Latar Belakang dan Awal Mula Gerakan
Gerakan Al-Murabithun berawal dari upaya dakwah yang dilakukan oleh Abdullah bin Yasin, seorang ulama asal Maroko, bersama pemimpin suku Berber, Yahya bin Ibrahim. Suku Judalah, bagian dari bangsa Berber di pedalaman Mauritania, awalnya hidup dalam kepercayaan primitif dan minim pemahaman Islam. Meski telah memeluk Islam, praktik keagamaan mereka masih jauh dari syariat, seperti perzinahan, pernikahan tanpa batas, dan pertikaian antar-suku.
Yahya bin Ibrahim, pemimpin suku Judalah, melakukan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan haji. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan ulama besar Abu Imran Musa bin Isa Al-Fasi di Qairuwan, yang kemudian mengutus Abdullah bin Yasin untuk mendakwahkan Islam kepada suku Judalah.
Dakwah dan Tantangan
Abdullah bin Yasin menghadapi penolakan keras dari tokoh masyarakat Judalah. Ia pun hijrah ke tepian Sungai Negra, mendirikan tenda sebagai pusat pengajaran Islam. Di sana, ia berhasil menarik pengikut, termasuk tujuh pemuda yang dipimpin Yahya bin Ibrahim. Pengikutnya bertambah hingga ratusan orang, dan mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pembelajaran.
Pada tahun 440 H/1048 M, gerakan ini semakin kuat. Abdullah bin Yasin menamai pengikutnya Al-Murabithun (orang-orang yang setia). Mereka menyebarkan dakwah ke kabilah-kabilah lain, meski sering ditolak. Ketika dakwah damai gagal, Al-Murabithun menggunakan kekuatan militer untuk memerangi penentang syariat Islam.
Kepemimpinan dan Ekspansi
Setelah Yahya bin Ibrahim gugur dalam pertempuran (445 H/1053 M), kepemimpinan beralih kepada Yahya bin Umar Al-Lamtuni, lalu Abu Bakar bin Umar Al-Lamtuni. Di bawah kepemimpinan Abu Bakar, Al-Murabithun meluas ke wilayah utara Senegal dan selatan Mauritania.
Pada tahun 451 H/1059 M, Abdullah bin Yasin gugur dalam pertempuran melawan Suku Bargota. Abu Bakar kemudian melanjutkan dakwah ke Sudan, sementara kepemimpinan di Maroko diserahkan kepada keponakannya, Yusuf bin Tasyfin.
Yusuf bin Tasyfin dan Konsolidasi Kekuatan
Yusuf bin Tasyfin fokus pada perluasan wilayah dan pemurnian syariat Islam. Ia memerangi penyimpangan agama yang dilakukan oleh Suku Gamara, Borgota, dan Zanata, seperti:
Suku Gamara: Menganggap Hamim bin Manillah sebagai nabi, shalat hanya dua waktu, dan menghalalkan babi betina.
Suku Borgota: Mengaku nabi, modifikasi shalat dan wudhu, serta poligami tanpa batas.
Suku Zanata: Merampok dan menindas rakyat dan tidak menerapkan syariat Islam.
Yusuf membangun pasukan besar berjumlah 100.000 personel dan mendirikan kota Marakesh sebagai pusat pemerintahan. Ia juga membangun masjid yang menyerupai Masjid Nabawi.
Berdirinya Negara Al-Murabithun
Pada tahun 468 H/1076 M, Abu Bakar bin Umar menyerahkan kepemimpinan sepenuhnya kepada Yusuf bin Tasyfin. Dalam waktu 38 tahun (440–478 H), gerakan ini berubah menjadi negara kuat. Yusuf bin Tasyfin menyandang gelar Amirul Muslimin sebagai bentuk penghormatan kepada Khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Warisan dan Pengaruh
Gerakan Al-Murabithun berhasil menyatukan suku-suku Berber, memberantas penyimpangan agama, dan membangun kekuatan militer yang solid. Mereka juga berperan penting dalam mempertahankan Islam di Andalusia pasca-era Mulukut Thawaif.
Abu Bakar bin Umar melanjutkan dakwah ke Afrika Barat (Ghana, Mali, Nigeria) hingga gugur pada 480 H/1087 M. Sementara Yusuf bin Tasyfin meletakkan dasar pemerintahan Islam yang relijius dan kuat, menjadi contoh integrasi antara dakwah, jihad, dan negara.
Kesimpulan
Al-Murabithun adalah gerakan transformatif yang dimulai dari dakwah sederhana di pedalaman gurun, lalu berkembang menjadi kekuatan politik dan militer. Peran ulama seperti Abdullah bin Yasin dan pemimpin seperti Yusuf bin Tasyfin menunjukkan bagaimana kesetiaan pada syariat Islam mampu membangun peradaban yang kokoh.
Diringkas dari: Bangkit dan Runtuhnya Andalusia, Muhammad Suhail Thaqqusy