Muslim Uighur di Turki meminta Kepala Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet untuk menyelidiki apa yang disebut kamp pelatihan kejuruan di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang saat kunjungannya kesana pada bulan ini.
Muslim Uighur di Turki telah mendesak kepala hak asasi manusia PBB untuk secara independen menyelidiki apa yang disebut “kamp-kamp pendidikan ulang” dan dugaan pelanggaran HAM, penyiksaan dan bahkan mungkin genosida saat kunjungannya ke Daerah Otonomi Uighur Xinjiang China yang akan dilakukan bulan ini.
“Saya menyerukan kepada Kepala Komisi Tinggi HAM-PBB untuk meninjau dengan leluasa di kamp-kamp konsentrasi dan berbicara dengan orang-orang disana dengan bebas, tanpa kamera pengintai dan tanpa kehadiran polisi China, agar dapat mengungkapkan kepada dunia situasi hak asasi manusia di sana,” Mirza Ahmet Ilyasoglu, seorang Uighur yang tinggal di Turki, mengatakan pada konferensi pers di Istanbul pada hari Selasa waktu setempat.
“Karena jika PBB pergi ke sana dan mendengarkan pernyataan sepihak dari China, maka akan menghasilkan informasi yang sepenuhnya salah yang akan sangat memalukan bagi PBB dan Badan Hak Asasi Manusia,” katanya.
Komunitas Uighur di Turki telah melakukan protes setiap hari di luar konsulat China di Istanbul selama beberapa tahun terakhir, memegang foto kerabat dan anggota keluarga mereka yang telah mengalami putus kontak selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Pada bulan Maret lalu, Kepala Komisis HAM-PBB Michelle Bachelet mengatakan dia akan berkunjung ke China termasuk Xinjiang pada bulan Mei setelah kesepakatan dengan Beijing, sebagaimana tuntutan dari para aktifis pembela HAM yang menekankan agar lembaganya segera merilis laporan yang telah lama tertunda terkait situasi HAM di sana.
Kelompok-kelompok pembela HAM mengatakan bahwa setidaknya satu juta minoritas Muslim telah dipenjara di “kamp pendidikan ulang” yang tersebar di wilayah barat laut China yang terindikasi terjadi pelanggaran HAM yang meluas oleh China.
Kelompok-kelompok pembela HAM dan banyak negara-negara lain mengatakan mereka memiliki bukti dari apa yang mereka katakan sebagai penahanan massal, kerja paksa, indoktrinasi politik, penyiksaan dan sterilisasi paksa. Washington menyebutnya sebagai “genosida.”
China membantah keras tuduhan itu dan mengatakan sedang menjalankan program pelatihan kejuruan dan skema kerja untuk membantu membasmi ekstremisme di wilayah tersebut.
Warga Uyghur mencari keberadaan kerabat
Medine Nazimi, seorang wanita Uighur yang saudara perempuannya ditahan di salah satu kamp di Xinjiang, menuntut “jawaban yang benar” tentang keberadaan saudanya itu, sambil memegang fotonya dengan tulisan “China, Lepaskan saudara perempuan saya!”.
“Kami ingin PBB pergi ke tanah air kami, kami ingin Anda memeriksa semuanya. Jangan percaya pemerintah China, Anda harus percaya pada kami,” katanya.
“Kakak saya hanya salah satu korban kamp konsentrasi. Di mana dia? Apakah dia sehat? Apakah dia baik-baik saja? Saya tidak tahu,” kata Nazimi, yang sudah lima tahun tidak menerima kabar dari saudara perempuannya itu.
“Pemerintah China memisahkan kami dari orang yang kami cintai. Kami tidak mendapatkan informasi apa pun tentang mereka. Kami ingin PBB menutup kamp konsentrasi dan menyelamatkan anggota keluarga kami.”
Berbicara kepada kantor berita AFP, Fatma Aziz yang berusia 50 tahun mengklaim bahwa pemerintah China memaksa kerabat mereka untuk tinggal di rumah menjelang kunjungan PBB, menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alasan.
“Bibi saya terjebak dengan dua anaknya di Kashgar. Orang China memenjarakan suaminya hanya karena dia membaca Al-quran,” kata Aziz. “Kami ingin PBB membebaskan kerabat kami.”
Aziz melarikan diri ke Turki pada tahun 2015 bersama suami dan lima anaknya.
Hubungan Uighur dengan Turki
Uyghur berbicara bahasa Turki dan memiliki ikatan budaya dengan Turki yang mayoritas Muslim yang menjadikannya tujuan utama untuk menghindari penganiayaan di tanah air mereka.
Gulden Sonmez, seorang pengacara Turki, berharap bahwa Kepala Komisi HAM-PBB dapat berjalan-jalan meninjau wilayah Uighur tanpa terkekang.
“Jika dia bisa melakukan itu, dia akan melihat kebenaran ini: tanah Turkistan Timur hampir seluruhnya diubah menjadi kamp konsentrasi. Kita berbicara tentang jutaan orang,” katanya.
Pada bulan Januari, sekelompok orang Uighur mengajukan pengaduan pidana dengan jaksa Turki terhadap pihak berwenang China, menuduh mereka melakukan pemerkosaan, penyiksaan dan kerja paksa.
Sumber: TRTWorld