Masa Pemerintahan Khalifah Ar-Radhi (322 – 329 H/934 – 940 M)
Abul Abbas Ahmad bin Al-Muqtadir bin Abi Ahmad Al-Muwaffaq Thalhah bin Al-Mutawakkil. Lahir pada tahun 297 H/909 M. Ibunya seorang budak Bernama Zhalum. Ia dibaiat sebagai khalifah setelah ditangkapnya Al-Qahir pada 5 Jumadal Ula 322 H/27 April 934 M, dalam kudeta yang digerakkan oleh Ibnu Muqlah dan Al-Hasan bin Harun bersama para panglima Sajiyah (Azerbaijan) dan Hajariyah.
Kondisi Negeri Pada Masa Khalifah Ar-Radhi
- Di Irak, para pemimpin daerah bersaing dan saling membunuh. Wilayah-wilayah melepaskan diri.
- Negara Andalusia semakin maju dan besar berkat semangat pemimpin besar mereka Amirul Mu’minin Abdurrahman An-Nashir.
- Negara Abidiyah di Maroko dan Al-Mahdiyah bertambah kuat.
- Bani Buwaihi menguasai beberapa daerah Al-Jibal dan Ahwaz.
- Orang-orang Romawi menyerang wilayah-wilayah perbatasan, sehingga negeri-negeri Islam terkotak-kotak.
Ibnu Muqlah vs Muhammad bin Yaqut
Di masa awal pemerintahan Ar-Radhi kendali negara berada di tangan Ibnu Muqlah dan pembantunya, Muhammad bin Yaqut. Namun, pada tahun 322 H/934 M, Ibnu Muqlah mendapati Muhammad bin Yaqut telah mendominasi urusan-urusan negara. Maka Ibnu Muqlah berupaya menjelek-jelekkan Muhammad bin Yaqut di hadapan Khalifah Ar-Radhi. Maka, pada 5 Jumadal Ula 322 H / 27 April 934, Muhammad bin Yaqut dan saudaranya, Al-Muzhaffar bin Yaqut ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Lalu Muhammad bin Yaqut meninggal di dalam penjara.
Sementara itu, Al-Muzhaffar bin Yaqut dikeluarkan dari penjara setelah mengadakan perjanjian dengan Ibnu Muqlah untuk mendukung, tidak menyeleweng, serta tidak mengganggu dirinya dan anak-anaknya.
Al-Muzhaffar berkeyakinan bahwa Ibnu Muqlah telah meracuni saudaranya, maka ia bersepakat dengan tentara Hajariyah untuk menangkap Ibnu Muqlah dan menyerahkannya kepada Khalifah Ar-Radhi untuk menghukumnya. Mereka lalu merekomendasikan Ali bin Isa kepada Ar-Radhi untuk menggantikan Ibnu Muqlah sebagai menteri. Namun khalifah Ar-Radhi lebih memilih saudaranya, Abdurrahman bin Isa.
Abdurrahman dan Korupsi
Abdurrahman bin Isa melihat tradisi korupsi sudah sangat merajalela, sehingga ia tidak merasa mampu mengatur urusan negara. Maka, ia mengundurkan diri dari jabatannya, namun Khalifah Ar-Radhi tidak menerima hal itu sehingga Abdurrahman ditangkap dan disita hartanya 70.000 dinar, juga disita harta saudaranya, Ali, sebanyak 100.000 dinar.
Krisis Keuangan
Khalifah Ar-Radhi mengangkat Abu Ja’far Al-Kharkhi menjadi menteri. Namun saat itu, kas negara semakin menipis, pemasukan negara pun terputus karena Muhammad bin Raiq, Walikota Bashrah, memutus pajak dari Bashrah dan Wasith, tidak menyetorkannya ke Baghdad. Al-Baridi, Walikota Ahwaz, juga melakukan hal yang sama. Pada masa itulah, wilayah Persia berhasil didominasi oleh Bani Buwaih yang beraqidah syi’ah.
Dalam kondisi krisis keuangan seperti itu, Abu Ja’far Al-Kharkhi menghilang setelah 3,5 bulan menjadi Menteri. Maka ia digantikan oleh Abul Qasim Sulaiman bin Al-Hasan. Namun kondisi keuangan macet dan kas negara semakin menipis.
Bernegosiasi dengan Muhammad bin Ra’iq Walikota Bashrah
Khalifah Ar-Radhi menyurati Muhammad bin Ra’iq, Walikota Bashrah, dan menawarkan kepadanya kekuasaan di Baghdad. Muhammad bin Raiq lalu datang ke Baghdad, kemudian Ar-Radhi memberinya gelar Amirul ‘Umara dan mengangkatnya sebagai pengurus pajak dan pembantu di seluruh urusan negara.
