Oleh: DR. Fahmi Islam Jiwanto
(Diposting di blog pribadinya pada 3 Agustus 2009)
Islam tapi dibenci Allah dan Rasul-Nya? Ya. Tidak semua yang mengatasnamakan Islam, mengangkat bendera Tauhid otomatis direkomendir Nabi Muhammad SAW. Ini bukan klaim pribadi, tetapi sabda Rasululullah SAW. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Turmudzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda:
يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري ومسلم وأصحاب السنن وأحمد
“Akan datang di akhir jaman, suatu kaum, umur mereka muda, pikiran mereka dangkal. Mereka berkata dengan perkataan manusia terbaik. Mereka melesat dari Islam seperti anak panah melesat dari sasarannya. Iman mereka tidak melewati tenggorokan mereka. Di mana pun kalian menemukan mereka bunuhlah (perangilah). Karena memerangi mereka berpahala di hari kiyamat bagi yang membunuh mereka.”
Hadits tersebut keshahihannya tidak dapat diragukan karena diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim (a’la darajatish shihhah) ditambah empat Imam Ashhabus Sunan dan diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad. Rasulullah SAW benar-benar mengabarkan bahwa akan ada segolongan umat Islam yang ketaatan mereka sangat bermasalah. Mereka taat beragama tetapi pemahaman dan praktek beragama mereka gak karuan.
Mereka, kata Rasulullah SAW, berumur muda (hudatsa-ul asnan) tetapi berpikiran bodoh dan cetek (sufaha-ul ahlam). Dan itulah persoalan anak muda yang belajar agama sembarangan tidak mau merujuk ulama-ulama yang lebih berpengalaman dan lebih banyak menggali dan memahami agama. Mereka enggan memahami agama dengan dalam, mereka hanya mampu menangkap kulit luar Islam, tetapi tidak dapat menyerap inti yang lebih dalam dari ajaran Islam. Karena itu keberagamaan mereka sangat aneh dan sering tidak masuk akal. Bahkan sering mereka menolak akal. Ya, menolak akal dengan dalih teks-teks agama yang mereka pahami secara dangkal. Mereka cuma bermodal semangat tanpa dibekali ilmu yang cukup. Benar yang dikatakan Umar bin Abdul Aziz, “Barang siapa yang beramal tanpa ilmu, kerusakannya akan lebih banyak dari perbaikannya.”
“Mereka berkata dengan perkataan manusia terbaik.” Mereka sering mengutip hadits Nabi atau kata-kata para ulama bahkan ayat-ayat Qur’an, entah dengan pemahaman yang tepat atau tidak, entah disesuaikan dengan konteks atau tidak. Kata-kata yang baik bukan hal yang asing bagi mereka, tetapi problemnya pada pemahaman mereka dan cara mereka mengartikan dan mempraktekkan ilmu tersebut. Mereka dahulu yang menjadikan firman Allah “Tidak ada hukum kecuali milik Allah,” (Inil hukmu illa lillah) alasan untuk memerangi Imam Ali bin Abi Thalib. Sekarang ini mereka juga yang atas nama ‘menegakkan Syari’at Islam’ menghalalkan segala cara dan menumpahkan darah orang-orang tak bersalah.
“Mereka mencelat (yamruqun) dari agama seperti anak panah keluar dari sasarannya.” Mereka bertolak dari agama, tetapi tidak bertapak padanya. Mereka berpangkal dari dasar agama tapi tidak berujung pada tujuan agama itu sendiri (Maqashid Syari’ah). Mereka percaya pada prinsip-prinsip agama Islam, tetapi tidak mau terikat pada kajian-kajian fiqh jumhur ulama. Mereka tahu pangkalnya tetapi meleset ujungnya. Pada awalnya mereka beragama tetapi pada akhirnya mereka begitu jauh meninggalkan maknanya. Mereka terburu-buru ingin meraih hasil, tetapi justru jauh meleset dari yang diinginkan. Dasar mereka mungkin benar tetapi jalan mereka salah.
