Otoritas penyiaran resmi Israel mengabarkan pada hari Sabtu bahwa kemungkinan besar, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir akan mengundurkan diri dari pemerintahan koalisi jika perjanjian mengenai Gaza antara Hamas dan Israel ditandatangani.
Ben-Gvir yang dikenal vokal mewakili kelompok kanan radikal Israel terus menyerukan agar pertempuran di Gaza dilanjutkan. Ia menganggap bahwa pengizinan masuknya bantuan ke Jalur Gaza adalah suatu “kesalahan dan kebodohan”.
Media Israel juga mengabarkan bahwa saat ini, krisis demi krisis sedang terjadi dalam koalisi pemerintahan sayap kanan radikal yang berkuasa di Israel, terkait negosiasi yang sedang berlangsung dengan Hamas di Qatar.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional atas kejahatan kemanusiaan di Gaza, akan mengadakan pertemuan khusus (tanggalnya belum ditentukan) dengan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, untuk mencegah koalisi pemerintahan yang berkuasa di Tel Aviv bubar.
Sejumlah pihak berwenang juga memperkirakan bahwa Ben-Gvir akan mengundurkan diri dari koalisi pemerintahan jika perjanjian damai dengan Hamas ditandatangani.
Sementara itu, Channel 14 Israel mengutip sebuah sumber yang dekat dengan Netanyahu mengatakan bahwa Smotrich kemungkinan tidak akan meninggalkan pemerintahan koalisi meskipun perjanjian damai dilanjutkan.
Saat ini, babak baru negosiasi antara Hamas dan delegasi Israel yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir serta partisipasi Amerika sedang berlangsung di Doha, ibukota Qatar. Tujuan utama negosiasi adalah mencapai kesepakatan gencatan senjata baru serta pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel.
Selama sekitar 20 bulan, beberapa putaran negosiasi tidak langsung diadakan antara Israel dan Hamas mengenai gencatan senjata dan pertukaran tahanan, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat.
Selama periode ini, dua perjanjian gencatan senjata dicapai, yang pertama pada November 2023 dan yang kedua pada Januari 2025, yang mencakup perjanjian pertukaran sebagian tahanan.
Sebelumnya, Netanyahu telah menghindari penyelesaian fase perjanjian gencatan senjata terakhir dan memutuskan untuk melanjutkan genosida di Gaza pada tanggal 18 Maret lalu. Keputusan tersebut diyakini sebagai upaya Netanyahu untuk menghindari bubarnya koalisi pemerintahan kanan radikal yang menuntut untuk terus dilanjutkannya peperangan. Karena jika pemerintahan koalisi bubar, besar kemungkinan Netanyahu akan diseret ke pengadilan karena korupsi.
Sementara itu, pihak posisi Israel mengecam dan menegaskan bahwa Netanyahu hanya tertarik pada kesepakatan parsial yang memastikan berlanjutnya peperangan. Semua itu jelas dilakukannya hanya untuk kepentingan politik pribadinya, khususnya keberlangsungan kekuasaannya, dengan tetap menyetujui tuntutan faksi sayap kanan radikal dalam pemerintahannya yang ingin melanjutkan peperangan di Gaza.
Sumber: Al Jazeera