Seorang pelarian
Kekhalifahan Bani Umayyah runtuh pada tahun 132 H/750 M yang diakibatkan oleh pemberontakan kalangan Bani Abbasiyah. Pemerintahan baru ini kemudian memburu dan membunuh tokoh-tokoh dan pendukung Umawiyyah, terutama mereka-mereka yang dianggap layak menjadi khalifah.
Diantara orang yang berhasil lolos dari pembunuhan adalah Abdurrahman bin Muawwiyah, cucu dari Khalifah Hisyam bin Abdul Malik yang memerintah pada 105-125 H/723-743 M.
Abdurrahman melarikan diri dari Desa Dier Khinan, Qansarin, di wilayah Syam, lalu ke Irak. Keberadaannya disana tercium oleh intelijen Abbasiyah. Maka ia melarikan diri membawa adiknya Hisyam pergi meninggalkan kerabat, anak, dan istrinya. Mereka menuju ke sungai Eufrat untuk menyeberanginya. Mereka terkejar oleh intelijen Bani Abbasiyah, dan dibujuk akan diberi keamanan.
Hisyam yang saat itu berumur 13 tahun mempercayainya walaupun telah dicegah oleh Abdurrahman dan segera menepi. Ia langsung dibunuh oleh tentara Abbasiyah. Sementara Abdurrahman terus berlari hingga ke wilayah Maghrib karena ibunya berasal dari kabilah Berber. Ia melintasi Syam, Mesir, Libya, Qairuwan.
Di Burqah (Libya) ia bersembunyi hingga 5 tahun, lalu menuju ke Qairuwan yang saat itu dipimpin oleh Abdurrahman bin Habib Al-Fihri, keturunan Uqbah bin Nafi, penakluk pertama wilayah Maghribi.
Al-Fihri merasa terancam
Abdurrahman bin Habib Al-Fihri merasa terancam kedudukannya oleh keberadaan Abdurrahman bin Muawiyyah. Terlebih lagi pelarian Umawiyyun semakin banyak berdatangan ke wilayah Maghribi. Maka ia mengusir kalangan Umawiyyun, bahkan membunuh dua orang putra Khalifah Al-Walid bin Yazid. Al-Fihri lalu mencari keberadaan Abdurrahman bin Muawiyyah.
Mengetahui hal itu, Abdurrahman pergi menghindar menuju ke Tadila, Mudharib, berlindung ke kabilah Nafzah yang merupakan kerabat dari pihak Ibu. Namun, keberadaan kaum Khawarij disana membuat dirinya tidak aman. Maka ia menuju ke Andalusia, tempat yang paling jauh dari kalangan Abbasiyah dan Khawarij.
Memasuki Andalusia
Pada tahun 136 H/753 M, Abdurrahman mulai menyiapkan diri memasuki Andalusia. Ia terlebih dahulu mengutus Badr budaknya ke Andalusia untuk mempelajari situasi. Ia pun mengirim surat kepada kalangan Umawiyyah dan para pendukungnya tentang rencananya memasuki Andalusia.
Abdurrahman bin Muawiyyah tiba di Andalusia seorang diri dan disambut Badr. Ia lalu mengumpulkan para pendukung Umawiyyah, kabilah Berber, dan kabilah-kabilah yang menentang penguasa Andalusia, Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri.
Ia mengirimkan surat kepada Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri agar menyerahkan kepemimpinan kepada Abdurrahman, dan mengangkat Yusuf sebagai pejabat penting di Andalusia. Hal ini dilandasi alasan bahwa ia adalah cucu dari Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Pertempuran Al-Musharah
Pada bulan Dzulhijjah 138 H/Mei 756 M, Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri yang didukung kabilah Qais berhadapan dengan Abdurrahman bin Muawiyyah yang didukung kabilah Yaman. Dalam peperangan ini Abdurrahman menggunakan keledai milik Abu As-Shabah Al-Yahshuby, pemimpin Yaman. Ia berhasil memenangkan pertempuran, sementara Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri melarikan diri.
Kecermelangan Abdurrahman
Ia tidak mengejar Yusuf. Saat ditanya tentang alasannya, ia menjawab: “Janganlah kalian menghabisi musuh yang masih kalian harapkan persahabatannya, biarkanlah mereka hidup agar bersama mereka kelak kalian dapat menghadapi musuh yang lebih keras permusuhannya dibanding mereka!”
Abdurrahman menyadari bahwa musuh yang sebenarnya adalah orang-orang Nasrani di wilayah utara. Lagipula dalam pandangan syariat, tindakan kepada bughot jika mereka lari tidak dikejar; jika tertawan tidak dibunuh; jika terluka tidak disiksa; hartanya tidak dirampas (lihat: Fiqhul Jihad, Yusuf Al-Qaradhawi hal. 1011)
Kekecewaan Kabilah Yaman
Sekelompok orang Yaman berusaha merampok istana Yusuf bin Abdurrahman Al-Fihri, serta menawan anak dan istrinya. Namun hal itu dicegah oleh Abdurrahman bin Muawiyyah, bahkan mengusir orang-orang itu.