Sejak saat itulah departemen-departemen dan kementerian dihapus. Maka, secara de facto, penguasa saat itu adalah Muhammad bin Ra’iq dan Sekretarisnya. Belanja harta dan kekayaan negara dikendalikan dengan sesuka hati. Baitul mal tidak berfungsi. Wilayah-wilayah lain semakin tidak patuh, tidak ada lagi kota-kota yang berkhidmah kepada pemerintahan, kecuali Baghdad dan sekitarnya yang dikuasasi Muhammad bin Ra’iq. Khalifah Ar-Radhi menjadi tidak memiliki otoritas dalam kekuasaan.
Mengangkat Menteri
Atas nama Khalifah Ar-Radhi, Muhammad bin Ra’iq berupaya menanggulangi masalah menipisnya keuangan negara dengan cara ‘mengiming-imingi’ jabatan Menteri. Abul Fatah Ja’far pengurus pajak di wilayah Mesir dan Syam diberi jabatan Menteri agar pajak di wilayah tersebut bisa masuk ke Baghdad.
Berupaya Menguasai Wilayah Ahwaz
Muhammad bin Ra’iq berupaya menguasai Ahwaz yang saat itu berada di bawah kekuasaan Abu Abdullah Al-Baridi. Ibnu Ra’iq mengajak Khalifah Ar-Radhi melakukan kunjungan ke Wasith dan Ahwaz.
Abu Abdullah Al-Baridi segera memperbaharui kesepakatan setoran daerah, yakni setiap tahunnya menjadi 360.000 dinar. Khalifah Ar-Radhi menyetujuinya lalu Kembali ke Baghdad, tapi selanjutnya Al-Baridi ternyata tidak membayarkan setoran daerah itu meskipun hanya 1 dinar saja.
Ar-Ra’iq lalu menawari Abu Abdullah Al-Baridi jabatan Menteri. Ia menyetujuinya dan mengirimkan Ahmad bin Ali Al-Kufi sebagai wakilnya.
Berupaya Menguasai Wilayah Bashrah
Muhammad bin Ar-Ra’iq juga berusaha menguasai Bashrah yang saat itu dikuasai oleh Abu Yusuf Al-Baridi, saudara dari Abu Abdullah Al-Baridi. Dikirimlah pasukan untuk merebutnya di bawah pimpinan panglima Badar Al-Khartsani dan Bajkam Ad-Dailami.
Abu Abdillah Al-Baridi bersama saudara-saudaranya melarikan diri sampai ke Ablah. Mereka menemui Imad Ad-Daulah bin Buwaih meminta bantuan dan bersedia memberinya wilayah Irak untuk dikuasai. Ia menyepakatinya lalu mengajak saudaranya, Muiz Ad-Daulah untuk bersama-sama memerangi Bajkam.
Tapi kedua belah pihak yang bersepakat ini masing-masing berambisi untuk menipu satu sama lain. Kondisi ini dimanfaatkan Bajkam untuk menguasai wilayah Sous dan Jundisapur.
Muiz Ad-Daulah menguasai Ahwaz dan mengusir Abu Abdillah Al-Baridi ke Bashrah.
Berebut Jabatan Amirul Umara
Muhammad bin Ra’iq mengalami situasi sulit karena Bajkam Ad-Dailami menghalanginya dari harta kekayaan wilayah Wasith dan tidak menyetorkan kepadanya. Sementara itu Bajkam Ad-Dailami berambisi merebut jabatan Amirul umara dari Muhammad bin Ra’iq.
Ibnu Muqlah pun berusaha mendapatkan jabatan ini. Pada Dzulqa’dah 326 H/September 938 M ia bergerak dari Wasith menuju Baghdad. Disana ia mendapatkan perlawanan dari Muhammad bin Ra’iq. Bajkam Ad-Dailami pun datang ke Baghdad, lalu Khalifah Ar-Radhi mekantiknya menjadi Amirul Umara.
Bajkam lalu menulis maklumat kepada seluruh panglima pendukung Muhammad bin Ra’iq untuk tunduk dan mendukungnya sebagai Amirul Umara dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Dengan begitu Ibnu Ra’iq jatuh dari kekuasaanya dan bersembunyi.
Memerangi Mosul
Pada awal tahun 327 H/938 M, Nashir Ad-Daulah bin Hamdan penguasa Mosul menahan setoran daerahnya ke pusat, maka Khalifah Ar-Radhi dan Bajkam Ad-Dailami mendatanginya. Mereka berhasil mengalahkan Nashir Ad-Daulah.
