Pasca Bilatus Syuhada
Pada tahun 114 H/732 M, Ubaidah bin Abdurrahman Al-Qaisy, Gubernur Afrika, mengusulkan kepada khalifah agar Abdul Malik bin Qathan Al-Fihri diangkat menjadi Gubernur di Andalusia. Khilafah Hisyam bin Abdul Malik menyetujuinya.
Saat memerintah menjadi gubernur, ia berusaha meneguhkan kekuasaan umat Islam di Perancis. Namun, pada tahun 116 H/734 M ia dicopot dari jabatannya karena bertindak zalim kepada masyarakat Andalusia.
Sang Mujahid: Uqbah bin Al-Hajjaj
Gubernur Andalusia selanjutnya adalah Uqbah bin Al-Hajjaj, ia memerintah dari tahun 116 – 123 H / 734 – 741 M. Awalnya ia ditawari menjadi gubernur di Afrika Utara, namun menolak. Lebih memilih Andalusia karena ia adalah bumi jihad. Selama 7 tahun masa kepemimpinannya ada 7 misi penaklukan yang dilakukannya di wilayah Perancis. Ia turun langsung menemui tawanan untuk mengajarkan Islam, hingga ada 1.000 orang diantara mereka yang masuk Islam.
Uqbah bin Al-Hajjaj memperkuat basis-basis militer di Provans dan mendirikan pos-pos penjagaan. Ia berhasil menguasai Deovinieh, San Paul, dan Arbunah (Ibukota Septamania) yang salah satu kotanya adalah Qarqasyunah. Jangkauannya terus meluas hingga ke provinsi Padmont bagian utara Italia.
Uqbah bin Al-Hajjaj juga melanjutkan penaklukan ke Kawasan Jiliqiah di Andalusia yang belum ditaklukkan. Disana tersisa satu desa, yakni Sakhrah. Raja Pilay berlindung disana bersama 300 orang pengikutnya. Pasukan Islam lalu memblokadenya hingga tersisa hanya 30 orang. Selanjutnya mereka dibiarkan selamat.
Uqbah bin Al-hajjaj gugur syahid pada tahun 123 H/741 M. Hal ini menandai berakhirnya fase Al-Wulat yang pertama.
Fase Al-Wulat Kedua
Pasca syahidnya Uqbah bin Al-Hajjaj, Abdul Malik bin Qathan Al-Fihri naik Kembali menjadi gubernur.
Pada tahun 123-134 H / 741 – 755 M terjadilah perang dan perselisihan di dalam tubuh umat Islam diakibatkan fanatisme kesukuan. Maisarah Al-Matgari dari suku Berber melakukan pemberontakan melawan penguasa Tangier, Umar bin Abdullah Al-Muradi, dan membunuhnya. Lalu bergerak ke Sous dan membunuh gubernurnya, Ismail bin Abdullah.
Gubernur Afrika saat itu, Ubaidillah bin Al-Habbab segera menyiapkan pasukan hingga berhadapan dengan pasukan Berber di lembah Syalif. Pasukan kalangan Arab kalah, dan banyak dari para pemukanya yang gugur di medan pertempuran. Peristiwa ini dikenal sebagai Pertempuran Al-Asyraf (pemuka/bangsawan).
Khalifah Hisyam bin Abdul Malik mengganti Ubaidillah bin Al-Habbab. Dikirimlah Kaltsum bin Iyadh Al-Qusyairi dan diangkat menjadi gubernur serta memimpin 30.000 pasukan dengan didampingi Balj bin Bisyr Al-Qusyairi dan Tsa’labah bin Salamah Al-Amili.
Kaltsum bin Iyadh dan pasukannya berperang melawan bangsa Berber di bawah pimpinan Khalid bin Humaid Az-Zannaty. Pasukan Arab kalah, bahkan Kaltsum bin Iyadh terbunuh. Balj bin Bisyr berhasil menyelamatkan diri dan berlindung di Sebta. Pasukan Berber lalu mengepungnya hingga 1 tahun lamanya (123-124 H/741-742 M). Balj bin Bisyr menyampaikan permohonan bantuan kepada Gubernur Andalusia, Abdul Malik bin Qathan, namun tidak mendapat tanggapan atau jawaban.
Pemberontakan di Andalusia
Suku Berber mengumumkan pembangkangan di Jiliqiah dan Astavoca. Orang-orang Arab diusir dari sana kecuali di wilayah Zaragosa dimana jumlah orang Arab dominan.
Suku Berber bergerak menjadi tiga kelompok pasukan: Toledo, Cordova (Ibukota Andalusia), dan Al-Khadra (Green Island).
Abdul Malik bin Qathan tidak punya pilihan kecuali meminta bantuan kepada Balj bin Bisyr dan pasukannya yang terkepung di Sabta/Ceuta. Dikirimlah perahu dan bantuan kepada mereka agar bisa menyeberang ke Andalusia.
Balj bin Bisyr menghadapi pasukan Berber yang menuju ke Al-Khadra dan berhasil memenangkan pertempuran. Ia lalu bergerak ke Cordova untuk bergabung dengan Abdul Malik bin Qathan. Disana pasukan Berber dapat dikalahkan dengan telak. Selanjutnya menuju Toledo dan terjadilah pertempuran di lembah Salith hingga pasukan Berber berhasil ditumpas.
Perseteruan Suku Qais dan Yaman
Abdul Malik bin Qathan meminta Balj bin Bisyr untuk keluar dari Andalusia. Balj bin Bisyr menolak dengan alasan ia adalah penerus dari Kaltsum bin Iyadh yang diberi amanah sebagai gubernur di Andalusia. Hal ini didukung oleh Tsa’labah bin Salamah.
Orang-orang Arab Yaman di Andalusia berpihak kepada Balj bin Bisyr. Mereka lalu menyerang dan membunuh Abdul Malik bin Qathan di Cordova pada bulan Dzulhijjah 123 H/September 741 M. Hal ini menimbulkan kemarahan Suku Yaman, maka perseteruan antara Suku Qais dan Yaman Kembali berkobar.
Balj bin Bisyr Gugur
Dua orang putra Abdul Malik bergerak ke Cordova, maka terjadilah pertempuran dengan pasukan Syam (suku Qais) di Aqua Partora pada bulan Syawal. Dalam pertempuran ini Balj bin Bisyr tertembak anak panah hingga tewas.
Lalu pasukan Syam (suku Qais) memilih Tsa’labah bin Salamah Al-Amili sebagai pemimpin pengganti Balj bin Bisyr.
Suku Yaman dapat Dipatahkan
Pendukung Abdul Malik bin Qathan berkumpul di Cordova. Maka, pada 10 Dzulhijjah 124 H, Tsa’labah bin Salamah segera menghadang mereka. Namun ia mengalami kekalahan sehingga pasukan yang dipimpinnya terkepung.
Tsa’labah meminta bantuan dari Cordova. Setelah bantuan datang, terjadilah serangan balik kepada suku Yaman. Tsa’labah menawan, dan memperbudak mereka baik kalangan pria, wanita, atau anak-anak. Totalnya berjumlah 10.000 orang.
Abu Al-Khathar
Pada bulan Rajab 125 H/743 M, Hanzhalah bin Shafwan, Gubernur Afrika saat itu mengutus Abu Al-Khathar Husam bin Dhirar ke Andalusia untuk menangani pertikaian dan memimpin Andalusia. Penduduk asli menerimanya begitu pun penduduk yang berasal dari Syam. Abu Al-Khathar melepaskan para tawanan. Kaum muslimin bersatu kembali.
Fanatisme (Lagi)
Hanya beberapa saat kemudian, Abu Al-Khathar pun menampakkan sikap fanatisme kesukuannya. Ia cenderung kepada suku Yaman. Orang-orang dari Suku Qais mengadu kepada pemimpin suku mereka yaitu Shumail bin Hatim. Namun saat Shumail bin Hatim menemui Abu Al-Khathir, malam dihinakan. Shumail dipukul hingga sorbannya miring.
Shumail mengumpulkan tokoh-tokoh Yaman dari Bani Lakham dan Judzam yang tidak menyukai Abu Al-Khathar, diantaranya adalahTsawabah bin Salamah Al-Amiry Al-Judzamy. Ia dijanjikan akan didukung menduduki jabatan gubernur jika dapat mengalahkan Abu Al-Khathir.
Tsawabah Jadi Gubernur Andalusia
Mengetahui kesepakatan itu Abu Al-Khathar segera bergerak dan bertemu dengan kelompok gabungan Qais dan Yaman ini di Lakka pada bulan Rajab 127 H/April 745 M.
Pasukan Abu Al-Khathar terpecah karena tidak mau memerangi saudara-saudara mereka dari Bani Lakham dan Judzam. Abu Al-Khathar lari ke Cordova, lalu ia ditangkap, dipenjarakan, dan dicopot dari jabatannya. Kemudian diangkatlah Tsawabah bin Salamah Al-Amiry Al-Judzamy pada128 H/745 M.
Pendukung Abu Al-Khathar Tidak Diam!
Mereka mengeluarkan Abu Al-Khathar dari penjara Cordova. Ia kemudian tinggal di tengah-tengah suku Kalb di Himsh dan diakui sebagai gubernur Andalusia yang sah. Ia bergerak ke Cordova untuk melawan As-Shumail (suku Qais). Tapi Tsawabah (suku Yaman) menemuinya sehingga para pendukung Abu Al-Kahtahar menjadi tercerai berai. Maka Abu Al-Khathar pun mundur.
