Matan Hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya setiap hari tatkala matahari terbit. Mendamaikan dengan adil antara dua orang adalah sedekah. Membantu orang untuk menaiki kendaraannya atau menaikan kekayaannya ke atasnya adalah sedekah. Barkata-kata yang baik adalah sedekah. Setiap langkah yang diayunkan menuju shalat adalah sedekah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.
Takhrij Hadits:
- Imam Al Bukhari dalam Shahihnya No. 2989
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1009
- Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 8608
- Imam Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 1645
- Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 7609, Al Arba’un Ash Shughra No. 96
- Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 1493
Kandungan Hadits Secara Umum:
Ada banyak pelajaran dalam hadits ini, di antaranya:
- Anjuran untuk bersedekah setiap hari sejumlah ruas tulang yang kita miliki. Itu merupakan wujud syukur kita kepada Allah Ta’ala atas nikmat kesempurnaan susunan tulang yang mengkokohkan tubuh kita.
Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah mengatakan:
أن تركيب عظام الآدمي وسلامتها من أعظم نعم الله تعالى عليه ، فيحتاج كل عظم منها إلى تصدق عنه بخصوصه ليتم شكر تلك النعمة
Bahwasanya susunan tulang dan ruas jari manusia adalah di antara nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang besar, maka setiap tulang tersebut butuh dikeluarkan sedekah dengan kekhususannya itu, untuk menyempurnakan rasa syukur atas nikmat tersebut. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 26)
Syaikh Ibnul Utsaimin mengatakan:
قال العلماء من أهل الفقه والحديث وعدد السلامى في كل إنسان ثلاثمائة وستون عضوا أو مفصلا فعلى كل واحد من الناس أن يتصدق كل يوم تطلع فيه الشمس بثلاثمائة وستين صدقة ولكن الصدقة لا تختص بالمال بل كل ما يقرب إلى الله فهو صدقة بالمعنى العام
Para ulama dari Ahli Fiqih dan Ahli Hadits mengatakan bahwa jumlah ruas tulang pada setiap amnusia adalah 360 anggota atau ruas, maka wajib bagi setiap pribadi manusia untuk bersedekah pada tiap hari di mana matahri terbit saat itu untuk melakukan sebanyak 360 sedekah, tetapi sedekah tidak dibatasi dengan harta saja, tetapi pada semua apa-apa yang bisa mendekatkan diri kepada Allah itu adala sedekah, dengan makna yang lebih umum. (Syarh Riyadhush shalihin, Hal. 290. Mawqi’ Jaami’ Al Hadits An Nabawi)
Tentunya, bersedekah sebanyak jumlah tulang dan ruas-ruasnya tidaklah sedikit. Sangat mungkin orang beriman mengalami kesulitan melakukannya karena keterbatasan yang dimilikinya. Tetapi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan jalan keluarnya, sebagaimana yang telah kami sebut pada Syarah hadits ke 25, yakni dengan melakukan shalat Dhuha.
Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Hendaknya di antara kalian bersedekah untuk setiap ruas tulang badannya. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, setiap bacaan takbir adalah sedekah, beramar ma’ruf adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan itu semua sudah tercukupi dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim No. 720, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, No. 4677, 19995, Ibnu Khuzaimah No. 1225)
- Sebagaimana hadits ke 25, pada hadits ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menegaskan dan merinci kembali macam-macam sedekah non harta yang bisa kita lakukan. Dengan ini Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah meluaskan lagi cakupan sedekah.