“Iman mereka tidak melewati tenggorokan mereka.” Lisan mereka mengucapkan keimanan dan keislaman. Tetapi sampaikah itu ke hati mereka? Berakarkah ucapan itu dari akal sehat mereka? Mereka lebih banyak mengurusi ibadah-ibadah yang zhahir seperti sholat, shaum, berpakaian menutup aurat, memelihara sunnah-sunnah yang zhahir dan seterusnya, tetapi ibadah-ibadah hati seperti tawadhu’, husnuzh zhann, kasih sayang terhadap manusia, dan kelembutan hati sering mereka lupakan. Dalam riwayat shahih yang lain Rasulullah SAW bersabda bahwa mereka membaca Qur’an tetapi bacaan mereka tidak melewati tenggorokan mereka. Tidak sampai ke hati mereka. Hati mereka tidak dibersihkan dengan siraman al-Qur’an. Hati mereka masih menyimpan penyakit-penyakit. Qur’an tidak melembutkan hati mereka. Qur’an tidak menyinari pandangan mereka.
Dalam riwayat lain yang shahih bahkan disebutkan, “Kalian akan menganggap kecil sholat kalian dibandingkan sholat mereka, menganggap kecil puasa kalian dibandingkan puasa mereka.” Mereka kelihatan lebih rajin dalam ibadah ritual. Tetapi ibadah-ibadah sosial kemanusiaan adalah hal yang jauh dari pikiran mereka.
Terus terang saya ‘merinding’ setiap kali membaca hadits ini. Tetapi ini adalah kewajiban bagi yang mendapatkan ilmu untuk menyampaikannya kepada khalayak. Hari-hari ini kita mengikuti berita-berita yang sangat tidak menyenangkan, tentang pembunuhan yang terjadi sesama muslim dan orang-orang yang tidak bersalah, di Irak, di Somalia, di Aljazair dan juga akhirnya menular di Indonesia. Semua mengatasnamakan syariat Islam. Syariat Allah yang suci mereka nodai dengan pemahaman mereka yang kacau. Syariat Islam yang indah terlihat begitu buruk dan menakutkan di tangan mereka.
Kita tidak boleh menuduh dan menyebarkan fitnah dan tuduhan kepada sesama muslim apalagi sesama aktivis dakwah. Kita percaya bahwa ada konspirasi yang ingin mengacaukan barisan Islam dan mencoreng citra Islam. Tetapi persoalan tidak akan selesai hanya dengan melemparkan tanggung jawab dan menuduh musuh-musuh Islam di luar sana. Pemahaman dan praktek Islam model seperti itu memang benar-benar ada pada segelintir kaum muslimin. Dan kewajiban kita bersama untuk meluruskannya. Jika kita tidak segera menyadarkan gejala seperti itu akan meluas. Kita tidak ingin negeri kita kacau balau seperti Irak atau Somalia (saya tidak tahu persis yang terjadi di Afghanistan, tetapi yang di Irak dan Somalia saya tahu persis isi kepala orang-orang yang merasa memperjuangkan Islam dengan cara yang mengerikan itu).
Contoh yang baik diberikan oleh ulama Azhar yang mengajak dialog pemimpin dan pengikut al-Jama’ah al-Islamiyyah di Mesir, sampai sang pemimpin sadar akan kesalahannya. Dan mengajak seluruh pengikutnya serta semua orang yang memiliki pemikiran ekstrem untuk bertaubat. Demikian juga yang dilakukan ulama Maroko, mereka berusaha menyadarkan para pengikut Islam ekstrem di penjara dengan dialog intensif. (Hal ini baik diteladani oleh pemerintah, agar mereka berkerja sama dengan para ulama untuk berdialog dengan orang-orang yang berpaham seperti di atas).
