Ikhwan dan akhwat fillah.
Amal jama’i kita harus mengikuti pertumbuhan dan perkembangan dakwah ini. Ketika jama’ah dan dakwah kita dalam posisi mihwar tandzimi, perputaran kerja kita lebih banyak berorientasi untuk membangun struktur. Ada masanya itu menjadi konsentrasi utama. Sampai-sampai secara struktural kita tidak dikenal orang, karena memang mihwar kita saat itu sedang membenahi diri, struktur, dan tatanan basis tandzimi.
Yang kita harapkan dari qaidah tandzimiyah adalah munculnya syakhshiyah Islamiyah dan syakhshiyah da’iyah. Di level itu kita cenderung beramal jama’i yang tertata dalam struktural, tidak mau diketahui oleh orang.
Tapi, sesuai dengan perkembangan dakwah, kita mengembangkan mihwar atau poros kerja kita melalui mihwar ijtima’i atau mihwar sya’bi atau mihwar jamahiri. Poros kerja publik, kerja di tengah masyarakat, atau di tengah-tengah rakyat. Semangat amal jama’i dikembangkan dari mihwar tandzimi menuju mihwar ijtima’i; artinya para kader—ikhwan dan akhwat—di tengah-tengah masyarakat harus bisa mengajak orang lain, mengkoordinasikan, memobilisir potensi umat, agar mereka beramal jama’i dengan kita—walaupun tidak berada dalam tandzim (struktur organisasi dakwah). Karena amal jama’i lebih substantif dari berjama’ah.
Bergabung secara struktural itu banyak syaratnya. Tetapi kalau amal jama’i, yang penting orang komitmen untuk bekerjasama dengan kita. Pahalanya Allah yang memberi. Walaupun ia tidak mendapatkan pahala berjama’ah, tapi ia mendapatkan pahala beramal jama’i.
Jadi, ruang lingkup amal jama’i—ketika dalam mihwar sya’bi, ijtima’i, jamahiri—kita perluas. Ajak semua orang; konsolidasikan, koordinasikan, mobilisasi potensi umat ini untuk mengerjakan amal-amal islami dan target-target islamiyah—hadaf islami wa ghayyah islamiyah. Ajak semua orang tanpa mempersyaratkan harus masuk jama’ah.
Ikhwan dan akhwat fillah, ini penting saya tekankan. Jama’ah kita ini sudah membesar ruang lingkupnya. Kalau kita dibatasi mihwar tandzimi atau semangat berjama’ah, akan jadi eksklusif di dalam lingkungan yang sempit. Tidak punya interaksi sosial, cenderung memvonis orang lain, hasud dan dengki pada orang lain. Nantinya berbakat jadi teroris, provokator. Kerjanya memvonis musyrik, munafik, kafir, thaghut. Terus saja membagi-bagi vonis.
Amal jama’i harus kita tumbuh kembangkan di masyarakat. Makanya dalam mihwar sya’bi sasarannya adalah bagaimana agar ikhwan dan akhwat tampil sebagai sosial leader atau informal leader. Mereka harus menjadi trend setter. Trend kehidupan bermasyarakat, trend pergaulan dengan tetangga, trend ekonomi Islam, trend budaya Islam, trend seni Islam. Terus saja membuat trend, bukan menjadi follower. Maka amal jama’i harus diperluas dan ditumbuhkembangkan.
Saat ini kita berada dalam mihwar muassasi (fokus kerja kelembagaan). Level pergaulan kita sudah level tanah air, level kebangsaan secara institusional. Kita dituntut untuk lebih mampu bergaul dengan aneka golongan, aneka partai, aneka jama’ah, aneka kelompok. Kita harus mampu bekerjasama dengan seluruh komponen bangsa. Yang penting dalam kerjasama itu ada titik temu. Kalau titik temu aqidah, fikrah, dan manhaj, adanya ya di dalam jama’ah. Kalau di luar jama’ah biasanya titik temunya adalah aktivitas. Sepakat melakukan kerja. Bisa jadi ada unsur kepentingan, tapi tidak apa-apa, yang penting kerja. Yang repot itu, kepentingan ingin terpenuhi tapi tidak mau kerja.