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Rahimahullah menjelaskan:
كلُّ قُربة يأتي بها الإنسانُ سواء كانت قولية أو فعلية فهي صدقة، وما ذكره النَّبيُّ في هذا الحديث هو من قبيل التمثيل لا الحصر
Setiap qurbah (amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, pen) yang dilakukan manusia, baik ucapan atau perbuatan adalah sama, yaitu bernilai sebagai sedekah. Amalan yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits ini adalah contoh saja, bukan pembatas. (Fathul Qawwi Al Matin, Hal. 79)
- Anjuran untuk konsisten (mudawamah) dalam melakukan ibadah yang sifatnya anjuran (mandub) dan tambahan (nafilah), walau pun kecil nilainya. Bahkan itulah perbuatan yang disukai oleh agama, dan Allah Ta’ala senantiasa memonitoring itu semua dengan tidak jenuh, sampai manusia itu sendiri yang jenuh.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
Demi Allah, Allah tidak pernah bosan sampai kalian sendiri yang bosan, sesungguhnya perbuatan yang disukai agama adalah yang dilakukan secara konsisten oleh pelakunya. (HR. Muslim No. 785, dalam riwayat Muslim No. 782 ada tambahan: wa in qalla – walaupun sedikit.)
- Hadits ini memuat secara khusus tentang keutamaan mendamaikan dua saudara muslim yang sedang bertikai yang disebut oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai sedekah.
Anjuran melakukan ishlah (perdamaian) di antara kaum muslimin juga diterangkan dalam beberapa ayat Al Quran. Di antaranya:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat (49): 9-10)
Bahkan bila dilakukan ishlah itu tidak ada cara lain kecuali dengan berbohong, maka hal itu oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidaklah dikatakan berbohong, dan pelakunya bukan pula disebut pembohong.
Dari Ummu Kultsum binti ‘Uqbah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرًا أَوْ يَقُولُ خَيْرًا
Bukanlah pembohong orang yang mendamaikan di antara manusia. Sebab dia bermaksud baik atau berkata yang baik. (HR. Bukhari No. 2692, Muslim No. 2605)
Imam Muslim mengutip komentar Imam Ibnu Syihab Az Zuhri:
ولم أسمع يرخص في شيء مما يقول الناس كذب إلا في ثلاث الحرب والإصلاح بين الناس وحديث الرجل امرأته وحديث المرأة زوجها
Saya belum pernah mendengar adanya keringanan (rukhshah) dalam hal perkataan manusia yang termasuk di sebut berbohong, kecuali pada tiga hal: berperang, mendamaikan antara manusia, dan perkataan suami kepada istrinya serta perkataan istri kepada suaminya. (Lihat Shahih Muslim No. 2605)
- Anjuran untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid dan memakmurkannya, serta melakukan perjalanan untuk itu. Dan, tiap langkah dari perjalanan itu dinilai sebagai sedekah.
Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendiri. (HR. Bukhari No. 645, Muslim No. 650)
Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
Shalat berjamaah lebih utama 25 derajat dibanding shalat sendiri. (HR. Bukhari No. 646, Muslim No. 649)
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
Shalatnya seorang laki-laki secara berjamaah akan dilipatkan dibanding shalat di rumahnya dan di pasarnya sebanyak 25 kali. Hal itu jika dia berwudhu lalu membaguskan wudhunya, lalu dia keluar menuju masjid, dan dia tidak keluar kecuali untuk shalat, maka tidaklah dia melangkahkan kakinya melainkan diangkat baginya derajatnya karena itu, dan dihapuskan kesalahan-kesalahannya. Lalu jika shalat sudah selesai, malaikat senantiasa mendoakannya selama dia masih di tempat shalatnya: “Ya Allah, berikan shalawat untuknya, rahmatilah dia.” Dan, kalian senantiasa dianggap masih shalat selama masih menunggu shalat selanjutnya di masjid. (HR. Bukhari No. 647)
Kami melihat banyak komentar para ulama tentang tentang berbedaan jumlah derajat ini, mereka berupaya keras memadukan maksud 27 derajat dan 25 derajat agar tidak nampak kontradiksi. Namun kami menemukan komentar paling bagus adalah apa yang dikatakan Imam Ibnu Abdil Bar Rahimahullah sebagai berikut:
وأسانيدها كلها صحاح والله يتفضل بما يشاء ويضاعف لمن يشاء.
