Al-Qur’an berbicara tentang Tabi’in
Allah SWT berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah, 9: 100)
Berkenaan dengan ayat ini Al-Qurthubi berkata,
لما ذكر عز وجل أَصْنَافَ الْأَعْرَابِ ذَكَرَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارَ، وَبَيَّنَ أَنَّ مِنْهُمُ السَّابِقِينَ إِلَى الْهِجْرَةِ وَأَنَّ مِنْهُمُ التَّابِعِينَ، وَأَثْنَى عَلَيْهِمْ.
Ketika Allah ‘Azza wa Jalla menyebut berbagai kelompok Arab, Dia menyebut Muhajirin dan Anshar, dan menjelaskan bahwa di antara mereka ada yang terdahulu hijrahnya dan di antara mereka ada para pengikutnya (tabi’in), dan Allah memuji mereka. (Tafsir Al Qurthubi, 8/235)
وَبَيَّنَ تَعَالَى بِقَوْلِهِ:” بِإِحْسانٍ” مَا يَتَّبِعُونَ فِيهِ مِنْ أَفْعَالِهِمْ وَأَقْوَالِهِمْ، لَا فِيمَا صَدَرَ عَنْهُمْ مِنَ الْهَفَوَاتِ وَالزَّلَّاتِ، إِذْ لَمْ يَكُونُوا مَعْصُومِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Allah Ta’ala menjelaskan tentang firmanNya “dengan ihsan (baik)”, yaitu kebaikan yang mereka ikuti berupa perilaku dan perkataan mereka (para sahabat), bukan mengikuti ketergelincan dan kekeliruannya sebab mereka tidak ma’shum. (Ibid, 8/238)
وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي التَّابِعِينَ وَمَرَاتِبِهِمْ، فَقَالَ الْخَطِيبُ الْحَافِظُ: التَّابِعِيُّ مَنْ صَحِبَ الصَّحَابِيَّ، وَيُقَالُ لِلْوَاحِدِ مِنْهُمْ: تَابِعٌ وَتَابِعِيٌّ. وَكَلَامُ الْحَاكِمِ أَبِي عَبْدِ الله وغيره مُشْعِرٌ بِأَنَّهُ يَكْفِي فِيهِ أَنْ يَسْمَعَ مِنَ الصَّحَابِيِّ أَوْ يَلْقَاهُ وَإِنْ لَمْ تُوجَدِ الصُّحْبَةُ الْعُرْفِيَّةُ
Para ulama berbeda pendapat tentang tabi’in dan urutannya. Al Khathib al Hafizh berkata: “At Tabi’iy adalah orang yang bersahabat dengan sahabat nabi. Jika satu orang maka dikatakan: taabi’ dan taabi’iy. Al Hakim Abu Abdillah dan lainnya mengatakan cukup dikatakan tabi’iy jika dia mendengar perkataan seorang sahabat nabi atau berjumpa dengannya walau dia tidak pernah bersahabat dengannya secara biasa/standar. (Ibid, 8/238-239)
Hadits Berbicara tentang Tabi’in
Dari Imran bin Hushain Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik kamu adalah yang hidup di zamanku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya. (HR. Bukhari no. 2651 dan Muslim no. 2535)
Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata,
لِأَنَّهُ يُفْتَحُ لِلصَّحَابَةِ لِفَضْلِهِمْ ثُمَّ لِلتَّابِعِينَ لِفَضْلِهِمْ ثُمَّ لِتَابِعيِهِمْ لِفَضْلِهِمْ قَالَ وَلِذَلِكَ كَانَ الصَّلَاحُ وَالْفَضْلُ وَالنَّصْرُ لِلطَّبَقَةِ الرَّابِعَةِ أَقَلَّ فَكَيْفَ بِمَنْ بعدهمْ
Hadits ini diawali dengan keutamaan para sahabat, lalu para tabi’in dengan keutamaan mereka, lalu para pengikut tabi’in dengan keutamaan mereka. Maka, generasi keempat lebih sedikit lagi keshalihan, keutamaan, dan kewibawaannya dibanding mereka. Lalu, bagaimana dengan zaman setelah mereka?” (Dikutip oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, Fathul Bari, 6/89)
Uwais Al-Qarni Tabi’in Terbaik
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُم
Dari ‘Umar bin Al Khaththab dia berkata; Sungguh aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik tabi’in, adalah seorang laki-laki yang dibiasa dipanggil Uwais, dia memiliki ibu, dan dulu dia memiliki penyakit belang ditubuhnya. Carilah ia, dan mintalah kepadanya agar memohonkan ampun untuk kalian.” (HR. Muslim no. 2542)
Penjelasan Al-Qurthubi tentang Tabi’in Terbaik
وَأَكْبَرُ التَّابِعِينَ الْفُقَهَاءُ السَّبْعَةُ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، وَهُمْ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ، وَالْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، وَعُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ، وَخَارِجَةُ بْنُ زَيْدٍ، وَأَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، وعبد الله ابن عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ، وَسُلَيْمَانُ بْنُ يَسَارٍ ….