Kita juga harus benar-benar paham bahwa cara-cara Iblis menyesatkan manusia bermacam-macam. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim, orang-orang yang tidak bisa disesatkan dengan kemaksiatan, disesatkan Iblis dengan ketaatan yang melenceng. Mereka yang setengah-setengah memahami Islam bisa ditipu Iblis akibat ketidakmengertian terhadap setengah bagian yang lain.
Islam adalah agama yang lengkap (syamil) dan kita juga harus memahami dan mempelajarinya secara syamil. Modal satu dua ayat, atau beberapa potongan hadits tidak bisa dipakai untuk membangun kehidupan yang kompleks. Yang tidak sempat khatam mempelajari seluruh ayat-ayat al-Qur’an diragukan fatwanya. Yang tidak selesai menggali seluruh bab-bab fiqh bagaimana mungkin menjawab berbagai macam persoalan. Yang belum mampu memahami seluruh permasalahan Ushul Fiqh amat jelas kekurangan pemahamannya.
Mungkin sebagian saudara kita ada yang mengatakan bahwa hadits tersebut hanya berlaku bagi Khawarij yang muncul di jaman Ali bin Abi Thalib r.a. Dan Khawarij dengan sifat-sifat seperti itu tidak cocok dengan gerakan tertentu di jaman sekarang. Kaidah “al-Ibratu bi ‘umumil lafzhi la bi khushushis sabab’ (bahwa yang dilihat adalah keumuman lafazh/redaksinya bukan kekhususan sebab/konteks kejadiannya), bisa berlaku dalam hadits ini. Dan biasanya golongan Islam seperti itu selalu memahami nash-nash Qur’an dan hadits secara tekstual tanpa merasa perlu melihat konteksnya. Seharusnya mereka juga membaca hadits ini dan memahaminya secara tekstual apa adanya. Sesuai madzhab mereka dalam memahami Qur’an dan Hadits.
Kita tidak dalam rangka membicarakan golongan atau figur tertentu. Kita membicarakan sifat-sifat yang diceritakan Rasulullah SAW. Siapa pun yang memiliki sifat itu, dialah yang dimaksud hadits tersebut. Dan siapa pun yang terhindar dari sifat-sifat tersebut maka dia tidak termasuk golongan yang disebut Rasulullah SAW.
Fenomena di atas memiliki dua sisi, sisi pemahaman dan sisi kejiwaan. Dari sisi pemahaman sudah banyak ulama yang menulis tentang itu, seperti Dr Yusuf al-Qardhawi dan Dr Shalah ash-Showi. Tapi mari kita lihat hadits tersebut lebih dalam dan menganalisanya sebagai sebuah fenomena kejiwaan. Dan kita lihat dari segi sunnatullah yang berlaku bagi semua orang dan di semua jaman. Karena fenomena apapun dalam kehidupan manusia mesti terjadi akibat adanya sebab-sebab tertentu. Ketika sebab-sebab tersebut ada, maka akibatnya pasti akan terulang dan terjadi di jaman kapan pun dan di negeri mana pun. Dan supaya lebih jelas mari kita lihat riwayat yang justru lebih detail menggambarkan konteks kejadian hadits tersebut (asbab wurudil hadits).
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا قَسَمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَنَائِمَ هَوَازِنَ بَيْنَ النَّاسِ بِالْجِعْرَانَةِ قَامَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ اعْدِلْ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَعْدِلْ قَالَ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا أَقُومُ فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ أَنْ تَتَسَامَعَ الْأُمَمُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ ثُمَّ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابًا لَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ الْمِرْمَاةُ مِنْ الرَّمِيَّةِ. رواه البخاري ومسلم وأحمد وهذا لفظه وابن ماجه وابن حبان
“Dari Jabir bin Abdullah beliau berkata: Ketika Rasulullah SAW membagikan ghanimah Hawazin kepada orang-orang di Ji’ranah (lokasi dekat Makkah), berdirilah seorang lelaki dari Bani Tamim.