Semua sanad-sanadnya shahih, dan Allah melebihkan dengan apa-apa yang Dia kehendaki, dan melipatgandakan untuk siapa-siapa yang Dia kehendaki. (At Tamhid, 14/138)
- Anjuran untuk menghilangkan gangguan di jalan baik berupa batu, duri, menutup jalan berlubang dan kubangan air, dan apa pun yang dapat mengganggu dan mencelakakan lalu lalangnya manusia. Hal ini termasuk sedekah, bahkan nabi menyebutkan sebagai bukti keimanan.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Iman itu ada 70 atau 60 cabang, yang paling tinggi adalah ucapan: Laa Ilaha Illallah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah bagian dari iman. (HR. Muslim No. 35)
Disebut sebagai iman yang paling rendah, karena hal itu bukan perkara yang sulit. “Menghilangkan gangguan di jalan” juga dimaknai memperluas atau memperlebar jalan (tawsi’uth thuruq) tempat berjalannya manusia, yang jika sempit mereka mengalami kesulitan.
Oleh karenanya aktifitas apa pun yang dapat menimbulkan gangguan bagi orang umum di jalan seperti: parkir kendaraan secara sembarang, berdagang hingga ke bahu jalan, aksi demonstrasi yang tidak mampu memberi ruang bagi pengguna jalan lain, balapan liar, dan semisalnya adalah terlarang menurut syara’.
Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut “terlaknat” kepada orang yang buang air sembarang di jalanan tempat lalu lalang manusia.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
“Takutlah kalian terhadap dua hal yang dilaknat.” Mereka bertanya: “Apakah dua hal yang dilaknat itu?” Beliau bersabda: “Orang yang buang air besar di jalan manusia atau di tempat mereka berteduh.” (HR. Muslim No. 269, Abu Daud No. 25, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 6473, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shughra No. 61, As Sunan Al Kubra No. 473)
- Untuk kesekian kali, hadits ini termasuk petunjuk betapa banyak perbuatan yang dianggap sepele dan ringan namun menghasilkan banyak pahala, tentunya dengan karunia dari Allah Ta’ala. Maka, seorang muslim yang selalu optimis, yang selalu mengharapkan perjumpaan denganNya, dan mengaku mencintaiNya, tidak boleh putus asa dari rahmat Allah Ta’ala. Karena kemurahanNya buat hamba-hambanNya sangat banyak dan tak bertepi.
Wallahu A’lam
Makna Kata dan Kalimat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata
Tentang Abu Hurairah silahkan lihat kembali syarah hadits ke-9.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ : Setiap ruas tulang dari tubuh manusia
Imam Al Munawi Rahimahullah menjelaskan tentang makna Sulaama:
وقيل عظم الأصابع وقيل الأنامل وقيل المفاصل وقيل العظام كلها
Disebutkan: tulang jari jemari. Dikatakan: jari jemari. Dikatakan: sendi-sendi. Dan ada yang mengatakan: seluruh tulang. (At Taisir bi Syarhi Al Jaami’ Ash Shaghir, 2/262)
Al Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah berkata:
وأصله عظام الكف والأصابع والأرجل ثم استعمل في سائر عظام الجسد ومفاصله
Pada asalnya artinya adalah tulang telapak tangan, jari jemari, dan kaki, kemudian digunakan pada semua tulang yang ada pada tubuh dan sendi-sendinya. (Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 70)
Jumlahnya adalah 360 ruas, Sebagaimana riwayat berikut:
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِي آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلَاثِ مِائَةِ مَفْصِل
Setiap manusia dari anak-anak Adam diciptakan terdiri atas 360 mafshil (sendi). (HR. Muslim No. 1007)
Apa itu mafshil? Berkata Syaikh Abul Hasan ‘Ubaidullah Al Mubarkafuri Rahimahullah:
ملتقى العظمين في البدن
Pertemuan antara dua tulang di badan. (Mir’ah Al Mafatih Syarh Misykah Al Mashabih, 6/322)
Selanjutnya ..
