Menghormati keluasan ilmunya
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar, 39: 9)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
“Tidak termasuk ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang ulama.” (H.R Ahmad)
Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
”Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.” (HR. Abu Dawud)
Abdullah bin ‘Abbas suatu saat menyambut dan kemudian menuntun kendaraan Zaid bin Tsabit Al-Anshari. Sampai Zaid pun terheran atas apa yang dilakukan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas kepada Zaid dan mengganggap perbuatan Ibnu ‘Abbas tersebut berlebihan. ‘Abdullah bin ‘abbas kemudian menjelaskan kepada Zaid.
هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا
“Seperti inilah kami dahulu diperintahkan untuk memuliakan para ulama kami” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim: 97)
Imam asy-Syafi’i pernah menjelaskan betapa hormatnya ia kepada Imam Malik gurunya,
كُنْتُ أَفْصَحُ وَرَقَةً بَيْنَ يَدَيْ مَالِكٍ صَفْحَا رَفِيْقًا هَيْبَةً لَهُ لِئَلَا يَسْمَعُ وَقْفَهَا
“Aku membuka lembaran kitab didepan Imam Malik dengan begitu perlahan karena segan dan hormat kepadanya agar beliau tidak mendengar suara lembaran kertas ini ketika mengajar” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim: 98).
Imam as-Syafi’i melakukan hal tersebut karena khawatir suara kertasnya mengganggu Imam Malik yang sedang mengajar.
Mengambil manfaat ilmu
إِنَّ العُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang banyak” (HR. Tirmidzi)
Bertanya kepadanya jika tidak tahu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَتَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl, 16: 43).
Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,
مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
”Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.”
Mengutamakannya
Diriwayatkan oleh Abi Mas`ud Al Badri radhiyallahu ‘anhu , dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ، فَإِنْ كَانُوْا فِى الْقِرَاءَةِ سَوَاءٌ فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ ، فَإِنْ كَانُوْا فِى السُّنَّةِ سَوَاءٌ فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً ، فَإِنْ كَانُوْا فِى اْلهِجْرَةِ سَوِاءٌ فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا (وَفِى رِوَايَةٍ : سِنًّا)، وَ لاََ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِه (وفى رواية : فِي بَيْتِهِ) وَ لاَ يَقْعُدْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Yang (berhak) menjadi imam (suatu) kaum, ialah yang paling pandai membaca Kitabullah. Jika mereka dalam bacaan sama, maka yang lebih mengetahui tentang sunnah. Jika mereka dalam sunnah sama, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka dalam hijrah sama, maka yang lebih dahulu masuk Islam (dalam riwayat lain: umur). Dan janganlah seseorang menjadi imam terhadap yang lain di tempat kekuasaannya (dalam riwayat lain: di rumahnya). Dan janganlah duduk di tempat duduknya, kecuali seizinnya” (HR. Muslim)
Tidak menggunjing aibnya
وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya” (QS. Al-Hujurat, 49: 12).
Dari Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, Ad Darimi, Al Hakim)
Ibnul Qayyim mengatakan,
إِنَّ الْعَالِمَ قَدْ يَزَلُّ وَلَا بُدَّ إِذْ لَيْسَ بِمَعْصُوْمٍ
“Ada kalanya seorang Ahli Ilmu itu tergelincir/keliru, dan itu adalah keniscayaan, sebab Ahli Ilmu bukanlah orang yang terbebas dari dosa dan kesalahan.”
Ibrahim an-Nakha’i mengatakan,
لَا تُحَدِّثُوا النَّاسَ بِزَلَّةِ الْعَالِمِ، فَإِنَّ الْعَالِمَ يَزَلُّ ثُمَّ يَتْرُكُهَا
“Jangan kalian sebar kasus tergelincirnya seorang Ahli Ilmu, karena pada hakikatnya seorang Ahli Ilmu itu jika saja tergelincir ia akan meninggalkan ketergelincirannya.”
Bersabar Membersamainya
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. Al Kahfi, 18: 28).
Ulama harus bersabar membersamai umat, dan umat pun harus bersabar membersamai ulama.