karakteristik ketiga kehidupan spiritual Islam adalah menyeluruh dan komprehensif. Dalam hal ini, seorang Muslim tidak menjalani dua kehidupan yang kontradiktif: spiritualisme dan materialisme. Yang dijalaninya merupakan kehidupan yang mempersenyawakan spiritualisme dengan materialisme, laksana persenyawaan ruh dengan tubuh, atau perpaduan pembuluh-pembuluh pohon dengan dahan.
Spiritualisme seorang Muslim adalah kehidupan yang menyeluruh, mendalam dan komprehensif. Seorang Muslim menjalaninya kala bersama orang banyak dan kala sendiri, ketika di rumah dan ketika di jalan, dalam ilmu dan dalam amal, ketika bepergian dan ketika mukim, saat tidur dan kala terjaga. Kehidupan spiritualitas seorang Muslim tidak hanya terbatas di masjid ketika melaksanakan ibadah ritual. Lalu ia ke luar darinya dengan tali kendali yang terlepas tanpa terikat oleh apa pun. Seorang Muslim senantiasa bersama Allah, tidak lalai dari-Nya, tidak lupa mengingat-Nya dan tidak meremehkan pengawasan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanakah kamu menghadap di situlah wajah Allah” (QS. Al-baqarah, 2: 115)
“Tiada Pembicaraan antara tiga orang melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiadalah (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada” (QS. Al-Mujadilah, 58: 7)
Zikir dan doa telah disyariatkan dalam semua urusan kehidupan: di pagi dan petang, keluar dan masuk, makan dan minum, tidur dan bangun, pergi dan pulang, bahkan ketika berhubungan suami istri.
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab, 33: 41-42).
Seorang Muslim dalam aktivitas-aktivitas keduniawiannya yang murni—seperti pertanian, perindustrian, perdagangan, dan perkantoran— tetap tidak terpisah dari kehidupan spiritualitas. la clituntut untuk selalu merasa diawasi Allah dalam pekerjaannya sehingga ia pun menyempurnakannya. la tidak menipu, tidak mengkhianati, clan tidak menzalimi. Nabi Shallallühu ‘alayhi wasallam bersabda:
“Allah suka seorang pekerja yang menyempurnakan pekerjaannya jika ia bekerja.”
“Allah mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu. “
Seorang Muslim tidak boleh lalai melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhannya hanya karena sibuk dengan urusan dunianya. Jika muazin mengumandangkan “hayya ‘alash-shalah” (mari shalat), ia cepat-cepat ke luar dari kesibukan duniawinya untuk bermunajat di hadapan Tuhannya dengan khusyuk. Orang seperti inilah yang dijuluki Allah sebagai pecinta masjid-Nya dan pemakmur rumah-Nya.
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (clan) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang” (QS. An-Nur, 24: 36-37).
Dengan niat yang baik serta ketulusan menghadapkan hati kepada Allah, seorang Muslim bisa mengubah aktivitas-aktivitas duniawinya menjadi ibadah dan qurbah (sarana pendekat) kepada Allah Ta’ala. Sungguh seorang Muslim mendapat pahala dalam semua hal hingga “dalam sesuap nasi yang dimasukkannya ke mulut istrinya” dan hingga dalam hubungan seksual yang halal (hubungan suami dengan istrinya)!
Nabi Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda dalam sebuah hadis sahih, “Dalam kemaluan seseorang dari kamu terdapat sedekah. “ Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, seseorang dari kami melampiaskan nafsu seksnya lalu dia memperoleh pahala karenanya?! “ Beliau balik bertanya, “Apakah ia berdosa jika meletakkannya di tempat haram? Dan begitulah. Jika ia meletakkannya di tempat halal ia mendapatkan pahala.”
Dengan demikian, semua penjuru bumi adalah masjid bagi seorang Muslim. Di sana ia beribadah kepada Tuhannya, lalu semua amalnya menjadi qurbah kepada Allah Jalla Jalaluh. Seorang Muslim hendaknya selalu merasa ada di mihrab shalat karena selama-lamanya ia bersama Allah.