(252 –255 H / 866 –869 M)
Abu Abdillah Al-Mu’taz bin Al-Mutawakil bin Al-Mu’tashim bin Ar-Rasyid. Lahir tahun 231 H (845 M), Ibunya seorang ummu walad bernama Qabihah. Ayahnya, yakni Khalifah Al-Mutawakil, menjadikannya sebagai putra mahkota setelah Khalifah Al-Muntashir, namun tidak berjalan mulus, karena Al-Muntashir memaksanya untuk melepaskan jabatan itu.
Ketika Al-Mustain menjadi khalifah (setelah Al-Muntashir), ia memenjarakan Al-Mu’taz dan saudaranya, Al-Muayyad. Saat terjadi kekacauan diantara panglima Al-Mustain, Al-Mu’taz dikeluarkan dari penjara dan dibaiat menjadi khalifah, dan berkuasa sejak 4 Muharram 252 – 27 Rajab 255 H / 29 Januari 866 – 15 Juli 869 M.
Para Menteri Al-Mu’taz
Para menteri pada masa itu tidak memiliki peran yang berarti. Mereka hanya mengikuti para pembesar pasukan Turki. Jika tidak, mereka akan dicopot bahkan mendapat siksaan. Mereka adalah:
- Abu Al-Fadhl Ja’far bin Mahmud Al-Iskafi.
- Isa bin Farkhansyah
- Ahmad bin Israil Al-Anbari, ia disenangi oleh khalifah, tapi ditangkap oleh Shaleh bin Washif karena terlibat perseteruan dengannya di hadapan khalifah tentang masalah gaji pasukan Turki.
Kaum Alawiyin Pada Masa Al-Mu’taz
Imam Syiah Imamiyah kesepuluh, Ali Al-Hadi bin Muhammad Al-Jawad bin Ali Ar-Ridha, wafat dan digantikan oleh putranya Hasan Al-Askari.
Sedangkan Syiah Zaidiyah saat itu telah memiliki wilayah sendiri di Thabaristan yang dipimpin Al-Hasan bin Zaid. Sekelompok orang di Baghdad dan Kufah pernah ditangkap oleh Al-Mu’taz karena menyimpan buku-buku Al-Hasan.
Pasukan Turki vs Pasukan Mugharibah
Melihat kekuasaan dan posisi kaum Turki, pasukan Mugharibah—salah satu unsur pasukan yang dibentuk pada masa khalifah Al-Mu’tashim yang dipimpin Muhammad bin Rasyid dan Nashr bin Sa’id—merasa tidak senang. Mereka berkata, “Kalian membunuh khalifah dan mencopot khalifah sesuka hati kalian dan membunuh menteri-menteri.”
Pasukan Magharibah dibantu kaum Al-Ghaugha dan As-Syarikiyah berperang melawan orang-orang Turki hingga mereka tunduk. Perseteruan ini didamaikan oleh Ja’far bin Abdul Walid dengan kesepakatan di setiap posisi penting harus ada perwakilan mereka.
Namun setelah itu orang-orang Turki di bawah pimpinan Bayabak menangkap Muhammad bin Rasyid dan Nashr bin Sa’id kemudian membunuhnya. Kaum Turki kembali memegang kekuasaan dan pengaruh besar.
Kerusuhan Menuntut Gaji
Pada tahun 253 H / 867 M, pasukan Turki, Farghana, dan Asyrusanah membuat kerusuhan. Mereka menuntut gaji kepada para komandan militer: Bugha, Washif, dan Sima Asy-Syarabi.
Bugha dan Sima pergi menemui khalifah, sementara Washif tetap tinggal dengan pasukan. Lalu terjadi penyerangan dan pembunuhan kepada Washif. Setelah itu terjadi pembunuhan Bugha oleh Baybak. Dengan begitu kekuasaan orang-orang Turki dan negara dipegang oleh Shaleh bin Washif dan Baybak.
Pasukan Turki pergi menemui Al-Mu’taz menuntut gaji. Namun ia tidak mampu memenuhi tuntutan mereka. Maka pasukan Turki, Farghana, dan Maghribi akhirnya bersepakat untuk menurunkan Al-Mu’taz dari jabatannya.
Pasukan bersenjata Shaleh bin Washif, Baybak, dan Muhammad bin Bugha datang, lalu Al-Mu’taz diseret dari istananya di paksa untuk menandatangani surat pencopotan dirinya, lalu ditahan dan tidak tidak diberi makan dan minum hingga meninggal.
1 comment
Setiap urusan harta dan kuasa pasti penuh dgn intrik dan darah walau dalam diri orang beriman.
Seharusnya itu jadi pelajaran untuk lebih baik di masa depan.