Tabi’in terbesar adalah tujuh fuqaha kota Madinah, yaitu: Sa’id bin al Musayyab, Al Qasim bin Muhammad, ‘Urwah bin Az Zubeir, Kharijah bin Zaid, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud, dan Sulaiman bin Yasar
وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: أَفْضَلُ التَّابِعِينَ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ، فَقِيلَ لَهُ: فَعَلْقَمَةُ وَالْأَسْوَدُ. فَقَالَ: سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَعَلْقَمَةُ وَالْأَسْوَدُ. وَعَنْهُ أَيْضًا أَنَّهُ قَالَ: أَفْضَلُ التَّابِعِينَ قَيْسٌ وَأَبُو عُثْمَانَ وَعَلْقَمَةُ وَمَسْرُوقٌ، هَؤُلَاءِ كَانُوا فَاضِلِينَ وَمِنْ عِلْيَةِ التَّابِعِينَ. وَقَالَ أَيْضًا: كَانَ عَطَاءٌ مُفْتِي مَكَّةَ وَالْحَسَنُ مُفْتِيَ الْبَصْرَةِ فَهَذَانِ أكثر النَّاسُ عَنْهُمْ، وَأَبْهَمَ. وَرُوِيَ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي دَاوُدَ قَالَ: سَيِّدَتَا التَّابِعِينَ مِنَ النِّسَاءِ حَفْصَةُ بِنْتُ سِيرِينَ وَعَمْرَةُ بِنْتُ عَبْدِ الرحمن
Berkata Ahmad bin Hambal: “Tabi’in yang paling utama adalah Sa’id bin al Musayyab.” Lalu ada yang berkata kepadanya: “Alqamah dan Al Aswad.” Dia berkata: “Sa’id bin al Musayyab, ‘Alqamah, dan Al Aswad.” Darinya pula: “Tabi’in paling utama dalah Qais Abu ‘Utsman, ‘Alqamah dan Masruq, merekalah orang-orang utama dan petingginya tabi’in.” Dia berkata juga: “Atha’ adalah mufti Mekkah, Hasan al Bashri adalah mufti Bashrah, dua orang ini manusia yg paling banyak ilmunya dari mereka.” Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Daud: “Pimpinan tabi’in dari kalangan wanita: Hafshah binti Sirin dan ‘Umrah binti Abdurrahman.” (Al Qurthubi, 8/239)
Komentar Imam An Nawawi tentang Uwais Al-Qarni
Imam An-Nawawi mengomentari ucapan para ulama yang tidak memasukkan nama Uwais Al Qarni sebagai tabi’in terbaik sebagai berikut:
أَنَّ مُرَادَهُمْ أَنَّ سَعِيدًا أَفْضَلَ فِي الْعُلُومِ الشَّرْعِيَّةِ كَالتَّفْسِيرِ وَالْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ وَنَحْوِهَا لَا فِي الْخَيْرِ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى
Maksud mereka bahwa Sa’id (bin al Musayyab) paling utama, adalah dalam hal ilmu-ilmu syar’iyyah, seperti tafsir, hadits, fiqih, dan semisalnya. Bukan paling baik dalam hal kebaikan di sisi Allah Ta’ala. (Syarh Shahih Muslim, 16/95)