Khalifah At-Thai (363-381 H/974-991 M), nama lengkapnya Abu Bakar Abdul Karim At-Tha’i lillah bin Al-Muthi’ bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid. Lahir pada tahun 317 H/930 M, ibunya seorang budak Bernama Hazar, ada juga yang menyebutnya Atab.
Saat ayahnya, Khalifah Al-Muthi, menyatakan mundur dari jabatan khalifah pada Rabu, 13 Dzulqa’dah 363 H/9 Agustus 974 M dan menyerahkan kepadanya, Ath-Tha’i Lillah berumur 43 tahun. Ia adalah khalifah Abbasiyah ke-24.
Negeri-negeri pada Masa Khalifah At-Tha’i
- Andalusia: Khalifah Al-Hakam bin Abdurrahaman An-Nashr (350-366 H), dan Khalifah Hisyam bin Al-Hakam (366-399 H).
- Afrika dan Sicilia: Yusuf bin Buluqqin bin Ziri Ash-Shanhaji, Al-Manshur bin Yusuf (kepanjangan tangan Dinasti Fathimiyah).
- Mesir, Syam, Hijaz: Al-Muizz li Dinillah Al-Fathimi, Al-Aziz billah.
- Yaman: Amir Abu Al-Jaisy Ishaq bin Ibrahim, Abdullah bin Ishaq (Dinasti Alu Ziyad).
- Shan’a: Amir Abdullah bin Qahthan (Alu Ya’fir).
- Halab: Amir Sa’d Ad-Daulah Abul Ma’ali Syarif bin Saif Ad-Daulah.
- Mosul: Amir Uddah Ad-Daulah Abu Taghlib Al-Ghandhanfar bin Nashir Ad-Daulah, Abu Thamir Ibrahim bin Nashr Ad-Daulah, Abu Abdillah Al-Husain bin Nashr Ad-Daulah (Dinasti Hamdaniyah)
- Khurasan dan Transoxania: Amir Nur bin Manshur As-Samani (Daulah Samaniyah).
- Jurjan: Amir Zahir Ad-Daulah Bisutun bin Wusymagir, Syams Al-Ma’ali Qabus bin Wusymagir (Daulah Ziyadiyah)
- Persia, Ahwaz, Rayy, Jibal, dan Irak: Bani Buwaihi.
Lima Sultan Dinasti Buwaihi
Pada masa pemerintahannya, kekhalifahan Abbasiyah didominasi oleh Sultan dari kalangan Dinasti Buwaihi:
- Izzud Daulah Bakhtiar bin Muizud Daulah
- Adhud Daulah Fana Khasruw bin Ruknud Daulah Al-hasan bin Buwaih
- Shamsham Ad-Daulah Abu kalijar Al-Marzuban bin Adhud Daulah
- Syaraf Ad-Daulah Abu Al-Fawaris Sirzil bin Adhud Daulah
- Baha Ad-Daulah Abu Nashr Fairuz bin Adhud Daulah.
Konflik Politik
Setelah dibaiat menjadi khalifah, At-Tha’i mengangkat Sabaktakin At-Turki, kepala rumah tangga (Al-Hajib) Bani Abbasiyah, menjadi Amirul Umara/Sultan dan memberinya gelar Nashir ad-Daulah.
Hal ini menyebabkan Bakhtiar Izzud Daulah marah, dan ia menolak keputusan itu. Lalu Sabaktakin berusaha bernegosiasi dengannya, dan menawarkan wilayah sebelah selatan Irak kepada Izz ad-Daulah, sementara Sabaktakin tetap mengendalikan Baghdad.
Konflik Sektarian
Saat itu Bani Buwaihi secara ektrim berupaya mengokohkan paham Syiah. Hal ini menimbulkan reaksi dari kalangan Ahlus Sunnah. Distrik Al-Karkh yang merupakan basis syiah diserang dan dikuasai oleh Ahlus Sunnah.
Dalam ketegangan politik antara Sabaktatin dan Bakhtiar, masyarakat Ahlus Sunnah memberikan dukungan kepada Sabaktatin, sedangkan masyarakat Syiah memberikan dukungan kepada Bakhtiar.
Manuver Adhud Daulah
Untuk menghadapi Sabaktatin, Bakhtiar meminta bantuan kepada pamannya, Ruknud Daulah di Isfahan, dan keponakannya, Adhud Daulah.
Ruknud Daulah lalu mengirimkan pasukan bersama wazirnya, Ibnu Al-Amid. Sedangkan Adhud Daulah menanggapi dingin permitaan bantuan itu, karena ia berambisi bisa menguasai Irak dan menunggu-nunggu kejatuhan Bakhtiar. Saat melihat Bakhtiar semakin di ujung tanduk, Adhud Daulah kemudian bergerak menuju Irak berpura-pura membantu Bakhtiar.
Adhud Daulah berhasil mengalahkan pasukan Turki pada 14 Jumadal Ula 364 H/4 Februari 975 M, dan memasuki Baghdad sebagai pemenang. Guna menjatuhkan Bakhtiar, Adhud Daulah memprovokasi pasukan Bakhtiar agar melancarkan pembangkangan, membuat keributan, dan mengajukan tuntutan pemberian uang. Di sisi lain, Adhud Daulah memprovokasi Bakhtiar agar bersikap keras kepada para pembangkang. Maka terjadilah kekacauan.
Adhud Daulah lalu muncul mengamankan kekacauan itu. Ia mengumpulkan masyarakat dan mencopot Bakhtiar dari jabatan Sultan, ia berjanji akan memperhatikan kesejahteraan pasukan dan masyarakat .
Khalifah At-Tha’i merasa senang , karena ia memang tidak menyukai Bakhtiar.