Dia berkata, “Berbuat adillah wahai Muhammad!”
Nabi Muhammad SAW berkata, “Celaka engkau. Siapa lagi yang bisa berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Sungguh aku telah buntung dan merugi jika aku tidak berbuat adil.”
Umar berkata, “Wahai Rasulullah! Bolehkah aku membunuh orang munafik ini?”
Rasulullah SAW menjawab, “(Aku) berlindung pada Allah (jangan sampai) umat-umat lain mendengar bahwa Muhammad SAW membunuh sahabat-sahabatnya.
Kemudian Nabi SAW berkata, “Orang ini dan rekan-rekannya membaca Qur’an, tetapi bacaan mereka tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat dari agama, seperti anak panah melesat dari sasaran.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dan diriwayatkan juga oleh Bukhari dan Muslim dengan lafazh yang berbeda)
Dengan mempelajari riwayat di atas dan juga riwayat lain yang hampir ada di semua kitab-kitab Ummahatus Sunnah, kita dapat menangkap karakter dan faktor penyebab munculnya gejala Islam model mereka itu. Awal gejala tersebut muncul dari seorang yang berasal dari Bani Tamim -sebagaimana disebut dalam hadits- yang dengan sok dan tidak tahu diri mengkritik Nabi Muhammad SAW. Awalnya dari seorang yang baru masuk Islam tapi sok pinter, bahkan menasehati Nabi Muhammad SAW untuk berbuat adil.
Jelas perilaku orang tersebut sangat aneh dan menyebalkan. Bagaimana bisa muncul orang seperti itu? Gejala aneh itu dimulai dari sekelompok Arab Badui yang menyatakan masuk Islam tetapi mereka merasa hebat dan berjasa dalam keislaman mereka karena mereka masuk Islam secara sukarela. Baru masuk Islam tapi merasa hebat? Iya. Mari pelajari ayat 14 dan 17 surat al-Hujurat. Allah berfirman:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘kami telah Islam’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat: 14)
Pada ayat 17 Allah berkata tentang mereka:
يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Mereka merasa telah berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurat: 17)
Ibnul Mundzir, ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa beberapa orang Arab berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, kami masuk Islam dan tidak memerangi kalian seperti bani Fulan.” Lalu turunlah ayat tersebut.
Ketika Islam tidak disertai kerendahan hati dan kelembutan, yang muncul adalah perilaku-perilaku memalukan. Dan gejala itu akan selalu muncul kapan saja. Di mana pun ketinggian hati menggejala maka cahaya Islam akan menjauh. Dalam hadits shahih Nabi SAW bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ. رواه مسلم
“Sesungguhnya kelembutan itu di mana pun dia berada mesti akan menghiasinya, dan di mana pun kelembutan tercabut mesti akan mencorengnya.” (HR Muslim)
Karena itu perilaku dan Islam model Khawarij tidak terbatas pada Khawarij di jaman Ali bin Abi Thalib. Islam gaya mereka akan tetap ada selama masih ada umat Islam yang berjiwa kasar dan berpemahaman dangkal. Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i bahwa Rasulullah SAW bersabda,
لَا يَزَالُونَ يَخْرُجُونَ حَتَّى يَخْرُجَ آخِرُهُمْ مَعَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَة.
“Mereka akan selalu muncul sampai yang terakhir dari mereka akan keluar bersama al-Masih ad-Dajjal. Jika kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka. Mereka adalah seburuk-buruknya manusia dan seburuk-buruknya makhluk.” (Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Ibnu Abi Syaibah, dikatakan dalam Ithaful Khiyaratil Maharah bahwa para perawinya tsiqat)
Subhanallah. Banyak aliran-aliran sesat yang muncul dengan nama Islam, tetapi perintah untuk memerangi dan membunuh hanya didapatkan secara tekstual dan eksplisit pada hadits-hadits tentang Khawarij ini. Mengapa? Karena merekalah yang punya kecenderungan membunuh orang-orang tak bersalah sejak dahulu. Kalau dulu mereka menyamakan orang bermaksiat sama dengan orang kafir sehingga mereka anggap layak dibunuh, jaman sekarang mereka tidak membedakan antara orang kafir yang memerangi Islam dengan orang non muslim yang ingin hidup damai dengan umat Islam. Islam bagi mereka jadi legitimasi untuk membunuh dan membuat kerusakan. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menyebut mereka sebagai makhluk yang paling buruk. Karena Islam tidak membuat dia menjadi manusia yang berguna, tetapi justru menjadi manusia yang berbahaya.
