Masa Al-Wulat (Para Gubernur)
Masa ini dimulai sejak 95 – 138 H (714-755 M), yakni masa pemerintahan di Andalusia dipimpin oleh para wali (gubernur) yang berafiliasai kepada penguasa umum kaum muslimin, Khalifah Bani Umayyah di Damaskus.
Gubernur pertama adalah Abdul Aziz bin Musa bin Nushair, yang diangkat oleh ayahnya pada 95 H (714 M). Ia seorang yang rajin berpuasa dan qiyamulail, pemberani, dan berakhlak mulia.
Masa Al-Wulat terdiri dari dua fase: Fase jihad, penaklukan, dan kejayaan yang berlangsung sekitar 27 tahun (95-123 H/714-741 M) dan fase kelemahan dan konspirasi (123-138 H/741-755 M)
Fase Kekuatan
Penyebaran Islam
Pada fase ini terjadi penyebaran Islam di Andalusia. Masyarakat Andalusia mengenal Islam sebagai pedoman seluruh aspek kehidupan, mereka mendapati kerendahan hati para pemimpin Islam, serta berinteraksi akrab dengan kaum muslimin para pendatang.
Separuh penduduk Andalusia memeluk Islam, hingga bangsa Arab dan bangsa Amazig (Berber) menjadi minoritas.
Generasi Baru
Pada masa itu lahir generasi peranakan baru. Mereka adalah anak-anak keturunan penduduk asli Andalusia yang masuk Islam, ayahnya berasal dari bangsa Arab atau Amazig dan ibunya berasal dari Andalusia.
Terwujudnya Keadilan dan Kebebasan Beragama
Penguasa dan rakyat sederajat di hadapan hukum. Kaum Kristen dapat melaksanakan agamanya secara bebas, gereja-gereja mereka tetap berdiri. Karena sebagian penduduk masuk Islam, adapula gereja-gereja yang dijual dan dibeli dengan harga yang tinggi oleh kaum muslimin.
Pembangunan
Pada masa kejayaan ini banyak gedung-gedung, jembatan-jembatan (yang terkenal adalah jembatan Cordova), Arsenal (gudang persenjataan), dan industri kapal laut dibangun.
Bangga Berbahasa Arab
Orang-orang Spanyol mengikuti gaya hidup kaum muslimin dan bangga jika mampu berbahasa Arab. Kaum Kristen dan Yahudi pun bangga mengajarkan Bahasa Arab di sekolah-sekolah mereka.
Cordova Menjadi Ibu Kota
Ibukota Andalusia awalnya adalah Toledo. Namun karena terlalu dekat jaraknya dengan Perancis dan As-Sakhrah, maka Ibukota dialihkan ke Cordova di bagian selatan mendekati sumber-sumber bantuan di negeri Maghribi.
Al-Wulat (Para Gubernur)
- Abdul Aziz bin Musa bin Nushair (95-97 H/714-716 M), ia wafat disebabkan aksi pembunuhan di Sevilla pada bulan Rajab 97 H (Maret 716 M)
- Ayyub bin Habib Al-Lakhmy, dia adalah keponakan Musa bin Nushair. Kepemimpinannya berlangsung hanya 6 bulan pada 97 H (716 M)
- Al-Hurr bin Abdurrahman At-Tsaqafy. Dia adalah utusan Gubernur Afrika, Muhammad bin Yazid. Memerintah Andalusia selama 3 tahun 97-99 H/716-719 M. Dialah yang memindahkan Ibukota ke Cordova.
- As-Samhu bin Malik Al-Khaulany yang diangkat pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pada masanya keamanan, kenyamanan, dan keadilan meliputi seluruh negeri kaum muslimin.
Jihad As-Samhu bin Malik Al-Khaulany
Ia bergerak menuju Perancis. Saat itu di Perancis terdapat kota Islam Bernama Arbunah yang sebelumnya ditaklukkan oleh Musa bin Nushair melalui sariyyah yang dikirimnya. Di wilayah itu didirikan provinsi baru bernama Sabtamania di dekat pantai Reviera. As-Samhu gugur syahid dalam pertempuran Tolousse di Thursunah tepat pada hari Arafah 102 H (9 Juni 721 M).