Oleh karena itu kita mengembangkan koalisi dengan multi partai di seluruh Indonesia, komitmennya adalah kerja; membangun daerah, mensejahterakan daerah, memberantas KKN. Kerja-kerja itu yang jadi komitmen dan jadi titik temu.
Jadi, kita harus bisa mencari titik temu untuk kerjasama dengan aneka ragam kelompok, latar belakang budaya apa pun, agama apa pun, ideologi apa pun, partai politik apa pun. Misalnya: untuk kebaikan daerah, kebaikan kemanusiaan, kebaikan fuqara wal masakin, yatim piatu, janda, jompo, buta huruf Al-Qur’an. Itulah titik-titik temu aktivitas.
Kita memperluas amal jama’i kita, berusaha mencari titik-titik temu. Di ruang lingkungan pergaulan RT titik temu kita apa, di tingkat RW, Desa, Kecamatan sesuai dengan level kehidupan pergaulan kita. Jadilah trend setter yang dinamis menampilkan icon-icon baru dalam perjuangan. Ikhwan dan akhwat umpamanya sudah menjadi trend setter dalam memunculkan spanduk: Marhaban Ya Ramadhan. Itu sekarang bukan hanya menjadi milik PKS, tapi PDIP dan Golkar pun membuat spanduk: Ahlan wa Sahlan Ya Ramadhan, Bulan Membersihkan Diri, Bulan Anti Narkoba, dan seterusnya. Itu sudah bukan jadi spesifik kita.
Kalau kita punya bakat jadi trend setter, bikin yang lain. Jangan bolak-balik Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan. Begitu lagi, begitu lagi. Walaupun itu tidak usah ditinggalkan, tapi buatlah yang baru, isu yang baru. Kita harus menemukan cara yang baru, metoda baru, pendekatan baru. Harus kreatif mengembangkan ide dalam konsep amal jama’i.
Ikhwan dan akhwat fillah, kebutuhan akan kemampuan memperluas, menumbuh kembangkan amal jama’i ini sangat penting untuk mihwar daulah nanti. Kalau Allah sudah percaya ternyata kader kita di mihwar ijtima’i sudah bisa mensosialisasikan diri, bisa menjadi kader masyarakat, bahkan sosial leader atau informal leader; ketika di mihwar muassasi benar menjadi komponen bangsa yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat Indonesia yang mayoritasnya umat Islam, nanti Allah akan tetapkan bahwa kita sudah pantas untuk mengelola negara. Saat itu amal jama’inya dalam konteks kenegaraan. Dan di dalam negara itu tidak hanya ada satu pemikiran, bukan hanya ada satu ideologi, bukan satu manhaj, bukan satu agama, tapi banyak macamnya. Mampu atau tidak kita mengkonsolidasikan, mengkoordinasikan, memobilisir potensi nasional untuk kebaikan bangsa dan negara ini, kebaikan umat yang ada di negara ini. Kalau sudah dianggap mampu, nanti Allah akan memberikan kepercayaan.
Ikhwan dan akhwat sekarang bisa jadi bupati, walikota, gubernur. Mudah-mudahan presiden juga dari kita. Intinya adalah kepercayaan dari Allah. Tapi itu, sekali lagi, kita harus mampu menumbuhkembangkan amal jama’i. Setiap kader harus mensosialisasikan diri, membuat dirinya populis. Jama’ah dakwah ini, partai ini, akan populis kalau kadernya populis. Jama’ah ini akan mempunyai sya’biyah kalau kadernya memiliki sya’biyah.
Jadi, kemampuan mensosialisasikan diri kita di tengah-tengah masyarakat akan secara otomatis mensosialisasikan dakwah kita dan jama’ah kita. Pertumbuhan ini dipantau oleh Allah. Kalau Allah tahu kita bisa dipercaya untuk beramal jama’i dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam mengelola kehidupan bernegara, nanti akan datang masanya kita menjadi tuan di negeri sendiri. Insya Allah.
1 comment
Alhamdulillah dapat banyak materi utk ngisi , terimakasih smg membawa kebaikan, barokah kita semua