Pasukan Islam Bergerak
Setahun setelah misi intelijen oleh Tharif bin Malik dan persiapan-persiapan penaklukan lainnya, Musa bin Nushair memberangkatkan 7.000 pasukan Islam ke Andalusia pada bulan Sya’ban tahun 92 H (Juni 711 M) yang dipimpin oleh Thariq bin Ziyad.
Musa bin Nushair melepas pasukan ini dengan do’a yang diiringi tangisan penuh harap kepada Allah SWT.
Baca pula gambaran situasi dan kondisi Andalusia pra Islam di sini:
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik: Simbol Kesuksesan Kekhalifahan Bani Umayyah
Menyeberangi Selat Gibraltar
Pasukan Islam menyeberangi selat yang saat ini dikenal dengan nama Jabal Thariq (Gibraltar). Selanjutnya bergerak menuju Jazirah Al-Khadra (Green Island) dan dihadang oleh pasukan selatan Andalusia.
Sesuai tradisi Islam, Thariq bin Ziyad menyerukan pilihan kepada mereka: masuk Islam, membayar jizyah,[1] atau perang.
Pasukan Selatan Andalusia Berhasil Dikalahkan
Pasukan Andalusia memilih berperang dan akhirnya dapat dikalahkan oleh pasukan Islam. Tedmore, panglima pasukan Andalusia mengirim surat kepada Raja Roderic yang saat itu berada di Toledo. Salah satu yang diungkapkan Tedmore adalah: “….aku tidak tahu apakah mereka itu makhluk bumi ataukah makhluk langit…”
Raja Roderic menyepelekan hal itu. Ia baru memperhatikannya setelah mendengar kabar bahwa pasukan Islam telah sampai ke Cordova.
Pertempuran Kedua di Jazirah Al-Khadra
Roderic berangkat ke Toledo lalu menyiapkan pasukan untuk dikirim melawan pasukan Islam. Ia memerintahkan keponakannya yang bernama Vinceu untuk memimpin pasukan. Pecahlah pertempuran di Jazirah Al-Khadra (Algesiras). Pasukan Kristen berhasil dikalahkan, dan Vinceu pun gugur dalam pertempuran ini.
Mendengar berita kekalahan itu Raja Roderic segera menyiapkan 100.000 pasukan kavaleri untuk menghadapi 7.000 pasukan infanteri umat Islam. Thariq bin Ziyad segera meminta tambahan pasukan. Musa bin Nushair lalu mengirimkan 5.000 prajurit yang dibawa dengan kapal laut. Sehingga kekuatan pasukan Islam menjadi 12.000 orang.
Thariq bin Ziyad Menyusun strategi, ia mencari lokasi perang yang strategis agar mampu menghadapi 100.000 pasukan Kristen. Dipilihlan Rio Barbate (Lembah Barbate), yang di belakang dan sebelah kanannya terdapat gunung yang tinggi, sementara sebelah kirinya terdapat danau.
Pertempuran Guadalete / Wadi Lakkah (92 H/711 M)
Pecahlah pertempuran pada 28 Ramadhan 92 H (19 Juli 711 M), dan berlangsung hingga 8 hari diakhiri dengan kemenangan pasukan Islam. Pertempuran seperti ini belum pernah disaksikan sebelumnya di wilayah Maghribi maupun Andalusia. Pertempuran ini disebut oleh Ibnu Adzari dengan ungkapan, bahwa apa yang dirasakan pasukan Islam adalah: “…seolah-olah itu adalah akhir segalanya…”
Disebutkan bahwa Raja Roderic tewas dalam pertempuran ini atau melarikan diri. Setelah perang ini namanya tidak pernah disebut-sebut lagi ada dalam peristiwa sejarah.
Pertempuran ini menutup lembaran masa kegelapan Andalusia. Pasukan Islam memperoleh ghanimah yang besar berupa kuda-kuda perang. Sisa pasukan Islam yang hidup berjumlah 9.000 orang.
Setelah kemenangan ini, berduyun-duyunlah orang-orang dari wilayah Maghrib dan Afrika ke Andalusia bergabung dengan pasukan Thariq bin Ziyad.