عَلَيْهِ صَدَقَةٌ : wajib atasnya sedekah
Yakni wajib atas manusia itu untuk mengeluarkan sedekah sebanyak semua ruas tulangnya. Kata ‘alaih secara lafaz menunjukkan wajib, sama halnya dengan hadits: ‘alaikum bisunnatiy (wajib bagi kalian memegang sunahku), atau ‘alaikum bil jamaa’ah (wajib kalian bersama jama’ah), dan semisalnya. Namun para fuqaha umumnya menyebutkan maknanya adalah mandub (anjuran).
Berkata Imam Ibnu Baththal Rahimahullah ketika mengomentari hadits ini:
أى أنهم مندوبون إلى ذلك
Yaitu mereka dianjurkan untuk melakukan itu (sedekah). (Syarh Shahih Al Bukhari, 3/443. Maktabah Ar Rusyd)
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
قال العلماء : المراد صدقة ترهيب وترغيب لا إيجاب وإلزام
Para ulama mengatakan, maksudnya adalah sedekah dalam rangka tarhib (menakut-nakuti) dan targhib (menggembirakan), bukan maksud wajib dan keharusan. (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/95. Imam ibnu Daqiq Al I’d, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 70)
Imam Ibnu Baththal Rahimahullah juga menjelaskan hal serupa:
وليس ما ذكر فى هذا الحديث أنه صدقة على الإنسان تجب عليه فرضًا ، وإنما هو عليه من باب الحض والندب ، كما أمر الله تعالى المؤمنين بالتعاون والتناصر
Sedekah yang disebutkan dalam hadits ini bukanlah menunjukan fardhu (kewajiban), ini hanyalah kategori ajakan dan anjuran, sebagaimana perintah Allah Ta’ala kepada orang-orang beriman untuk saling membantu dan menolong. (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 5/85)
Telah diketahui bahwa sedekah ada dua hukum, yakni wajib dan sunah. Sedekah wajib adalah seperti zakat, sedekah karena nazar, dan nafkah suami kepada isteri dan anaknya. Ada pun sedekah sunah adalah sedekah harta untuk masjid, fakir miskin, janda, dan juga sedekah non harta seperti yang telah kita bahas sebelumnya dalam hadits ke-25.
Selanjutnya:
كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ : setiap hari tatkala matahari terbit
Yaitu setiap hari dalam kehidupan manusia. Terbitnya matahari tentu bukan syarat anjuran sedekah, maksud kalimat ini adalah setiap hari yang dilalui manusia, walaupun pada hari itu langit sedang mendung dan matahari terbit tidak tampak, dan suasana begitu gelap.
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah menerangkan:
والمعنى أنَّ كلَّ يوم تطلع فيه الشمس فعلى جميع تلك السلامى صدقة في ذلك اليوم
Maknanya adalah bahwa setiap hari yang padanya terbit matahari, hendaknya bagi semua persendian untuk bersedekah pada hari itu. (Fathul Qawwi Al Matin, Hal. 87)
يَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ : Mendamaikan dengan adil antara dua orang adalah sedekah
Yaitu mendamaikan dua orang atau lebih yang bertikai, bermusuhan, bersengketa, dengan jalan yang objektif, seimbang, dan tidak pilih kasih, adalah termasuk sedekah.
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
( يعدل بين الاثنين صدقة ) أي يصلح بينهما بالعدل
(Ya’dilu bainal itsnain shadaqah) yaitu mendamaikan keduanya dengan adil. (Al Minhaj, 7/95)
Adil -lawan dari zalim- bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai porsi dan haknya.
Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah mengatakan:
عليهما لوقايتهما مما يتسبب على الخصام من قبيح الأقوال والأفعال
Yaitu sedekah untuk keduanya, untuk melindungi keduanya dari hal yang menjadi sebab lahirnya kebencian baik berupa jeleknya perkataan dan perbuatan. (At Tuhfah Ar Rabbani, Syarah No. 26)
Hal ini termasuk bagian dari berta’awun dalam kebaikan dan taqwa. Sebagaimana firmanNya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah (5): 2)
Ini adalah amalan pertama dalam hadits ini sebagai sedekah non harta. Dan, dalam Al Quran tidak sedikit ayat-ayat yang menghimbau kita untuk berdamai atau menjadi juru damai di antara manusia yang berselisih.