Tsawabah Wafat
Kekuasaan Tsawabah sebagai gubernur Andalusia tidak lama, hanya setahun karena ia wafat pada tahun 129 H/746 M. Setelah itu 4 bulan lamanya Andalusia tidak memiliki gubernur.
As-Shumail tidak berupaya merebutnya karena ia merasa cukup berperan di balik layar. Perebutan posisi gubernur terjadi antara suku Yaman dan Suku Qais
Negosiasi Politik
Perebutan posisi gubernur terjadi antara suku Yaman dan Suku Qais. As-Shumail bin Hatim lalu menawarkan pembagian kekuasaan antara Yaman dan Qais secara bergantian setiap setahun sekali.
Suku Qais yang dipimpin As-Shumail mengusulkan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri menjadi gubernur pertama. Ia meminta kerelaan dari suku Yaman yang dipimpin Yahya bin Huraits dengan kompensasi kekuasaan di Kurah Rayyah. Yahya bin Huraits menyepakatinya.
Belum lama kesepakatan berjalan, As-Shumail bin Hatim tiba-tiba mencopot Yahya bin Hutaits Al-Judzami dari wilayah Kurah Rayyah, karena ia merasa khawatir dengan pertumbuhan kekuatan Yahya dan pendukungnya. Akibat dari tindakan itu, Yahya bin Huraits memberikan dukungan kepada Abu Al-Khathar , sehingga suku Judzam dan Kalb di Andalusia Bersatu mendukungnya. Sementara itu itu suku Mudhar dan Rabi’ah bersatu mendukung Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri.
Terjadilah pertempuran ada kedua belah pihak. Abu Al-Khathar terbunuh. As-Shumail juga membunuh para tawanan yang berjumlah 70 orang. Suku Yaman dapat dipatahkan dan tunduk pada penerintahan Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri.
As-Shumail Menjadi Amir di Zaragosa
Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri berupaya melepaskan pengaruh As-Shumail bin Hatim dalam pemerintahannya. Maka ia mengangkat As-Shumail menjadi amir di Zaragosa pada 132 H/750 M.
As-Shumail menerimanya karena Zaragosa adalah satu-satunya wilayah yang selamat dari bencana kelaparan akibat konflik politik antara Yaman dan Qais serta konflik antara Arab dan Berber. Ia juga bermaksud menaklukkan orang-orang Yaman yang merupakan penduduk mayoritas di kota itu.
Pemberontakan Amir bin Amr Al-Abdari
Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri bukanlah orang yang cakap dalam mengatur pemerintahan. Hal ini menyebabkan munculnya pemberontakan orang-orang Yaman yang dipimpin oleh Amir bin Amr Al-Abdari.
Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri meminta nasehat dari As-Shumail. As-Shumail mengusulkan agar Amir bin Amr Al-Abdari dibunuh. Mengetahui hal itu Amir mengirim surat kepada pemimpin Yaman di Zaragosa, Al-Habbab Az-Zuhri.
Orang-orang Yaman Bersatu dan bertekad untuk mengepung As-Shumail di Zaragosa. Ini terjadi pada tahun 136 H/753 M.
Pukulan Kedua Kepada Orang-orang Yaman
As-Shumail meminta bantuan kepada Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri. Namun ia lamban memberi bantuan. As-Shumail menggalang kekuatan dan turut pula orang-orang dari kalangan Bani Umayyah. Ia dan pasukannya terdesak, sehingga ia lari ke Cordova, dan Zaragosa berhasil dikuasai oleh Amir bin Amr Al-Abdary dan Al-Habbab Az-Zuhri.
As-Shumail dan Al-Fihri melakukan serangan balik. Amir bin Amr Al-Abdary dan Al-Habbab Az-Zuhri berhasil ditangkap dan dibunuh.
Kondisi Kekhalifahan Bani Umayyah
Pasca wafatnya Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, terjadi kegoncangan di kalangan Bani Umayyah. Kepemimpinan beralih kepada Walid bin Yazid bin Abdul Malik. Namun ia terbunuh dalam pemberontakan yang dipimpin Yazid bin Al-Walid bin Abdul Malik.
Selanjutnya Yazid pun tidak bertahan lama menjadi khalifah karena dikudeta oleh saudara-saudara dan sepupunya pada 126 H. Berikutnya Ibrahim bin Al-Walid menjadi khalifah pada 127 H, namun Marwan bin Muhammad berhasil mengalahkan dan merebutnya.
Pada masa pemerintahan Marwan bin Muhammad banyak timbul pemberontakan-pemberontakan di wilayah-wilayah, sehingga ia lengah terhadap perkembangan Bani Abbasiyah yang berusaha menghancurkan kekhalifahan Bani Umayyah.
Selanjutnya: