Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada bulan Agustus 2023 ini usianya genap 78 tahun. Muhammadiyah menjadi bagian penting sejak kelahiran pada 1945 sampai 78 tahun eksistensi Indonesia.
Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan Indonesia, sejak awal sampai sekarang lebih banyak melalui aksi-aksi nyata, dan panduan pemikiran dalam konteks kebangsaan untuk merajut persatuan dan kesatuan NKRI.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyebut bahwa Muhammadiyah adalah integral dengan Indonesia dan menjadi bagian yang ikut mendirikan republik ini.
“Kita ini Muhammadiyah pendiri republik ini, maka kita harus peduli dengan bangsa kita, kita peduli dengan umat muslim.” Ungkap Haedar pada Sabtu (12/8) di Pontianak.
Dalam relasi antara keislaman dan keindonesiaan, Muhammadiyah memiliki pemikiran yang dikodifikasi dalam konsep Negara Pancasila Darul Ahdi Wasy Syahadah, sebagai negara kesepakatan dan persaksian.
Pancasila disepakati sebagai dasar negara, kesepakatan tersebut tidak hanya dipekikan secara lisan, melainkan juga dipersaksian, yaitu dengan keterlibatan langsung Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dengan gerakan amal nyata.
Muhammadiyah dalam mengisi kemerdekaan dilakukan melalui berbagai aksi nyata, seperti memajukan perekonomian umat dan bangsan yang masih tertinggal. Termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan seterusnya.
“Pendidikan kita juga tertinggal human development indeks kita masih di bawah negara-negara ASEAN. Maka kita harus terus meningkatkan peran keumatan kita.” Tutur Haedar.
Tidak cukup sampai di situ, Muhammadiyah juga menwakafkan kader-kader terbaiknya dari sebelum bahkan sampai sekarang untuk memajukan umat dan bangsa.
Bahkan Presiden RI pertama, Ir. Sukarno adalah anggota resmi Muhammadiyah, yang pernah menjadi guru sekolah Muhammadiyah di Bengkulu, termasuk Fatmawati, istri Sukarno – penjahit Bendera Merah Putih yang merupakan kader Nasyiah anak dari Hasan Din, Konsul Muhammadiyah Bengkulu.
“Mungkin banyak yang tidak tahu karena adanya politik bahkan sampai alergi, padahal anggota dan pimpinan Muhammadiyah. Bisa banyak dicontohkan seperti Soedirman, Insinyur Juanda, empat kali jadi menteri satu kali menjadi perdana menteri. Bahkan menjadi penggagas dan penentu kebijakan kementerian yang diakui oleh PBB, beliau merupakan kader dan pimpinan Muhammadiyah.” Tandas Haedar.
Sumber: muhammadiyah.or.id