Di antaranya:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anfal (8): 1)
Ayat lainnya:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10)
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujurat (49): 9-10)
Ayat lainnya:
وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ
Dan berkata Musa kepada saudaranya Yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. (QS. Al A’raf (7): 142)
Selanjutnya:
وَيُعِينُ الرَّجُلَ عَلَى دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا : Membantu orang untuk menaiki kendaraannya
Yaitu menolong seseorang untuk mengendarai kendaraannya, baik dia menggendonganya ke atas, atau cara lainnya. Baik yang dinaiki itu adalah kendaraan orang itu sendiri atau menaiki kendaraan orang lain, atau kendaraan yang dimiliki si penolong.
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan:
وإذا أجر من فعل ذلك بدابة غيره فإذا حمل غيره على دابة نفسه احتسابا كان أعظم أجرا
Jadi, diberikan pahala bagi orang yang melakukan itu dengan menggunakan kendaraan orang lain. Jika dia menaikan orang lain ke atas kendaraan miliknya dalam rangka ihtisaban (mencari ridha Allah), maka pahalanya lebih besar. (Fathul Bari, 6/85)
Selanjutnya:
أَوْ يَرْفَعُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ : atau menaikan kekayaannya ke atas keandaraannya itu adalah sedekah
Yaitu membantu mengangkat, menggotong, dan menaikan barang-barang saudaranya ke atas kendaraannya, atau ke kendaraan si penolong sendiri, baik dalam keadaan safar atau bukan, maka itu semua adalah sedekah bagi orang yang ditolong tersebut. Semua ini adalah bentuk pertolongan yang dianjurkan, dan bagi pelakunya akan diberikan ganjaran dari Allah Ta’ala atas kebaikannya itu, sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya. (HR. Muslim No. 2699, At Tirmidzi No. 1425, Abu Daud No. 4946, Ibnu Majah No. 225, Ibnu Hibban No. 534, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 7284, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 1951)
Imam Ibnu Baththal mengatakan:
فهذه كلها وما شاكلها من حقوق المسلمين بعضهم على بعض مندوب إليها مرغب فيها
Semua ini adalah berbagai bentuk dari hak-hak kaum muslimin yang mesti ditunaikan antara sesama mereka, yang begitu dianjurkan dan dituntut. (Syarh Shahih Al Bukhari, 5/85)
Dan, secara mutlak ini berlaku pada semua keadaan. Berkata Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah:
فإن قلت ليس فيه ذكر السفر قلت إطلاق هذا الكلام يتناول حالة السفر
Jika Anda mengatakan hadits ini tidak menyebutkan safar, Aku katakan: secara mutlak ucapan ini mencakup juga keadaan safar. (‘Umdatul Qari Syarh Shahih Al Bukhari, 21/374)
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ : Barkata-kata yang baik adalah sedekah
Yaitu mengucapkan kata-kata yang benar, sopan, lembut, tidak menyakiti saudara, dan mudah dimengerti, semuanya adalah sedekah bagi pelakunya. Termasuk juga dzikir, doa, pidato di hadapan manusia termasuk jika kata-kata tersebut dibuat dalam bentuk tulisan.
