(158 – 169 H / 775 – 785 M)
Muhammad Al-Mahdi bin Al-Manshur. Ibunya bernama Arwa binti Manshur Al-Himyariyah. Lahir pada 126 H (744 M) di Hamimah.
Ketika kekhalifahan Bani Abbasiyah berdiri, usianya baru 6 tahun. Ketika ayahnya menjadi khalifah usianya baru 10 tahun. Pada tahun 141 H (758 M), saat usianya mencapai 15 tahun, ia diberi tugas oleh ayahnya memimpin pasukan menuju Khurasan, dan singgah di Rayy ketika terjadi pemberontakan Abdul Jabbar bin Abdurrahman (Gubernur Khurasan yang diangkat Abu Ja’far Al-Manshur). Setelah itu ia diperintahkan menyerang Thabaristan dan kembali pada 144 H (761 M)
Al-Mahdi menikah dengan Rithah binti Abul Abbas As-Saffah.
Tahun 147 H (764 M), Al-Mahdi diresmikan sebagai putra mahkota. Setelah itu menetap di Rayy hingga tahun 151 H (768 M). Pada tahun itulah dibangun Ar-Rushafah baginya dan pasukannya.
Tahun 153 H (770 M) Al-Mahdi diangkat sebagai Amirul Hajj. Tahun 155 H (772 M) ia membangun Kota Ar-Rafiqah yang meniru kota Baghdad.
Pembaiatan Al-Mahdi
Pasca wafatnya Khalifah Abu Ja’far Al-Manshur, Ar-Rabi (ajudan Al-Manshur) mengambil baiat untuk Al-Mahdi dari Bani Hasyim dan para komandan yang menyertai Al-Manshur. Ar-Rabi juga menginformasikan wafatnya Al-Manshur ke Madinatus Salam (Baghdad), maka penduduk Baghdad pun membaiatnya.
Pemerintahan di Sekitar Kawasan
Saat Al-Mahdi menjadi khalifah, penguasa di sekitar kawasan yang memerintah adalah: Abdurrahman Al-Awwal di Andalusia, Charlemagne di Perancis, Lion IV (775 – 780 M) dan Konstantin VI di Romawi Timur
Kebijakan Al-Mahdi
Pada masa pemerintahan Al-Mahdi, Bani Abbasiyah cenderung lebih stabil dari pemerintahan sebelumnya. Masyarakat hidup lebih nyaman.
Di awal pemerintahannya Al-Mahdi melakukan pembebasan tahanan politik. Selanjutnya ia pun membangun Infrastruktur seperti tempat-tempat singgah di sepanjang rute menuju Makkah dengan ukuran dan jumlah yang lebih besar dibandingkan tempat singgah yang pernah dibangun As-Saffah dari Qadisiyah hingga Zabalah; membangun bak penampungan di setiap mata air yang dapat dimanfaatkan dengan lebih mudah dan praktis oleh berbagai kafilah; membangun jaringan pos antara kota Madinah, Makkah, dan Yaman; kandang-kandang unta, penggalian sumur; renovasi Masjidil Haram; dan rumah layanan pengaduan masyarakat.
Al-Mahdi memerintahkan pembuatan bangunan di pinggir jalan agar masyarakat dapat mengadukan keluhan dan persengketaan mereka. Bahkan Al-Mahdi sering melayani langsung pengaduan dari masyarakat tersebut, hingga adakalanya terjadi petugasnya menerima uang pelicin untuk mendahulukan giliran pengaduan.
Selain itu Al-Mahdi juga mengatur penanganan para napi dan penderita kusta.
Menumpas Kaum Zindiq
Al-Mahdi bersemangat menumpas kaum zindiq yang dilaporkan kepadanya. Dedengkot kaum zindiq yang menghebohkan pada masa Al-Mahdi adalah Al-Muqni Al-Khurasani yang mempopulerkan ide reinkarnasi. Ia mempelajari sihir dan mengaku sebagai tuhan, ia mengatakan bahwa Allah menjelma dalam sosok Nabi Adam, karena itulah Allah berfirman kepada para malaikat: ‘Bersujudlah’…kemudian Nabi Adam bereinkarnasi menjadi sosok Nabi Nuh, para filosof, hingga Abu Muslim Al-Khurasani, yang kemudian bereinkarnasi kepada dirinya. Orang-orang yang mempercayainya kemudian menyembahnya. (lihat: Syadzarat Adz-Dzahabi fi Akhbar Man Dzahab, 1/239)
Kementerian
Kementerian pada masa Al-Mahdi bertugas mengumpulkan pajak, mengatur departemen-departemen, dan menyusun berbagai aturan.