Penaklukan Berlanjut
Thariq bin Ziyad menuju Toledo ke Kota Ecija dimana pasukan Ghotic berkumpul. Dalam perjalanan ke Toledo, pasukan Islam dapat menaklukkan Syadzunah dan Morur. Lalu terjadi pertempuran di Ecija, namun akhirnya pasukan Kristen menyerah dan siap membayar jizyah.
Pengiriman Pasukan-pasukan Kecil
Dari Ecija, Thariq bin Ziyad mengirimkan pasukan-pasukan kecil yang tidak lebih dari 700 orang untuk menaklukkan kota-kota bagian selatan lainnya, hingga ke Toledo Ibukota Andalusia saat itu. Sampai ke Cordova, Granada, dan Malaga. Sementara Murcia dapat ditaklukkan dengan perjanjian damai.
Perintah Musa bin Nushair
Musa bin Mushair mencegah Thariq bin Ziyad melakukan penaklukan melewati Kota Jaen dan Toledo. Namun, Thariq bin Ziyad berinisiatif untuk terus bergerak melihat kekuatan Andalusia yang sudah begitu lemah. Dia bergerak ke Castille dan Lion, lalu ke Astariqah, menyeberangi pegunungan Osteorias hingga sampai ke teluk Bascunia di tepi lautan Atlantik.
Musa bin Nushair menegur Thariq bin Ziyad, lalu ia menyiapkan pasukan di wilayah penaklukan hingga 18.000 orang terdiri dari orang Yaman, Syam, dan Iraq.
Penaklukan Wilayah oleh Musa bin Nushair
Dalam perjalanannya, Musa bin Nushair menaklukkan beberapa wilayah: Sevilla, Syadzunah, Cormuna, hingga ke Maridah. Sementara itu anaknya yang Bernama Abdul Aziz bergerak ke wilayah lain sehingga bisa menaklukkan wilayah Portugis hingga Lisabon.
Bergerak Bersama
Musa bin Nushair bertemu Thariq bin Ziyad, lalu Bersama-sama bergerak ke utara dan menaklukkan Barcelona dan Zaragosa. Lalu dikirimkan pasukan kecil ke pegunungan Pirenia hingga sampai di Arbunah, bahkan menyentuh wilayah perancis. Seluruh wilayah Andalusia berhasil ditaklukkan kecuali kota Shakhrah di selat Biscae.
Penghentian Misi Penaklukan
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik menganggap pergerakan penaklukan ini terlalu cepat, ia khawatir kalangan Kristen di berbagai wilayah akan berhimpun dan melakukan serangan balik sementara pasukan Islam belum mempersiapkan diri.
Khalifah mengetahui rencana Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad untuk melakukan penaklukan wilayah Eropa (Italia, Yugoslavia, Rumania, Bulgaria) hingga bisa masuk ke wilayah Konstantinopel. Ini artinya pasukan ini akan terputus dari balabantuan.
Semangat Jihad Musa bin Nushair
Saat itu Musa bin Nushair berusia 75 tahun, namun semangat jihadnya begitu menggebu-gebu. Saat menaklukkan Afrika Utara usianya telah lebih dari 60 tahun. Ia bersedih karena harus meninggalkan medan jihad, Kota As-Shakrah belum ditaklukkan, juga Konstantinopel.
Saat pulang ke Damaskus, Musa bin Nushair mendapati Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dalam keadaan sakit-sakitan dan akhirnya wafat. Lalu kekhalifahan digantikan oleh Sulaiman bin Abdul Malik.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mengajak Musa bin Nushair menunaikan ibadah haji. Saat menunaikan ibadah haji, Musa bin Nushair berdo’a, jika masih diberi umur oleh Allah ia ingin terjun berjihad Kembali, dan jika tidak diberi umur, ia ingin diwafatkan di Kota Madinah. Ternyata Allah SWT menghendaki ia wafat di Kota Madinah
Catatan kaki:
[1] Jizyah diwajibkan kepada setiap pria dewasa yang sehat dan memiliki harta. Non muslim yang fakir miskin tidak dibebani jizyah, justru mereka boleh disantuni dari Baitul Mal umat Islam. Besaran jizyah adalah 1 dinar per tahun, dan ini lebih kecil dari besaran zakat yang diwajibkan kaum muslimin (2,5% dari harta). Non muslim yang turut dalam pasukan Islam dibebaskan dari kewajiban jizyah, bahkan dia berhak mendapat upah.