Penggunaan istilah Islamicity dalam pengukuran kebaikan publik pada negara-negara, menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir tidak tepat secara konseptual.
Sebab menurut Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, akan lebih tepat digunakan kata goodness. Menurutnya penggunaan istilah Islamicity untuk kepentingan inklusi publik, konsep ini perlu untuk diredefinisi. Akan tetapi apabila penggunaan istilah Islamicity sebagai usaha intropeksi inklusi publik bagi negara-negara muslim, menurut Haedar masih wajar dan boleh-boleh saja.
“Bagiamana kita mencandra kebaikan orang-orang yang Islam dan dia baik,” ungkap Haedar.
Di acara Kajian Islam Tematik yang diadakan oleh Universitas YARSI, Jakarta pada, Sabtu (21/5) Haedar mengungkapkan perlu adanya penambahan parameter dalam pengukuran tersebut. Supaya tidak terjadi kesalahan dalam menyimpulkan temuan-temuan dari data.
“Karena yang namanya survei dan macam-macam itu kan tergantung pada konsep, nanti diturunkan menjadi parameter menjadi indikator,” tuturnya.
Menurutnya, apabila sejak awal terjadi kerancuan atau terbatas dibuat umum pada konsep dan kemudian diturunkan menjadi indikator salah. Faktor ini menurut Haedar menjadikan tidak ada negara-negara Islam yang masuk dalam kategori Islamicity.
“Perlu ada konsep objektifikasi Islam dalam kehidupan, ini sesungguhnya YARSI dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah bisa masuk di penelitian-penelitian dan survei-survei yang bisa dijadikan alat untuk meningkatkan internalisasi keislaman, fungsionalisasi keislaman, dan institusionalisasi keislaman,” imbuhnya.
Kerancuan konsep ini menurut Haedar juga terjadi pada penggunaan istilah radikal. Di mana banyak akademisi atau cendekiawan muslim yang mengadopsi istilah radikal memakai terminologi Barat. Kejadian ini juga berlaku pada definisi kekerasan seksual yang mengadopsi parameter Barat.
“Seluruh tindakan kekerasan seksual dan segala kekerasan tetap buruk kan, tapi bagi mereka dikasih label dan klausul tanpa sepersetujuan korban. Di situlah bedanya konsep Islam dengan parameter Barat yang bebas nilai,” ungkapnya.
“Jadi ada yang perlu kita kritik dari konsep itu, tapi ada yang perlu jadi intropeksi bagi kita kaum muslimin dari survei-survei tentang Islamicity itu”. Tandas Haedar.
Sumber: https://muhammadiyah.or.id/pentingnya-memahami-kerangka-konseptual-untuk-memahami-fenomena-sosial/