A’idh Al-Qarni dalam bukunya Aqbalta Ya Ramadhan, mengemukakan sebuah potret buram pensikapan kaum muslimin pada Ramadhan di masa kini. Ada tiga kekeliruan yang mereka lakukan kecuali orang yang dirahmati Allah.
Pertama, kebanyakan mereka tidak mengenal Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Mereka berbuat jahat dan bermaksiat, atau berpaling dari Allah azza wa jalla. Selama sebelas bulan mereka menjauhi tilawah Al-Qur’an dan berbuat pelanggaran serta bermaksiat. Jika mereka mendengar bahwa bulan Ramadhan telah tiba, mereka segera ke masjid, berpuasa, khusyuk, dan mengiba seakan-akan mereka bisa menipu Allah.
Al-Qarni menegaskan nasihatnya kepada orang-orang seperti ini,
“Bukankah Rabb bulan Ramadhan adalah juga Rabb bulan Syawal dan Sya’ban, bukankah yang mengetahui rahasia dan yang disembunyikan dalam Ramadhan Dia-lah yang mengetahui rahasia dan yang disembunyikan pada selain bulan Ramadhan?”
Kemudian, bila bulan Ramadhan telah berlalu dan mengenakan pakaian Hari Raya, ia tinggalkan dan memutuskan hubungan dengan Rabb semesta alam dan kembali lagi pada keadaan semula.
Hal seperti ini ada kemiripan dengan bani Israel. Bila di bawah cemeti mereka tunduk dan takut; namun jika dilimpahi nikmat mereka menjadi sombong dan tidak bersyukur.
Sadarlah, sadarlah wahai hamba Allah, janganlah ma’rifah kita kepada Allah hanya pada bulan Ramadhan saja, lalu bila Ramadhan telah habis kita ingkar kepada Allah Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, celakalah bagi orang yang mengira bahwa Allah tidak mengetahui dirinya kecuali pada bulan Ramadhan, dan kemurkaan dahsyat bagi orang yang mengira bahwa Allah tidak mengetahui rahasia kecuali pada bulan Ramadhan. Alangkah jelek pemahaman keliru ini.
Kedua, pada bulan Ramadhan, kebanyakan manusia bersemangat melaksanakan shalat Tarawih, berduyun-duyun dari kampung-kampung, tumpah ruah untuk melaksanakannya. Memang shalat Tarawih adalah salah satu dari shalat-shalat sunah dan pahalanya juga sangatlah besar bagi orang yang melaksanakannya.
Namun apabila Ramadhan telah berlalu, mereka tinggalkan jama’ah di masjid.
Di manakah shalat wajib berjama’ah yang menurut ulama merupakan salah satu dari sekian kewajiban? Bahkan Ibnu Taimiyah memandang bahwa ia merupakan salah satu syarat sahnya keislaman bagi orang yang tidak memiliki uzur. Satu shalat wajib berjama’ah itu lebih utama dibanding tahajud atau shalat Tarawih selama tiga puluh malam penuh pada bulan Ramadhan.
Ketiga, kebanyakan manusia pada bulan Ramadhan selalu tidur setiap hari atau sebagian besar harinya ia gunakan untuk tidur, dari Subuh hingga Zhuhur, dari Zhuhur hingga Ashar, bahkan diantara mereka ada yang tidur dari Ashar hingga maghrib. Lantas dimanakah kenikmatan berpuasa, di manakah rasa payah, rasa lapar dan dahaga.
Bila selalu tidur; Anda bagaikan hidup di malam hari tidak berpuasa. Di manakah substansi keimanan pada bulan Ramadhan bila seluruh malam dilalui dengan begadang, obrolan sia-sia dan senda gurau, dan siang harinya hanya untuk tidur. Jika seperti ini di manakah arti bulan Ramadhan?