New Delhi menggambar ulang peta pemilihan dalam Pemilu Kashmir-yang dikuasai India menjelang pelaksanaanya, dengan memberikan representasi yang lebih pada daerah-daerah Hindu yang berada dalam wilayah mayoritas Muslim. Hal ini memicu kecurigaan dilakukannya rekayasa “gerrymandering” (manipulasi batas wilayah pemilihan) dan “settler colonialism.”
India telah menerbitkan Daftar Pemilih hasil gambar ulang peta pemilihan untuk Pemilu Kashmir-India, dengan memberikan representasi yang lebih besar di daerah-daerah Umat Hindu yang berada dalam wilayah mayoritas Muslim dan membuka jalan untuk pemilihan umum yang baru.
Pemerintah dengan Perdana Menterinya Narendra Modi mencaplok wilayah sengketa pada tahun 2019 dan memecahnya menjadi dua wilayah federal sebagai bagian dari langkah untuk memperkuat kekuasaannya atas wilayah tersebut, yang juga merupakan jantung pertikaian antara India dan Pakistan selama lebih dari 70 tahun.
Dalam rangka mengantisipasi protes di wilayah yang terdapat perlawanan, India telah melakukan pengawasan selama beberapa dekade, pihak berwenang menempatkan banyak pemimpin politik dalam tahanan rumah dan memutuskan koneksi internet sejak menyatakan langkahnya untuk mencaplok dan membagi wilayah tersebut.
Wilayah yang dikuasai India, yaitu Jammu dan Kashmir, awalnya terdiri dari Lembah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim, wilayah Jammu yang didominasi Hindu, dan daerah kantong terpencil umat Buddha di Ladakh.
Pihak berwenang India mengatakan komisi delimitasi telah menyelesaikan 90 konstituen untuk wilayah tersebut tanpa Ladakh, dengan 43 kursi untuk Jammu dan 47 untuk Kashmir. Sebelumnya, Jammu memiliki 37 kursi dan lembah Kashmir 46.
Menteri Dalam Negeri India Amit Shah mengatakan pada bulan Januari lalu, bahwa pemilihan akan diadakan di wilayah tersebut segera setelah proses penetapan batas selesai. Dia juga berjanji untuk mengembalikan status kenegaraannya hingga situasinya menjadi normal.
Pelaksanaan langkah tersebut “tidak hanya secara terbuka diskriminatif terhadap warga Kashmir, namun ini juga merupakan langkah lain untuk memastikan bahwa India mendapatkan legitimasi terhadap tujuan sebenarnya di Kashmir: settler colonialism,” tulis antropolog Kashmir Muhammad Junaid di Twitter.
Partai-partai di daerah membantah Komisi
Pimpinan senior dari Kongres oposisi Saifuddin Soz mengatakan bahwa laporan itu mengungkapkan beberapa hal yang “sangat negatif”, yang menurutnya tidak akan pernah dapat diterima oleh masyarakat di wilayah tersebut.
“Rekomendasi Komisi untuk menambahkan enam kursi majelis ke wilayah Jammu dan hanya satu kursi untuk Kashmir, menunjukkan penilaian yang salah terhadap situasi yang telah ditentukan sebelumnya. Banyak pengamat telah menduga bahwa Komisi akan memainkan permainan jahat bersama-sama dengan pemerintah Persatuan!”
Komisi tersebut, yang laporannya telah ditolak oleh Partai Rakyat Demokratik J&K, mengatakan sulit untuk mengakomodasi klaim dari pihak-pihak yang bersengketa, mengutip sebuah pernyataan “pemandangan geo-kultur yang aneh” kawasan.
Partai regional lainnya, Konferensi Nasional Jammu Kashmir, yang telah memerintah wilayah tersebut, mengatakan sedang mempelajari implikasi dari langkah yang telah diperjuangkan oleh sayap kanan Modi, Partai Bharatiya Janata (BJP).
“Tidak akan ada rekayasa yang akan mengubah kenyataan dasar, yaitu bahwa setiap kali pemilihan diadakan, pemilih akan menuntut BJP dan kuasanya atas apa yang telah mereka lakukan terhadap J&K selama 4 tahun terakhir,” kata Konferensi Nasional di Twitter.
BJP mengatakan di Twitter “akan mengubah citra dan masa depan kawasan itu menjadi lebih baik jika dipilih untuk berkuasa.”
Daerah yang mudah menguap
Pemberontak di Kashmir – yang dikuasai India telah memerangi pemerintah New Delhi sejak 1989. Sebagian besar Muslim Kashmir mendukung pemberontak yang bertujuan untuk menyatukan wilayah itu, baik di bawah pemerintahan Pakistan atau sebagai negara merdeka.
Sekarang, wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia, dengan lebih dari 500.000 tentara dan paramiliter India dikerahkan di seluruh wilayah yang terpecah.
India menuduh pemberontakan Kashmir adalah “terorisme yang disponsori Pakistan”. Pakistan membantah tuduhan itu, dan sebagian besar warga Kashmir menganggapnya sebagai perjuangan kebebasan yang sah.
Puluhan ribu warga sipil, pemberontak dan pasukan India telah tewas dalam konflik tersebut.
Sumber: TRTWorld