Hari ini dan ke depan, Muhammadiyah semakin memerlukan kader dan pimpinan yang memiliki rujukan dan modal ilmu untuk memperkuat barisan pergerakan persyarikatan di tengah realitas dan tantangan yang semakin luas. Demikian ungkapan Haedar Nashir dalam acara Baitul Arqom yang diselenggarakan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Sudan pada Kamis (24/03).
Menurut Haedar, ada tiga tantangan Muhammadiyah hari ini dan esok. Pertama, semakin beragamnya warna keislaman. Entah aliran, mazhab, maupun orientasi pergerakannya, warna Islam saat ini begitu banyak. Keragaman ini merupakan fakta sosial yang tidak mungkin diingkari. Dengan beragamnya corak keislaman ini, Haedar tidak ingin bila perlahan-lahan etos khas Muhammadiyah memudar.
“Di tengah keragaman mazhab, pemikiran, golongan, dan orientasi pergerakan keislaman, kader-kader dan anggota pimpinan Muhammadiyah perlu semakin menegaskan identitas keislaman yang diyakini Muhammadiyah,” tutur Haedar.
Kedua, pemikiran yang multikultural. Dunia saat ini telah didominasi paham liberalisme dan sekularisme. Bukan hanya melahirkan konsep seperti HAM dan demokrasi, arus liberalisasi dan sekularisasi ini juga membawa kecenderungan-kecenderungan lain seperti hidup individualistik, materialistik, ateistik maupun hedonistik.
Dalam dunia global yang telah banyak dipengaruhi paham liberalisme dan sekularisme ini, Muhammadiyah berupaya tampil untuk ikut berdialog. Tidak hanya sebagai penerima pengaruh asing tapi juga mempengaruhi masyarakat dunia. Menurut Haedar, hal ini tentu saja memerlukan perubahan dari orientasi yang selalu reaktif konfrontatif ke pendekatan muwajahah konstruktif yang memberi alternatif dan solusi.
“Di tengah pemikiran-pemikiran seperti ini karena kita hidup di alam yang terbuka, kita tidak mungkin untuk hidup secara miopi atau menutup diri. Tapi yang bisa kita lakukan adalah lil muwajahah,” ujar Haedar.
Ketiga, problem keumatan dan kemanusiaan universal begitu kompleks. Alam pikiran Muhammadiyah harus selalu berorientasi pada nilai-nilai peradaban yang kosmopolitan, melintasi sekat-sekat kultural, dan memperjuangkan tegaknya keadaban publik.