Adhud Daulah memberlakukan kembali protokoler kekhalifahan yang beberapa lama telah ditinggalkan. Istana khalifah diperindah, berbagai fasilitas pribadinya dibangun.
Wazir dari Bakhtiar, Muhammad bin Baqiyyah, memberitahukan perkembangan politik ini kepada Ruknud Daulah (paman dari Bakhtiar), ayah dari Adhud Daulah.
Adhud Daulah akhirnya mengembalikan Bakhtiar kepada jabatannya. Saat Ruknud Daulah wafat, digantikanlah ia oleh Adhud Daulah.
Adhud Daulah segera berkirim surat kepada Bakhtiar memintanya keluar dari Baghdad, dan dijanjikan kepadanya bantuan keuangan dan persenjataan. Bakhtiar menerimanya. Lalu Adhud Daulah bergerak ke Baghdad dan menguasainya. Sejak saat itu namanya disebut-sebut di dalam khutbah.
Pada 367 H/978 M, Muhammad bin Baqiyah dieksekusi mati dengan cara diinjak kaki gajah dan jasadnya disalib.
Invasi Militer
Adhud Daulah menginvasi Mosul dan dapat menyingkirkan Daulah Hamdaniyah. Abu Taghlib Al-Hamdani melarikan diri ke Romawi Byzantium. Invasi berlanjut ke Diyar Bakar, Diyar Rabiah, Diyar Mudhar, hingga ke Riqqah. Sisa wilayah dipercayakan kepada Sa’ad Ad-Daulah bin Saif Ad-Daulah, Amir Allepo.
Adhud Daulah berhasil memperluas kekuasaannya yang mencakup Irak, Al-Jazirah, Ahwaz, Persia, Al-Jibal, dan Rayy. Pada 371 H/981 M, wilayah Jurjan berhasil direbut dari Qabus bin Wusymakir.
Kebijakan-kebijakan Adhud Daulah
Setiap awal tahun, ia mengalokasikan dana yang besar untuk kepentingan shadaqah dan kegiatan sosial di segenap penjuru negeri. Ia pun memiliki perhatian besar pada dunia ilmu pengetahuan. Namun, pada masa-masa akhir pemerintahannya ia menerapkan pajak bumi yang berlebihan, pajak penjualan pada binatang ternak dan barang-barang komoditas. Ia disebut sangat membabibuta dalam mendapatkan kekayaan dan pemasukan negara.
Adhud Daulah Wafat
Adhud Daulah wafat pada bulan Syawal 372 H / Maret 983 M. Maka para jenderal dan petinggi negara sepakat melantik putranya, Abu Kalijar Al-Marzuban, yang bergelar Asamsham Ad-Daulah.
Mosul Terlerpas
Bangsa Kurdi di bawah pimpinan Syuja Baz bin Dustik berhasil merebut Mosul. Shamsham Ad-Daulah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar dan berhasil memukul mundur pasukan Syuja Baz Ad-Dustik.
Kemudian disepakati perdamaian dengan ketentuan wilayah Diyar Bakar dan separuh wilayah Thur Abidin diberikan kepada Syuja’ Baz bin Dustik.
Manuver Syaraf Ad-Daulah
Pergolakan yang dihadapi Shamsham Ad-Daulah dimanfaatkan oleh saudaranya sendiri, Syaraf Ad-Daulah, untuk menguasai Ahwaz dan Irak. Pada 375 H/985 M, Syaraf Ad-Daulah bergerak ke Ahwaz dan berhasil merebutnya dari saudaranya, Abul hasan Tajud Daulah. Ia juga bergerak ke Bashrah dan berhasil menguasainya.
Kekuasaan Shamsham Berakhir
Shamsham Ad-Daulah menawarkan perjanjian damai, salah satu kesepakatannya adalah ia bersedia menjadi wakil. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, Syaraf Ad-Daulah membatalkan kesepakatan damai itu dan bertekad menguasai Baghdad.
Posisi Shamsham menjadi sulit. Kemudian ditambah terjadinya situasi kacau dari pasukannya sendiri.
Pada Ramadhan 376 H/Januari 987 M, Shamsham berniat menyerah dan taat kepada Syaraf Ad-daulah, ia menemuinya namun malah ditangkap.
Syaraf Ad-daulah Memimpin
Pada masa awal kepemimpinannya terjadi konflik antara pasukan Ad-Dailam dan Turki di Baghdad. Syaraf Ad-Daulah berupaya meredam konflik dan berhasil menghilangkan perseteruan. Salah satu kebijakannya yang baik adalah melarang segala hal yang bisa menimbulkan konflik.
Syaraf Ad-daulah wafat pada Jumadil Akhirah 379 H/September 989 M.
Baha Ad-Daulah Memimpin
Baha Ad-Daulah menggantikan Syaraf Ad-Daulah. Pada masanya, konflik antara Turki dan Ad-Dailam Kembali timbul, hingga terjadi peperangan selama 5 hari.
Baha Ad-Daulah memihak kepada orang-orang Turki, hal itu membuat kalangan Ad-Dailami melemah. Namun, Baha Ad-Daulah pun mendapat penentangan dari anggota Bani Buwaihi yang berambisi merebut kekuasaan, namun mereka gagal.
Khalifah At-Tha’i Ditangkap dan Dimakzulkan
Pada 21 Rajab 381 H/7 Oktober 991 M, Baha Ad-Dulah menangkap dan merampok kekayaan Khalifah At-Tha’i. Hal itu dilatarbelakangi pasukannya yang berbuat ulah sedangkan kondisi keuangan menipis. Khalifah dibawa ke istana Sultan Baha Ad-Daulah kemudian diumumkanlah pemakzulannya.