Kekhalifahan Al-Qahir (320 – 322 H / 932 – 934 M)
Muhammad bin Al-Mu’tadhid bin Al-Muwaffaq Thalhah bin Al-Mutawakil. Lahir tahun 287 H / 899 M. Ibunya seorang Ummu Walad dari bangsa Berber bernama Qatul.
Pada masa Khalifah Al-Muqtadir, ia pernah dibaiat menjadi khalifah oleh para pemberontak yang dipimpin Mu’nis Al-Muzhaffar. Namun, ketika terjadi perselisihan di kalangan pemberontak, para tantara yang kecewa pada Mu’nis masalah pembayaran kepada pasukan akhirnya mengembalikan kembali Al-Muqtadir menjadi khalifah. Al-Qahir, Muhammad bin Al-Mu’tadhid, dimaafkan oleh Khalifah Al-Muqtadir.
Saat Mu’nis kembali memberontak dan Al-Muqtadir berhasil terbunuh, Al-Qahir dibaiat Kembali menjadi khalifah pada 28 Syawal 320 H/5 Nopember 932 M.
Pemerintahan yang Semasa dengan Al-Qahir
- Andalusia: Abdullah bin Muhammad (300 H/912 M), diteruskan Abdurrahman An-Nashir (w 350 H/961 M)
- Ifriqiya: Ubaidillah Al-Mahdi (297-322 H/909-934 M), Khalifah pertama Dinasti Fathimiyah.
- Romawi: Leon VI, kemudian saudaranya Alexander (911-912 M), kemudian Konstantin VII putra Leon VI, lalu Romans I dari Armenia yang merebut kekuasaan pada 919 M.
- Perancis: Charl III, kemudian Robert I (922-923 M), lalu Raul (923-962 M)
- Khurasan dan Transoxiana: Ahmad bin Ismail bin Ahmad As-Samani.
Kebijakan di Awal Pemerintahannya
Al-Qahir melakukan penyitaan harta dari para budak perempuan yang di masa sebelumnya ‘menguasai’ urusan harta. Termasuk dari Ibu tirinya sendiri, yakni ibunda Al-Muqtadir khalifah sebelumnya.
Dari Ibunda Al-Muqtadir berhasil disita 60.000 dirham, dan di saat itu harta negara sangat minim untuk membiayai biaya tentara. Al-Qahir juga memaksa agar Ibunda Al-Muqtadir membatalkan wakaf untuk Makkah, Madinah, dan di wilayah perbatasan.
Ibunda Al-Muqtadir dihukum dengan keras, Kakinya digantungkan sebelah dan yang sebelah lagi terlepas ke bawah, lalu disiksa dengan berbagai macam siksaan dan wafat beberapa hari kemudian.
Al-Qahir tidak mampu memafkan sebagaimana Al-Muqtadir pernah memaafkannya. Malah keluarga al-Muqtadir diusir, disiksa, dan dibunuh dengan keji.
‘Memberantas Kemaksiatan’
Al-Qahir melarang semua jenis musik dan nyanyian serta minuman keras. Dia tangkapi para penyanyi dan menghancurkan alat musik mereka. Namun anehnya, menurut Imam As-Suyuthi, Al-Qahir sendiri sering bermabuk-mabukan dan sangat suka mendengarkan musik dan nyanyian. Bahkan, Ibnul Atsir menyebutkan bahwa para budak yang pandai menyanyi disuruh dijual oleh Al-Qahir. Namun dia melakukan itu karena dia sendiri yang akan membeli para budak yang sudah dijual dengan murah tersebut.
Keretakan Al-Qahir dengan Mu’nis Al-Muzhaffar
Saat Al-Muqtadir terbunuh, para pembantunya, yakni Muhammad bin Yaqut, dua putra Raiq dan Harun bin Gharib, Muflih serta Abdul Wahid bin Al-Muqtadir melarikan diri. Mereka berjalan ke Sous kemudian ke Ahwaz, lalu mereka diusir. Mu’nis kemudian membebaskan mereka dan memberikan jaminan keamanan. Lalu mereka kembali ke Baghdad.
Setelah tiba di Baghdad, Muhammad bin Yaqut diberi kedudukan oleh Al-Qahir dan merencanakan perbuatan jahat kepada para pelarian dan mempersempit ruang gerak Mu’nis.
Al-Qahir membujuk para pendukung Mu’nis Al-Muzhaffar, yakni pasukan Sajiyah dan sekretarisnya, Ibnu Muqlah, untuk menjauhi Mu’nis dengan menawarkan jabatan Menteri kepadanya menggantikan Mu’nis. Maka ia menjadi informan bagi Al-Qahir yang melaporkan gerak-gerik Mu’nis. Namun Al-Qahir berkhianat dan melanggar janji.
Ibn Muqlah dan Mu’nis, diikuti oleh Ali bin Bulaiq,serta Al-Hasan bin Harun menginginkan Muhammad bin al-Muktafi yang menjadi khalifah. Sayangnya, Al-Qahir mencium rencana konspirasi ini. Satu demi satu kalangan oposisi disingkirkan: Mu’nis akhirnya dibunuh. Ali bin Bulaiq dan anaknya lari namun berhasil ditangkap dan dibunuh dengan cara disembelih. Ibnu Katsir menyebutkan, kepala mereka lantas diberikan ke anjing. Muhammad bin Al-Muktafi disekap di dinding yang diapit dua bangunan sempit. Sementara itu, Ibnu Muqlah berhasil kabur dan bersembunyi. Al-Qahir lalu memerintahkan agar rumah Ibnu Muqlah dibakar habis, begitu juga kediaman para pemberontak lainnya.
Pemakzulan Khalifah Al-Qahir
Ibnu Muqlah dan Al-Hasan bin Harun menyurati panglima Sajiyah (Azerbaijan) dan Hajariyah, lalu bertemu dengan mereka secara sembunyi-sembunyi dan merencanakan pemakzulan Khalifah Al-Qahir dengan paksa.
Mereka mendatangi istana khalifah melalui berbagai pintu lalu menangkap Khalifah Al-Qahir, dan membaiat Abul Abbas Muhammad bin Al-Muqtadir, Ar-Radhi Billah, sebagai khalifah.
Buya Hamka menceritakan akhir kekuasaan Al-Qahir: “…sedang baginda duduk di dalam istana, masuklah seperangkatan serdadu ke dalam istana, lalu khalifah mereka tangkap dan pangkatnya ditanggali, kemudian itu kedua matanya dicungkil sehingga kedua mata itu tanggal dan tergantung-gantung di kedua belah pipinya. Setelah itu dikurung di dalam satu penjara gelap di dalam istana. Kemudian itu dilepaskan pula menjadi seorang buta yang hina, sampai mati.”
Al-Qahir dibiarkan menderita dalam kebutaan. Sebelas tahun kemudian dia sempat dilepas dari penjara, lantas menjadi pengemis di kota Baghdad, namun kemudian kembali ditangkap dan dipenjara sampai wafat.
Dia hanya berkuasa kurang dari 2 tahun, dari 28 Syawal 320 H/5 Nopember 932 M hingga 5 Jumadal Ula 322 H/27 April 934 M.