Anbasah bin Suhaim
Ia memimpin Andalusia pada 103 – 107 H (721-725 M). Anbasah melanjutkan jihad di Perancis ke Kota Sens (30 km dari Paris). Saat itu pasukan Islam sudah mencapai 70% wilayah Perancis. Uskup Ezedor berkata: “Penaklukan melalui nalar lebih banyak dilakukan daripada penaklukan dengan senjata.”
Kharaj dari Ghalia (Perancis) meningkat berlipat ganda. Anbasah bin Suhaim juga berhasil menaklukkan Carcassona dengan perjanjian damai, terus melaju melintasi sungai Ron menuju timur. Ia mengalami luka-luka dan syahid di perjalanan pulang menuju Andalusia pada bulan Sya’ban 107 H (Desember 725 M).
Konflik Internal di Masa Al-Haitsam bin Ubaid
Pasca wafatnya Anbasah bin Suhaim Andalusia dipimpin oleh sejumlah gubernur. Dalam 5 tahun (107-112 H/725-730 M) ada 6 orang gubernur.
Salah satu gubernur, Al-Haitsam bin Ubaid yang memerintah sampai 112 H (730 M), sempat menimbulkan konflik Arab-Berber akibat sikap fanatismenya terhadap Arab. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik oleh pemimpin yang baru yakni Abdurrahman Al-Ghafiqi.
Abdurrahman Al-Ghafiqi
Abdurrahman bin Bisyr bin Sharim Al-Ghafiqi Al-Akky. Dia adalah seorang gubernur, panglima perang, dan seorang tabi’in (murid Ibnu Umar). Umar bin Abdul Aziz dan Abdullah bin Iyadh meriwayatkan hadits darinya. Ia menjabat pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Pertempuran Bilathus Syuhada (Tours & Poitiers)
Abdurrahman Al-Ghafiqi memasuki wilayah yang belum pernah dimasuki sebelumnya. Ia sampai ke ujung Barat Perancis, memasuki Kota Aril (Prov. Bochie du Ron), Budu, Tolossa, Tor, hingga Bawatih.
Lima puluh ribu pasukan Islam bermarkas di Bilath (istana/bangsal) dan menyusun kekuatan. Pihak Perancis/Franka di bawah pimpinan Charles Martil berhasil menghimpun 400.000 pasukan bayaran dan suku-suku beringas dari utara, para gubernur, sipil, dan para budak.
Sampai hari ke-9, pertempuran berlangsung tanpa ada yang menang maupun kalah. Pada harike-10, pasukan Islam berhasil mendesak pasukan Franka. Namun tiba-tiba ada sejumlah pasukan kecil berkuda yang mendekati gudang penyimpanan ghanimah. Pasukan Islam di bagian belakang mencegahnya. Manuver yang tiba-tiba ini menyebabkan formasi pasukan Islam terpecah.
Abdurrahman Al-Ghafiqi menyeru pasukan untuk berhimpun, namun ia terkena tembakan anak panah hingga gugur syahid. Pasukan Islam mundur ke selatan.
Hari ke-11, pasukan Franka bersiap Kembali berperang. Tapi mereka tidak mendapati pasukan Islam yang telah meninggalkan gudang ghanimahnya.
Baca juga tentang pertempuran Bilatusy Syuhada disini:
Penyebab Kekalahan
Tidak ada catatan detail tentang peperangan ini, dan terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan muslim, diantaranya antara Husain Mu’nis dan Abdurrahman Al-Hajiy, tentang penyebab kekalahan pasukan Islam.
Raghib As-Sirjani cenderung kepada pendapat Husain Mu’nis. Saat tiba di Bawatih, pasukan Islam membawa banyak sekali ghanimah dan fanatisme kesukuan mencuat dalam pembicaraan pembagiannya. Saat itu pun mereka ujub terhadap jumlah pasukan yang besar. Jadi, ada dua faktor kelemahan: Kecenderungan kepada dunia dan fanatisme golongan.