Itulah perilaku Islam ekstrem yang Rasulullah SAW larang dan benci. Beliau berkata berkali-kali,
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ، هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ، هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ. رواه مسلم
“Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan! Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan! Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan!” (HR Muslim)
Mereka sedikit tetapi sangat mengganggu kelangsungan dakwah. Minoritas tetapi merusak semua yang dibangun orang lain. Karena itu dalam kesempatan Haji Wada’ Rasulullah memberikan warning di hadapan para sahabat. Beliau bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ. رواه النسائي وابن ماجه والبيهقي وابن حبان وابن خزيمة وصححه الألباني في السلسلة
“Wahai manusia, jauhilah berlebih-lebihan dalam agama (ghuluw fid din). Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah berlebih-lebihan dalam agama.” (HR an-Nasa’I, Ibnu Majah, al-Baihaqi, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh al-Albani)
Tugas umat Islam adalah membawa kabar yang mengembirakan manusia sehingga mereka tertarik pada Islam, memudahkan orang-orang untuk melaksanakan ajaran agama dan tidak mempersulit. Rasulullah bersabda kepada semua juru dakwah:
بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا. رواه مسلم
“Berilah kabar gembira, dan jangan beri hal-hal yang membuat orang lari (takut). Mudahkanlah dan jangan kalian persulit. “ (HR Muslim)
Agama Islam yang Allah inginkan adalah agama yang seimbang, pertengahan dan moderat.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
“Dan demikian Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang ‘wasath’ (pertengahan/moderat) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.” (QS al-Baqarah: 143)
Imam al-Alusi berkata, “Makna wasathan adalah terbaik atau adil (seimbang). Pada asalnya wasath adalah nama untuk posisi di mana seluruh sisi berjarak sama terhadapnya seperti pusat. Kemudian dikonotasikan untuk sifat-sifat manusia yang baik. Karena sifat-sifat yang baik adalah pertengahan dari sifat-sifat yang buruk. Seperti kedermawan adalah pertengahan antara sifat mubadzir (foya-foya) dan sifat kikir. Keberanian adalah pertengahan antara sifat pengecut dan sifat nekat. Bijaksana adalah pertengahan antara sifat licik dan sifat bodoh.” (Tafsir Ruhul Ma’ani juz 2 hal. 38)
Kebaikan dalam Islam adalah keseimbangan, bukan ekstremisme. Kebijaksanaan bukan kesembronoan. Sebaik-baiknya urusan adalah pertengahannya.
Kita berharap saudara-saudara kita yang terjebak dalam aliran pemikiran ekstrem tersebut untuk mengkoreksi kembali pemahaman mereka. Mencoba mengkritisi pemikiran orang-orang yang selama ini memberikan pemahaman yang tidak diterima umat. Agar mereka belajar kepada ulama-ulama yang lebih dahulu berjuang di dunia dakwah, yang lebih banyak mengetahui dan memahami Qur’an dan Sunnah sesuai dengan kaidah-kaidah istinbath yang baik. Tidak hanya membaca nash-nash Qur’an dan hadits tetapi juga mempelajari manath al-hukm (konteks hukum). Dan itu semua hanya didapati pada ulama yang selama ini mereka jauhi.
Semoga Allah menunjuki kita semua kepada jalan-Nya yang benar. Hadanallahu wa iyyakum ajma’in. (fij)