Pada fase Makkiyah, jihad yang dilakukan adalah jihad dakwah; menyampaikan isi Al-Qur’an, memberi petunjuk, kemudian sabar atas berbagai gangguan,
فَلَا تُطِعِ ٱلْكَٰفِرِينَ وَجَٰهِدْهُم بِهِۦ جِهَادًا كَبِيرًا
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan ayat 52)
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili berkata: “Sesungguhnya jihad menggunakan hujjah dan bukti-bukti kebenaran itu lebih besar daripada berjihad menggunakan pedang.”
Pada masa itu ayat-ayat Al-Qur’an yang turun selalu memerintahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bersabar dalam menghadapi perlakuan yang menyakitkan dari pihak Quraisy:
فَٱصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْعَزْمِ مِنَ ٱلرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ ۚ
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (QS. Al-Ahqaf ayat 35)
Izin Berperang!
Kaum Quraisy telah bersekongkol untuk membunuh Rasulullah, mereka pun mengusir kaum muslimin dari tanah airnya. Maka Allah SWT memberikan izin kepada mereka untuk memerangi kaum musyrikin:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ
Telah diizikan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, “Tuhan kami hanyalah Allah.” (QS. Al-Hajj ayat 39 – 40)
Allah SWT memerintahkan pelaksanaan jihad qital ini melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 190 – 193,
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (١٩٠) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (١٩١) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٩٢) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ (١٩٣)
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.
Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Perintah perang ini sebatas memerangi Quraisy. Akan tetapi ketika mereka bahu membahu bersama orang-orang musyrik Arab lainnya memerangi kaum muslimin, maka Allah SWT memerintahkan kaum muslimin agar memeranginya juga,
وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ
“…dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya…” (QS. At-Taubah ayat 36)
Jadi, dapat kita pahami, hal yang mendasari peperangan di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
- Kaum musyrikin Quraisy dianggap sebagai kafir harbi karena mereka memerangi kaum muslimin. Maka kaum muslimin berhak memerangi mereka dan merampas harta mereka.
- Pihak manapun yang membantu musyrikin Quraisy dalam memerangi kaum muslimin, juga harus diperangi.
- Mereka yang memulai peperangan akan diperangi.
Sariyyah Pertama
Orang Quraisy biasa membawa barang dagangan mereka ke negeri Syam. Perjalanan ini melewati Madinah. Maka, Nabi menggunakan kesempatan ini untuk mencegat iring-iringan perdagangan itu untuk melemahkan kekuatan mereka.
Sariyyah pertama yang ditugaskan oleh Nabi adalah sariyyah yang dipimpin Hamzah bin Abdul Muthallib beranggotakan 30 orang pasukan muhajirin.
Sariyyah ini menghadang kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Jahal. Dua rombongan ini bertemu di Al-’Aish. Tidak sempat terjadi bentrokan karena dilerai oleh Majdi bin Amr Al-Juhani.
Ekspedisi Ubaidah bin Al-Harits
Pada bulan Syawal Tahun 1 Hijriyah, Rasulullah mengirim Ubaidah bin Al-Harits memimpin 80 orang pasukan berkuda dari kalangan muhajirin. Misinya adalah menghadang kafilah dagang yang dikawal 200 orang pasukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat panji berwarna putih untuk pasukan tersebut, dibawa oleh Misthah bin Atsatsah.
Mereka bertemu di lembah Ar-Rabigh, lembah antara Makkah – Madinah, dekat pantai. Mereka saling menembakkan panah. Pasukan musyrikin akhirnya mundur karena khawatir ini adalah jebakan dari kaum muslimin.
Pada saat itu ada dua orang yang membelot lari ke pasukan kaum muslimin: Al-Miqdad bin Aswad dan ‘Atabah bin Ghazwan, karena mereka telah masuk Islam.
Ekspedisi Wuddan di Sekitar Al-Abwa
Di awal tahun 2 Hijriyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari Kota Madinah dengan tujuan menghadang kafilah dagang Quraisy. Pembawa panji saat itu adalah Hamzah bin Abdul Muthallib. Kepemimpinan Madinah diserahkan sementara kepada Sa’ad bin Ubadah.
Rasulullah keluar hingga sampai di Wuddan, sebuah kampung yang terletak 6 mil dari Al-Abwa. Kafilah dagang Quraisy tidak berhasil dihadang karena mereka telah mendahului pasukan kaum muslimin.
Saat itu Rasulullah melakukan hal lain, yaitu perjanjian dengan Bani Dhamrah dengan ketentuan sebagai berikut:
- Mereka bersepakat tidak akan saling mengganggu.