Perdana menteri pada masa Al-Mahdi adalah seorang penulis yang popular, cerdik, faqih, dan berwawasan luas, yaitu: Abu Ubaidillah Muawiyah bin Yassar. Ia mengubah sistem pembayaran pajak menjadi kharaj al-muqassamah (pajak berdasarkan hasil prosentase hasil panen), yang awalnya kharaj al-wadzhifah (pajak berdasarkan luas tanah). Muawiyah bin Yassar menulis sebuah buku tentang perpajakan secara rinci. Ia adalah tokoh pertama yang menulis tentang tema ini.
Perseteruan Pejabat: Ar-Rabi’ dengan Muawiyah bin Yassar
Ar-Rabi’ (ajudan Al-Manshur) pernah tersinggung oleh Abu Ubaidillah Muawiyah bin Yassar karena dianggap angkuh (bertindak protokoler) dan tidak menghargai Ar-Rabi’ dengan penerimaan yang baik.
Ar-Rabi’ membalas tindakan itu dengan melaporkan tuduhan kepada anak Abu Ubaidillah Muawiyah bin Yassar sebagai zindiq. Hingga anaknya itu dihukum mati dan Al-Mahdi yang khawatir pembalasan Abu Ubaidillah kemudian mengasingkannya. Hal ini terjadi tahun 161 H (778 M) hingga wafatnya dipengasingan tahun 170 H (787 M)
Abdullah Ya’qub bin Dawud bin Thuhman
Ia adalah tawanan politik karena pernah bergabung dengan Muhammad dan Ibrahim bin Abdullah bin Al-Hasan bin Zaid bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia dibebaskan oleh Al-Mahdi, bahkan diangkat menjadi perdana menteri dengan kekuasaan yang besar menggantikan Abu Ubaidillah Muawiyah bin Yassar. Diantara inisiatif Abdullah Ya’qub adalah membentuk Diwan Al-Azmah (Depatemen Penanganan Krisis). Pejabat pertamanya adalah Umar bin Bazigh.
Tingginya kedudukan Abdullah Ya’qub menimbulkan hasad diantara loyalis Al-Mahdi hingga dilakukanlah upaya adu domba. Ia dituduh bersekongkol dengan Ishaq bin Al-Fadl yang berambisi merebut kekhalifahan. Secara kebetulan saat tuduhan itu disampaikan kepada Al-Mahdi, Abdullah bin Ya’qub meminta kepada Al-Mahdi kekuasaan atas wilayah Mesir untuk Ishaq bin Al-Fadl. Ia kemudian dijebloskan lagi ke dalam penjara. Para pendukungnya pun diberhentikan dari berbagai jabatan. Ini terjadi pada 166 H (783 M). Perdana menteri selanjutnya yang menggantikannya adalah Al-Faidh bin Abu Shaleh.
Penyerangan ke India
Pada tahun 160 H (777 M) dengan kekuatan 9200 personil, Abdul Malik bin Syihab Al-Masma’i, diperintahkan untuk menyerang India. Namun penyerangan/pengepungan ini tidak berlanjut karena serangan angin topan dan badai.
Penyerangan ke Romawi
Tahun 163 H (780 M), Al-Mahdi memerintahkan putranya Harun Ar-Rasyid untuk menyerang daerah As-Shaifah (bagian kanan: pesisir Anatolia; bagian kiri: daratan Anatolia). Maka dikuasailah beberapa daerah dan benteng Samala setelah pengepungan 38 hari dan melontarnya dengan manjaniq.
Tahun 165 H (782 M), kembali Harun Ar-Rasyid melancarkan serangan ke As-Shaifah hingga mencapai teluk Al-Bahr di Konstantinopel. Hal ini memaksa Romawi, di bawah pimpinan Ratu Irene, meminta damai dan membayar jizyah.
Pada tahun 168 H (785 M) sebelum berakhir gencatan senjata, Romawi bermaksud berkhianat namun akhirnya kembali melaksanakan gencatan senjata setelah dikirim pasukan tempur di bawah pimpinan Ali bin Sulaiman (Walikota Al-Jazirah) dan Yazid bin Bad (Walikota Qinnasrin).
Putra Mahkota
Al-Mahdi mencabut pencalonan putra mahkota dari Isa bin Musa bin Ali dan dilimpahkan kepada putranya, Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid.
Wafatnya Al-Mahdi
Pada tahun 169 H (785 M) ia pergi ke Jurjan. Ketika sampai di Masbadzan (wilayah Irak) ia wafat di sebuah kampung bernama Ar-Raudz pada 19 Muharram 169 H (4 Agustus 785 M)