Pada hari Minggu (29/01/23), tempat pemungutan suara di Tunisia mulai dibuka bagi para pemilih untuk memberikan hak suaranya pada putaran kedua pemilu legislatif untuk memilih anggota parlemen.
Rakyat Tunisia kembali menuju ke tempat pemungutan suara untuk memilih 131 dari 161 wakil untuk menjadi anggota parlemen, di tengah boikot besar-besaran dari sejumlah partai dan oposisi lainnya, serta prediksi partisipasi pemilih yang sangat rendah.
Para putaran pertama pemilu legislatif yang dilaksanakan pada 17 Desember lalu, 23 kursi berhasil terpilih untuk duduk di parlemen berikutnya dari 154 kursi, dan sebagai ganti dari ketidakhadiran sejumlah kandidat di 7 daerah pemilihan di luar negeri, pemilu parsial diperkirakan akan diadakan lagi nantinya setelah pembentukan parlemen baru.
Pada putaran pertama pemilu legislatif, tercatat tingkat partisipasi yang rendah atau hanya 11% dari total pemilih, hal yang dianggap oleh sejumlah partai politik sebagai bukti kegagalan dari “tindakan luar biasa” Presiden Qais Saeed. Partai-partai politik Tunisia juga mendesak diadakannya pemilihan presiden lebih lebih dulu secepatnya.
Parlemen baru akan memiliki kewenangan yang sangat terbatas. Mereka misalnya tidak dapat memberhentikan presiden atau meminta pertanggungjawabannya. Sementara Presiden memiliki otoritas prioritas dalam mengusulkan RUU.
Konstitusi baru juga tidak mensyaratkan bahwa pemerintah yang ditunjuk oleh presiden memperoleh kepercayaan dari Parlemen.
Tunisia telah menderita krisis ekonomi dan keuangan yang parah dan diperburuk oleh dampak pandemi serta efek perang Ukraina. Hal ini diperparah oleh gejolak politik yang tambah memanas sejak Saied memberlakukan “tindakan luarbiasanya” pada 25 Juli 2021.
Diantara keputusan kontroversial dari langkah-langkah Saied adalah membubarkan Parlemen, penerbitan undang-undang dengan keputusan presiden, dan pengesahan konstitusi baru melalui referendum pada Juli 2022 serta pemilihan legislatif awal yang dilaksanakan pada desember lalu.
Jumat lalu, empat organisasi Tunisia, termasuk Serikat Buruh Umum Tunisia, mulai menyusun inisiatif untuk mengajukan proposal solusi atas situasi politik, ekonomi dan sosial yang memburuk di negara itu.
Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Umum Tunisia, Noureddine Taboubi mengatakan dalam pidato yang disampaikannya bersama perwakilan dari Liga Tunisia untuk Pembelaan Hak Asasi Manusia, Asosiasi Pengacara, dan Forum Tunisia untuk Hak Ekonomi dan Sosial di ibu kota Tunis bahwa: “negara kita telah menderita kebuntuan politik yang parah selama lebih dari 12 tahun dan selama itu kita hanya saling melempar tuduhan sementara negara semakin tenggelam.” Taboubi menegaskan bahwa tidak ada solusi kecuali dengan duduk bermusyawarah bersama-sama.
Sumber: Arabi21.