- Mereka bersepakat untuk saling melindungi jika mengalami penyerangan.
Setelah 12 malam, Rasulullah kembali ke Madinah.
Ekspedisi Al-Buwath
Sekembalinya dari Wuddan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali mendengar kabar adanya kafilah dagang Quraisy yang kembali dari Syam di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf terdiri dari 100 orang Quraisy dengan membawa 2500 ekor unta.
Rasulullah berangkat dengan sariyyah berjumlah 200 pasukan seluruhnya dari kalangan muhajirin. Pembawa panjinya Sa’ad bin Abu Waqqash.
Rasulullah membawa sariyyah itu hingga ke Al-Buwath (nama kampung yang terletak di pegunungan Juhainah). Namun, kafilah lagi-lagi Quraisy sudah berlalu.
Ekspedisi Al-’Asyirah
Sekembalinya dari Al-Buwath, terdengar kembali informasi keberangkatan kafilah dagang Quraisy dari Makkah dengan membawa barang dagangan yang sangat besar berupa emas, dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb disertai 20 orang pengawal.
Saat itu, bulan Jumadil Awwal 2 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama 150 orang muhajirin untuk mencegatnya. Pemegang panjinya adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Sedangkan urusan Kota Madinah beliau serahkan sementara kepada Abu Salamah bin Abdul Aswad.
Kafilah Quraisy lagi-lagi berhasil mendahului. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengadakan perjanjian pertahanan dengan Bani Mudlaj.
Pengejaran Karz bin Jabir Al-Fihri
Gerombolan di bawah pimpinan Karz bin Jabir Al-Fihri melakukan penyerangan dan perampokan hewan ternak milik penduduk Madinah, mereka kemudian melarikan diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengejarnya bersama sariyyah. Panjinya dibawa oleh Ali bin Abu Thalib. Urusan Madinah diserahkan sementara kepada Zaid bin Haritsah Al-Anshari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan pengejaran hingga daerah Sifwan (nama sebuah lembah di daerah Badar), namun tidak berhasil mengejarnya.
Ekspedisi Militer Abdullah bin Jahsy
Pada bulan Rajab tahun 2 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan sariyyah beranggotakan 8 personil di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya sepucuk surat yang disegel. Instruksinya tidak boleh dibuka sebelum ia meninggalkan Madinah selama 2 hari.
Setelah 2 hari, surat itu dibuka dan isinya adalah instruksi dari Rasulullah agar pasukan sariyyah ini terus bergerak hingga mencapai Nakhlah untuk memantau pergerakan orang-orang Quraisy dan memberitakannya kepada beliau. Hal ini dilakukan ternyata agar berita ekspedisi yang akan dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibocorkan oleh orang-orang munafik atau orang-orang Yahudi sebagaimana sebelumnya.
Ghanimah Pertama
Abdullah bin Jahsy meneruskan perjalanan. Tapi di tengah perjalanan, Sa’ad bin Abu Waqqah dan Atabah bin Ghazwan tertinggal karena mencari untanya yang hilang. Sisa anggota sariyyah terus bergerak hingga Nakhlah. Saat itu lewatlah iring-iringan kafilah dagang Quraisy dengan tujuan Makkah. Di dalamnya ada Amr bin Hadrami, Utsman bin Abdullah bin Mughirah, dan Al-Hakam bin Kaisan.
Sariyyah bersepakat melakukan penyerangan, dan merampas barang kafilah tersebut. Mereka berhasil membunuh Amr bin Hadrami dan menawan Utsman serta Al-Hakam, sedangkan Naufal melarikan diri. Ini terjadi di akhir bulan Rajab 2 Hijriyah.
Setelah sariyyah ini tiba di Madinah tersiarlah berita bahwa mereka melakukan peperangan di bulan Rajab yang merupakan salah satu bulan haram (selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram). Orang-orang mencela ini. Hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegur: “Aku tidak memerintahkan kalian untuk melakukan peperangan di bulan-bulan haram.”
Akan tetapi, turunlah firman Allah SWT,
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah ayat 217)
Musyrikin Quraisy meminta untuk menebus dua orang yang ditawan oleh kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunda menyetujuinya, untuk memastikan Sa’ad bin Abu Waqqas dan Atabah bin Ghazwan selamat.
Sepulangnya kedua sahabat tersebut barulah Rasulullah menerima tebusan untuk membebaskan dua orang tawanannya. Namun salah seorang tawanan, Al-Hakam bin Kaisan, masuk Islam. Sedangkan tawanan lainnya, Utsman bin Abdullah bin Mughirah, pulang ke Makkah tetap dalam kekafirannya.