Abdurrahman tinggal 3 hari di luar Cordova untuk memberi kesempatan kepada keluarga Yusuf keluar. Orang-orang Yaman kecewa dan menuduh Tindakan ini karena kefanatikan Abdurrahman yang berasal dari suku Mudhar. Abu As-Shabah Al-Yahshuby mengajak orang-orang Yaman melawan Abdurrahman, namun tidak ada yang menyambutnya.
Abdurrahman mengetahui Tindakan itu, namun ia berpura-pura tidak tahu karena ia ingin menyatukan kekuatan umat Islam. Barulah 11 tahun berikutnya Abdurrahman dapat mencopot Abu As-Shabah.
Masa-masa Pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil
Pasca kemenangan di Cordova, Abdurrahman digelari Ad-Dakhil (sang pendobrak). Kedatangannya di Andalusia menandai dimulainya masa pemerintahan keamiran Umawiyyah (138-316 H/755-928 M). Disebut keemiran karena ia terpisah dari kekhalifahan Bani Abbasiyah.
Dalam masa pemerintahan Abdurrahman Ad-Dakhil (138-172 H/755-788 M), muncul 25 pemberontakan. Namun seluruhnya dapat diselesaikannya dengan baik. Salah satu pemberontakan terpenting adalah pemberontakan Al-’Ala’ bin Mughits Al-Hadrami yang terjadi pada 146 H/763 M.
Khalifah kedua Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur mengirimkan surat kepada Al-’Ala’ bin Mughits Al-Hadrami, memberinya perintah untuk memberontak kepada Abdurrahman Ad-Dakhil. Lalu Al-’Ala’ bin Mughits Al-Hadrami datang dari Maghribi, masuk ke Andalusia dan memimpin pemberontakan. Namun Abdurrahman Ad-Dakhil berhasil mematahkannya dengan telak, dan Al-’Ala’ pun gugur.
Membangun Kekuatan Militer
Abdurrahman bin Muawwiyah Ad-Dakhil mulai membangun kekuatan militer dengan serius. Seluruh unsur masyarakat (peranakan, kabilah-kabilah) digabungkan dalam militer. Namun ia lebih mempercayai kaum Mamalik (para budak), terutama dari kalangan bangsa Berber. Jumlahnya hingga 40.000 orang. Total jumlah pasukan 100.000 pasukan berkuda, belum termasuk kekuatan infanteri.
Abdurrahman membangun gudang persenjataan, pabrik pedang, manjaniq. Pabrik yang terkenal ada di daerah Toledo dan Bardil. Ia pun membangun armada laut, pendirian pelabuhan-pelabuhan di Tortossa, Almeria, Sevilla, Barcelona, dan lainnya.
Anggaran Belanja Negara
Abdurrahman bin Muawwiyah Ad-Dakhil membagi anggaran belanja negaranya menjadi tiga:
- Belanja militer
- Kepentingan umum (pembangunan, gaji, proyek-proyek di berbagai bidang, dll.)
- Cadangan tidak terduga
Ilmu pengetahuan dan keagamaan
Abdurrahman berupaya menyebarkan ilmu dan memuliakan para ulama. Diantara ulama terkemuka pada masa itu adalah Muawiyyah bin Shalih bin Hudair bin Sa’id Al-Hadrami. Ia adalah murid dari Sufyan At-Tsauri, Ibnu Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, dan Malik bin Anas. Ulama lainnya dalah Sa’id bin Abi Hind yang disebut oleh Malik bin Anas sebagai Al-Hakam.
Abdurrahman berupaya menegakkan peradilan dan hisbah (pengawasan), melakukan amar ma’ruf nahi munkar, dan membangun masjid Qordova dengan biaya 80.000 dinar emas.
Pembangunan
Ia juga membangun benteng dan jembatan-jembatan yang menghubungkan wilayah. Membangun Ar-Rashafah, taman terbesar dalam sejarah Islam, seperti yang berada di Syam yang dibangun oleh kakek dari Abdurrahman Ad-Dakhil yaitu Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Melindungi wilayah-wilayah perbatasan
Ia membangun benteng-benteng:
- Benteng Zaragoza di arah barat laut untuk menghadapi Perancis.
- Benteng memanjang dari Kota Salim hingga Toledo.
- Benteng di barat daya untuk menghadapi kerajaan Leon.
Mewakafkan diri untuk jihad hingga akhir hayat
Abdurrahman bin Muawwiyah Ad-Dakhil mengobarkan jihad setahun sekali secara berkala di setiap musim panas, saat es mencair.
Ia wafat di Qordova pada Jumadal Ula 172 H/Oktober 788 M saat berusia 59 tahun setelah 19 tahun dihabiskannya di Damaskus dan Irak, 6 tahun dihabiskan dalam masa pelarian, dan 34 tahun lamanya ia memegang kekuasaan di Andalusia.
Selanjutnya: