(136-158 H / 754-775 M)
Nama lengkapnya Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali. Nama gelarnya Al-Manshur. Lahir di Hamimah pada 101 H (714 M). Ibunya merupakan seorang ummu walad bernama Salamah.
Ia dibaiat menjadi khalifah pada hari kematian saudaranya, Abul Abbas As-Saffah, pada 13 Dzulhijjah 136 H / 13 Juni 754 M.
Rival Politik Al-Manshur
Abu Ja’far Al-Manshur menjabat sebagai khalifah saat pemerintahan Abbasiyah belum stabil. Ancaman yang menghantuinya bukanlah dari sisa-sisa Bani Umayyah, tapi justru dari ‘kawan seperjuangan’ yang kini menjadi rival politik:
- Pamannya sendiri, yakni Abdullah bin Ali. Dialah orang yang berjasa memobilisir pasukan Khurasan, Syam, Al-Jazirah, dan Mosul dalam pemberontakan kepada Bani Umayyah.
- Abu Musa Al-Khurasani, yang dikhawatirkan menginginkan pemerintahan otonom dan mencabut dukungan terhadap Al-Manshur.
- Bani Ali bin Abi Thalib, yang selalu mendapat tempat di masyarakat dan dikhawatirkan akan melakukan kudeta.
Abdullah bin Ali
Saat Abul Abbas As-Saffah wafat, Abdullah bin Ali membaiat dirinya sendiri menjadi khalifah. Maka, Abu Ja’far Al-Manshur mengutus Abu Muslim Al-Khurasani untuk menyerang Abdullah bin Ali.
Saat itu Abdullah bin Ali telah memobilisasi pasukannya, melengkapi persenjataan, logistik, dan membuat parit di wilayah Harran. Pasukannya terdiri dari pasukan Syam, Al-Jazirah, dan Khurasan. Karena khawatir pasukan Khurasan akan berbelot, Abdullah kemudian membunuh mereka.
Abdullah bin Ali meninggalkan Harran menuju Nasibin dan mendirikan pangkalan militer. Abu Muslim kemudian melancarkan strategi untuk melemahkan Abdullah bin Ali. Ia mengirim surat yang menyatakan bahwa ia tidak diperintahkan memerangi pasukan Abdullah bin Ali, namun ia diangkat menjadi walikota Syam.
Dengan begitu, pasukan Syam mendesak Abdullah bin Ali agar segera bergerak ke Syam untuk menyelamatkan keluarga mereka. Dengan terpaksa Abdullah bin Ali meninggalkan banteng yang kokoh yang telah disiapkannya. Sementara itu Abu Muslim segera memasuki banteng tersebut.
Peperangan berlangsung 6 bulan hingga pasukan Abdullah bin Ali dapat dikalahkan dan ia melarikan diri ke Irak, setelah itu ke Bashrah yang dikuasai saudaranya: Sulaiman bin Ali.
Abdullah bin Ali akhirnya diserahkan kepada Abu Ja’far Al-Manshur dan dipenjarankannya hingga Abdullah bin Ali wafat di penjara pada tahun 147 H.
Pembunuhan Abu Muslim Al-Khurasani
Ketika Abdullah bin Ali berhasil dikalahkan, Abu Ja’far Al-Manshur mengutus seseorang untuk menghitung ghanimah. Hal ini menyebabkan Abu Muslim marah karena merasa tidak dipercaya oleh Abu Ja’far.
Untuk menjauhkan Abu Muslim dari wilayah Khurasan, Abu Ja’far menyatakan mengangkat Abu Muslim menjadi walikota Mesir dan Syam. Namun Abu Muslim bersikeras bergerak ke Khurasan.
Guna melakukan tipu daya, Abu Ja’far pergi ke Mada’in dan memanggil Abu Muslim agar menemuinya disana. Abu Muslim menolak, sementara Abu Ja’far mulai mengancam. Lalu Abu Muslim mencoba bernegosiasi dengan khalifah agar ia diberi wewenang memerintah di Khurasan selama ia hidup. Abu Ja’far mengingatkan Abu Muslim untuk tidak melawan khalifah dan bersikeras agar ia mau menghadapnya di Mada’in. Setelah menghadap khalifah, Abu Muslim kemudian dibunuh dengan tipu daya.
Pendukung Ahlul Bait Pada Masa Al-Manshur
Pendukung Ahlul Bait terbagi dalam tiga kelompok:
- Syiah Imamiyah, yang meyakini bahwa pemimpin umat haruslah berasal dari keturunan Fathimah binti Muhammad. Pada masa Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur, mereka mengangkat Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Al-Husain yang tidak menghendaki kegaduhan dan huru-hara.
- Syiah Zaidiyah, yang memiliki keyakinan seperti syiah Imamiyah, namun menegaskan bahwa yang dipilih menjadi imam adalah mereka yang memenuhi syarat karakteristik sebagai pemimpin. Mereka adalah pengikut Zaid bin Ali dan putranya Yahya.
- Kelompok yang mendukung kepemimpinan Ahlul Bait tanpa membatasinya dari keturunan Fathimah. Mereka inilah yang mendukung Bani Abbasiyah.
Muhammad bin Abdullah bin Al-Hasan
Muhammad bin Abdullah bin Al-Hasan bin Zaid bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah tokoh yang dipilih Bani Hasyim untuk menjabat Khalifah di masa akhir Bani Umayyah. Diantara orang yang membaiatnya adalah Abu Ja’far Al-Manshur.
Ketika pemerintahan Bani Abbasiyah berdiri, Muhammad bin Abdullah tidak membaiat Abul Abbas As-Saffah, juga tidak membaiat Abu Ja’far Al-Manshur.
Saat ke Madinah, Abu Ja’far Al-Manshur berusaha menghadapkan Muhammad bin Abdullah dan Ibrahim bin Abdullah. Namun Bani Hasyim melindungi dan menyembunyikannya. Abu Ja’far Al-Manshur kemudian memerintahkan penangkapan terhadap semua Bani Al-Hasan yang berjumlah sekitar 13 orang lelaki dan memenjarakannya di penjara Riyah bin Utsman di Madinah.
Pada tahun 144 H / 761 M para tahanan dibawa ke Irak dan dipenjarakan di istana Ibnu Hubairah, mereka disiksa dan sebagian besar wafat di penjara.
Pemberontakan
Tindakan sewenang-wenang itu membuat Muhammad bin Abdullah muncul ke permukaan untuk melakukan pemberontakan pada Rajab 145 H (September 762 M).
Pada masa itu, Imam Malik pernah ditanya tentang keikutsertaan dalam pemberontakan Muhammad bin Abdullah, “Sesungguhnya pada leher kami terdapat baiat terhadap Al-Manshur.”, Imam Malik menjawab, “Sesungguhnya kalian membaiatnya dalam keadaan terpaksa. Orang yang dipaksa tidak sah sumpahnya.”
Untuk menumpas Muhammad bin Abdullah, Abu Ja’far Al-Manshur mengirim Isa bin Muhammad. Ia tiba di Madinah pada 12 Ramadhan 145 H (7 Desember 762 M), lalu mengirim surat kepada Muhammad bin Abdullah untuk menyerah, namun ditolaknya.
Terjadilah pertempuran yang sangat tidak berimbang hingga Muhammad bin Abdullah terbunuh pada 14 Ramadhan 145 H (9 Desember 762 M). Sementara itu adiknya, Ibrahim bin Abdullah, berhasil dibunuh di Bashrah pada 5 Dzulhijjah 145 H (27 Februari 763 M)
Jabatan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur dikenal ada 5 jabatan pemerintahan:
- Al-Wazir (menteri).
- Al-Hajib (penjaga pintu gerbang).
- Al-Katib (sekretaris).
- As-Syurthah (polisi keamanan)
- Al-Qadhi (hakim)
Selain 5 jabatan tersebut terdapat petugas-petugas dalam pemerintahan, diantaranya adalah: pemungut pajak dan petugas pos (pewarta).
Baghdad: Ibu Kota Kekhalifahan
Abu Ja’far Al-Manshur awalnya mendatangi sebuah tempat yang dinilainya sangat strategis bersama pasukannya. Ia memerintahkan penggambaran kota berbentuk melingkar dengan dua lapis benteng dengan empat pintu gerbang.
Pembangunan kota ini menghabiskan dana sekitar 18 juta dinar sebagaimana dikemukakan Yaqut Al-Hamawi. Di kota ini ditempatkan para ulama, juga dibangun berbagai macam fasilitas perniagaan, pasar, peleburan uang, masjid, pemandian, toko-toko, dlsb.
Kegiatan Abu Ja’far Al-Manshur
Di pagi hari, Abu Ja’far mengurus segala masalah pemerintahan. Lalu bada Ashar ia berbincang-bincang dengan keluarga dan orang-orang dekatnya. Selanjutnya ba’da Isya, ia mengecek surat-surat laporan. Adapun di sepertiga malam pertama beristirahat, dan di sepertiga malam kedua melaksanakan shalat malam hingga shubuh.
Pembangunan
Pada 151 H (769 M) Al-Manshur membangun Kota Rushafah untuk anaknya yang bernama Al-Mahdi. Ia juga membangun Kota Mashishah, Rafiqah dan perluasan Masjidil Haram.
Pada masa itu pula Abu Ja’far Al-Manshurmemerintahkan agar bangsa Arab mempelajari ilmu-ilmu dari bangsa Yunani klasik dan Persia. Perhatiannya pada ilmu pengetahuan mendorong dirinya berinisiatif membangun pusat peneropongan bintang.
Wafatnya Al-Manshur
Pada Syawal tahun 158 H (Agustus 775 M), Abu Ja’far menunaikan ibadah haji berangkat dari Madinatus Salam (Baghdad). Ketika sampai di Kufah ia merasakan sakit. Namun ia tetap meneruskan perjalanan. Aakhirnya ia wafat pada 6 Dzulhijjah 158 H (10 Oktober 775 M) tanpa ada yang mendampinginya kecuali Ar-Rabi’, ajudannya. Saat wafat, Al-Manshur meninggalkan 8 orang anak dari 4 orang istri.