Syaikh Ismail Al Anshari Rahimahullah berkata:
والكلمة الطيبة: وهي الذكر والدعاء للنفس والغير ، ومخاطبة الناس بما فيه السرور ،و اجتماع في القلوب و تألفها
Perkataan yang baik, itu adalah dzikir, doa untuk diri sendiri dan orang lain, berbicara kepada manusia dengan hal yang membuat mereka senang, dan dapat mengumpulkan dan mengikatkan hati mereka. (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Syarah No. 26)
Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah mengatakan:
وهي كل ذكر ودعاء للنفس والغير وسلام عليه وثناء عليه بحق ونحو ذلك مما فيه سرور السامع واجتماع القلوب وتألفها، وكذا سائر ما فيه معاملة الناس بمكارم الأخلاق ومحاسن الأفعال
Itu adalah setiap dzikir dan doa bagi diri sendiri dan orang lain, juga doa keselamatan dan pujian untuk nabi sesuai haknya, dan yang semisalnya yang bisa membuat senang pendengarnya, dan bisa menyatukan dan menghubungkan hati manusia, begitu pula semua hal yang terkait interaksi manusia yang terdapat kemualiaan akhlak dan perbuatan yang baik. (Dalilul Falihin, 2/23)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad memiliki penjelasan yang sederhana namun jelas, katanya:
(والكلمة الطيبة صدقة) يعني: صدقة من الإنسان على نفسه، وصدقة منه على غيره، فهي صدقة على نفسه؛ لأنه تكلم بكلام طيب، وصدقة منه على غيره؛ لأنه قابل غيره بكلام حسن طيب
(Perkataan yang baik adalah sedekah) yakni sedekah dari manusia atas dirinya sendiri, dan sedekah darinya kepada selain dirinya. Disebut sedekah atas dirinya karena dia berucap dengan ucapan yang baik, dan dikatakan sedekah darinya untuk orang lain, karena dia menjumpai orang lain dengan perkataan yang bagus lagi baik. (Syarh Sunan Abi Daud, 23/98)
Perintah untuk berkata yang baik dan benar telah ditegaskan dalam Al Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
Wahai orang-orang beriman, bertaqwa-lah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. (QS. Al Ahzab (33): 70)
Ayat lain:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (QS. An Nisa (4): 9)
Juga dalam hadits:
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari No. 6138, 6475, Muslim No. 48, Abu Daud No. 5154, At Tirmidzi No. 2500, Malik dalam Al Muwaththa No. 1660, Ibnu Hibban No. 516, Ahmad No. 7626, 7645, 9595, 9967, 9970, Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 2332, 6218, Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd No. 368, 372, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 9533, 9584, Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah No. 4121, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 19746, Ibnu Mandah dalam Al Iman No. 298, Ibnu Abi Ad Dunya dalam Makarimul Akhlaq No. 323, juga dalam Ash Shamt No. 40, Ad Darimi dalam Sunannya No. 2035)
Dari ‘Adi bin Hatim Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
Jauhilah neraka walau dengan menanam sebuah kurma, kalau kalian tidak punya maka berkatalah yang baik-baik. (HR. Bukhari No. 6023, Muslim No. 1016)
Berkata Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr Hafizhahullah:
يعني: يعطي ما تيسر، وإن لم يجد يرد بكلام طيب وبكلام حسن
Yakni memberikan apa yang paling mudah, kalau tidak punya hendaknya berkata yang baik dan bagus. (Syarh Sunan Abi Daud, 23/98)
Selanjutnya:
وَكُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ : Setiap langkah yang diayunkan menuju shalat adalah sedekah
Yaitu setiap langkah menuju shalat berjamaah di masjid bersama kaum muslimin adalah sedekah bagi pelakunya, dan manfaatnya kembali kepadanya.
Imam Al Munawi Rahimahullah berkata:
وفيه حض على حضور الجماعة ولزوم المساجد والسعي إليها
Dalam hadits ini terdapat ajakan untuk menghadiri shalat berjamaah dan diam di masjid dan berjalan menuju masjid. (Faidhul Qadir, 5/28)
Imam Ibnu ‘Allan Rahimahullah berkata:
فيه مزيد الحثّ على حضور الجماعات والمشي إليها وعمارة المساجد بها
Dalam hadits ini terdapat tambahan anjuran untuk menghadiri jamaah dan berjalan kepadanya, serta anjuran memakmurkan masjid. (Dalilul Falihin, 2/23)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad berkata:
وكلُّ خطوة يمشيها المسلم إلى الصلاة صدقة من المسلم على نفسه
Setiap langkah yang diayunkan seorang muslim ke tempat shalat adalah sedekah bagi dirinya sendiri. (Fathul Qawwi Al Matin, Hal. 79)
Oleh karenanya sebagian ulama ada yang lebih mengutamakan berjalan kaki dibanding dengan kendaraan menuju masjid, sesuai zahir haditsnya. Semakin jauh perjalanan, semakin banyak pula langkah kaki, maka semakin banyak pahalanya dan semakin tinggi derajatnya.
