durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُنَبِّئُكُم بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلاَثًا قُلْنَا : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ : أَلأِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ، وَشَهَادَةُ الزُّوُرِ، فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا : لَيْتَهُ سَكَتَ
Maukah aku beritahukan kepadamu sebesar-besar dosa yang paling besar, tiga kali (beliau ulangi). Sahabat berkata, ‘Baiklah, ya Rasulullah’, bersabda Nabi. “Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua, serta camkanlah, dan saksi palsu dan perkataan bohong”. Maka Nabi selalu megulangi, “Dan persaksian palsu”, sehingga kami berkata, “semoga Nabi diam” (Hadits Riwayat Bukhari 3/151-152 -Fathul Baari 5/261 No. 2654, dan Muslim 87)
Selalu berkata lemah lembut kepada kedua orang tua
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra, 17: 23)
Merendahkan diri yakni bersikap sopan di hadapan mereka
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’” (QS. Al-Isra, 17: 24)
Berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan amal yang dicintai Allah SWT
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai Allah?’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa lagi?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya lagi: ‘Kemudian amal apa lagi? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Jihad di jalan Allah’. (Setelah menyampaikan hadits ini) Abdullah nin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Telah disampaikan kepadaku dari Rasuluullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hal-hal ini, seandainya aku menambah pertanyaan (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tentu akan ditambahkan kepadaku jawaban lainnya” (HR.Bukhari)
Berbuat baik kepada orangtua lebih diutamakan dari jihad
Abdullah bin Ash ia berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَاسْتَأْذَنَهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَىٌّ وَالِدَاكَ . قَالَ نَعَمْ . قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu meminta kepada beliau untuk berjihad. Maka beliau bersabda, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau pun bersabda, ‘Maka bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada keduanya.’” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
أَقْبَلَ رَجُلٌ إِلَى نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ أُبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ أَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ. قَالَ فَهَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ أَحَدٌ حَىٌّ. قَالَ نَعَمْ بَلْ كِلاَهُمَا. قَالَ فَتَبْتَغِى الأَجْرَ مِنَ اللَّهِ. قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَارْجِعْ إِلَى وَالِدَيْكَ فَأَحْسِنْ صُحْبَتَهُمَا
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Saya berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan berjihad, aku mengharapkan pahala dari Allah.” Beliau bertanya, “Apakah salah satu orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab, “Ya, bahkan keduanya masih hidup.” Rasulullah bertanya lagi, “Maka apakah kamu masih akan mencari pahala dari Allah?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda, “Pulanglah kepada kedua orang tuamu lalu berbuat baiklah dalam mempergauli mereka.” (HR. Muslim)
أَنَّ جَاهِمَةَ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ فَقَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا
Jahimah pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku ingin berperang dan sungguh aku datang untuk meminta pendapatmu.” Beliau bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau pun bersabda, “Tetaplah bersamanya karena sesungguhnya surga ada di kakinya.” (HR. Ibnu Majah dan An Nasa’i)
Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah termasuk akhlak para nabi
Allah Ta’ala menyebut Nabi Yahya bin Zakariya ‘alaihimas salam dengan ungkapan,
وَبَرًّا بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا
“Dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.” (QS. Maryam: 14)
Juga menceritakan tentang Nabi Isa ‘alaihis salam dengan ungkapan,
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ مَا دُمْتُ حَيًّا وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
“Berkata Isa: ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.’” (QS. Maryam: 30-32)
Menjadi sebab diampuninya dosa besar
أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أَصَبْتُ ذَنْبًا عَظِيمًا فَهَلْ لِى مِنْ تَوْبَةٍ قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ. قَالَ لاَ. قَالَ هَلْ لَكَ مِنْ خَالَةٍ. قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَبِرَّهَا
Seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Sesungguhnya aku telah melakukan satu dosa yang sangat besar. Apakah aku bisa bertaubat?” Beliau balik bertanya, “Apakah engkau masih memiliki ibu?” ia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau masih memiliki bibi (saudari ibu)?” Ia menjawab, “Ya.” Maka beliau bersabda, “Berbaktilah kepadanya.” (HR. Tirmidzi)
Menjadi sebab dipanjangkannya umur dan ditambahnya rizki
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِى عُمْرِهِ وَيُزَادَ لَهُ فِى رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan ditambah rezekinya, maka hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim” (HR. Ahmad)
Berbuat baik kepada kedua orang tua adalah bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menjadi sebab teraihnya keridhaan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَاعَةُ اللَّهِ طَاعَةُ الْوَالِدِ، وَمَعْصِيَةُ اللَّهِ مَعْصِيَةُ الْوَالِدِ
“Taat kepada Allah (salah satu bentuknya) adalah taat kepada orang tua. Durhaka terhadap Allah (salah satu bentuknya) adalah durhaka kepada orang tua” (HR. Thabrani)
رِضَا الرَّبِّ فِى رِضَا الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِى سَخَطِ الْوَالِدِ
“Keridhaan Tuhan ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Tuhan ada pada kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)
Menjadi amal yang menghantarkan ke surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ »
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
“Orang tua adalah paling pertengahan dari pintu-pintu surga. Jika kamu mau, sia-siakanlah pintu itu (kau tidak mendapat surga) atau jagalah ia (untuk mendapatkan pintu surga itu).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Mengutamakan Ibu dalam berbakti kepada orang tua
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »
“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِأُمَّهَاتِكُمْ ثَلَاثًا إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِآبَائِكُمْ إِنَّ اللَّهَ يُوصِيكُمْ بِالْأَقْرَبِ فَالْأَقْرَبِ
“Sesungguhnya Allah telah mewasiyatkan kalian supaya berbakti kepada ibu-ibu kalian -beliau mengucapkan hingga tiga kali-, berbakti kepada bapak-bapak kalian, berbakti kepada kaum kerabat kalian, lalu kepada kerabat yang lebih dekat lagi.” (HR. Ibnu Majah)
Senantiasa mendoakan orang tua
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al-Ahqaf, 46: 15)
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (QS. Ibrahim, 14: 41)
Durhaka kepada kedua orang tua akan disegerakan hukumannya di dunia
عَن أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قال : كلُّ ذنوبٍ يؤخِرُ اللهُ منها ما شاءَ إلى يومِ القيامةِ إلَّا البَغيَ، وعقوقَ الوالدَينِ، أو قطيعةَ الرَّحمِ، يُعجِلُ لصاحبِها في الدُّنيا قبلَ المَوتِ
Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap dosa akan di akhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga hari kiamat, kecuali al-baghy (zalim), durhaka kepada orang tua dan memutuskan silaturahim, Allah akan menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.” (HR Al Hakim, Al Mustadrak No 7345).
Tetap berbuat baik kepada mereka meskipun mereka telah wafat
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,
بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ».
“Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya (yaitu dengan) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.’” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)