Aksi Muhammad bin Ra’iq
Ketidakberadaan Khalifah Ar-Radhi dan Bajkam Ad-Dailami di Baghdad dijadikan kesempatan oleh Muhammad Ar-Ra’iq untuk keluar dari persembunyiannya dan menguasai Baghdad. Kondisi yang mengancam itu mendorong Ar-Radhi dan Bajkam berdamai dengan Nashir Ad-daulah bin Hamdan dengan syarat mempercepat pembayaran setoran 500.000 dirham.
Keduanya kemudian berdamai dengan Muhammad bin Ra’iq dengan menyerahkan negeri-negeri Mudhar, Harran, Raha, Jundiqisrin, dan Al-Awashim.
Berupaya Mengembalikan Al-Jibal dan Ahwaz
Bajkam Ad-Dailami berkeinginan mengembalikan Al-Jibal dan Ahwaz dari tangan Bani Buwaih. Ia bersepakat dengan Al-Baridi, agar Al-Baridi menyerang Ahwaz, sementara ia sendiri menyerang Al-Jibal.
Namun Bajkam sadar bahwa Al-Baridi ingin menipunya, maka ia mengalihkan tujuannya dari Jabal ke Wasith lalu menguasainya dan mengusir Al-Baridi.
Aksi Amar Ma’ruf Nahi Munkar di Baghdad
Para pengikut madzhab Hambali tumbuh menjadi komunitas yang memiliki pengaruh. Mereka berhasil menarik hati para panglima dan masyarakat. Mereka gencar melakukan aksi amar ma’ruf nahi munkar: Penumpasan minum-minuman keras dengan menumpahkannya di jalan-jalan, memukuli para penyanyi dan merusakkan alat musik serta melarang memperjualbelikannya. Mereka juga melarang non mahram berjalan bersama.
Konon, mereka juga berkonfrontasi dengan orang yang bermazhab Syafi’i. Semua ini menimbulkan kehebohan di Baghdad.
Maklumat Kepolisian
Karena kehebohan tersebut, kepala kepolisian, Badr Al-Kharsyani, mengeluarkan maklumat ditujukan kepada pengikut Abu Muhammad bin Al-Barbahari Al-Hambali:
- Orang-orang Hambali tidak boleh mengadakan perkumpulan
- Orang-orang Hambali tidak diperkenankan memperdebatkan mazhab mereka.
- Pemimpin kelompok Hambali tidak boleh menjadi imam shalat kecuali mengeraskan basmalah dalam shalat subuh, maghrib, dan isya.
Maklumat Khalifah
Dikeluarkan pula maklumat yang ditandatangani Khalifah Ar-Radhi yang dibacakan kepada orang-orang Hambali untuk mengingkari perbuatan mereka. Mengingkari pemahaman akidah mereka yang dianggap menyerupakan Allah dengan makhluk, dimana mereka menyebut: tangan, jari-jari, kaki, dan lain-lain. Juga mengingkari dakwah mereka yang melarang ziarah kubur ke para imam.
Negosiasi dengan Kaum Qaramithah
Pada masa itu, orang-orang Qaramithah terus berbuat onar dan menghalangi para jama’ah haji. Pada tahun 322 H/934 M, Muhammad bin Yaqut menyeru Abu Thahir agar mematuhi khalifah dan khalifah akan mengakui kekuasaan mereka atas negeri-negeri yang dikuasainya, juga kakan memberikan daerah-daerah lain kepadanya.
Abu Thahir juga diminta agar tidak mengganggu jamaah haji dan segera mengembalikan hajar aswad ke Makkah. Abu Thahir menyepakatinya, namun menolak untuk mengembalikan hajar aswad ke Makkah, ia juga minta dikirimi sejumlah harta benda dari Bashrah.
Baca juga: Peristiwa-peristiwa Bersejarah Pada Masa Pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir
Pada tahun itu jamaah haji dapat berjalan menuju Makkah dan tidak mendapatkan halangan.
Tahun 333 H/945 M, kaum Qaramithah Kembali menghalangi jama’ah haji. Kaum Alawiyyin segera mendatangi Abu Thahir dan memintanya untuk tidak melakukan Tindakan itu. Ia menyetujuinya, tapi hal itu akan dilakukannya tahun depan.
Ar-Radhi: Khalifah yang Menjadi Terakhir
Khalifah Ar-Radhi disebut khalifah yang menjadi terakhir karena ia adalah,
- Khalifah terakhir yang dituliskan syair-syair untuknya.
- Khalifah terakhir yang masih ikut mengatur kekuasaannya.
- Khalifah terakhir yang berkhutbah di atas mimbar jumat.
- Khalifah terakhir yang berbagai fasilitasnya sesuai aturan para khalifah sebelumnya.
Khalifah Ar-Radhi wafat pada pertengahan Rabiul Awwal tahun 329 H/Desember 940 H