Imam Al ‘Aini Rahimahullah mengatakan:
أي يرفع له بها درجة ويحط عنه خطيئة ولهذا حث الشارع على كثرة الخطى إلى المساجد وترك الإسراع في السير إليه
Yaitu akan ditinggikan derajatnya karenanya dan dihapuskan pula kesalahan baginya, oleh karenanya pembuat syariat menekankan untuk banyak melangkah menuju masjid dan tidak tergesa-gesa dalam menempuh perjalanan kepadanya. (‘Umdatul Qari, 22/13)
Hal tersebut juga ditekankan oleh banyak hadits, di antaranya:
Dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى
Sesungguhnya orang yang paling besar pahala shalatnya adalah orang yang paling jauh perjalanannya. (HR. Muslim No. 662)
Dari Abu Hurairah Radhilallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
Barang siapa yang bersuci di rumahnya kemudian berjalan menuju salah satu rumah Allah untuk menunaikan kewajiban di antara kewajiban yang Allah tetapkan (shalat wajib, pen), maka langkah kedua kakinya itu yang satu menghapuskan kesalahan, yang satu lagi meninggikan derajat. (HR. Muslim No. 666)
Dari Jabir bin Abdullah Radhilallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَتْ دِيَارُنَا نَائِيَةً عَنْ الْمَسْجِدِ فَأَرَدْنَا أَنْ نَبِيعَ بُيُوتَنَا فَنَقْتَرِبَ مِنْ الْمَسْجِدِ فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ لَكُمْ بِكُلِّ خَطْوَةٍ دَرَجَةً
Rumah kami jaraknya jauh dari masjid, maka kami berkehendak menjualnya dan pindah mendekat ke masjid, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang kami dan bersabda: “Sesungguhnya untuk setiap langkah kaki kalian adalah bernilai satu derajat.” (HR. Muslim No. 664)
Kemudian:
وَيُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ : Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah
Yaitu menyingkirkan dan menghilangkan apa pun di jalan yang mengganggu lalu lalang manusia, baik berupa batu, duri, kayu, besi, bahkan lubang besar, kubangan, dan semisalnya.
Syaikh Abul Hasan ‘Ubaidullah Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:
(ويميط) بضم أوله أي يزيل وينحى (الأذى) أي ما يؤذى المارة من نحو شوك وعظم وحجر
(wa yumiithu) dengan didhammahkan awalnya yaitu bermakna menghilangkan dan menyingkirkan (al adzaa) yaitu apa-apa yang mengganggu orang lewat seperti duri, tulang, dan batu. (Mir’ah Al Mafatih, 6/332), juga menyingkirkan dari kotoran. (Ibid, 6/198)
Semua ini adalah sedekah bagi pelakunya untuk dirinya dan orang lain, sekaligus menunjukkan adanya iman bagi pelakunya, sebagaimana hadits berikut:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
Iman itu ada 70 atau 60 cabang, yang paling tinggi adalah ucapan: Laa Ilaha Illallah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah bagian dari iman. (HR. Muslim No. 35)
Hendaknya kita memperhatikan baik-baik hak-hak jalan. Dalam hadits juga disebutkan hak-hak jalan, yakni sebagai berikut:
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ إِذْ أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
“Janganlah kalian duduk-duduk di jalan-jalan.” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, kami tidak bisa meninggalkan tempat duduk-duduk kami, disitulah kami berbincang-bincang.” Beliau bersabda: “Jika kalian menolak meninggalkannya, maka berikanlah kepada jalan haknya.” Mereka bertanya: “Apa hak jalan itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR. Bukhari No. 2465, Muslim No. 2121)
Sekian. Wallahu A’lam