Ketua Parlemen Tunisia Rached Ghannouchi menuduh Uni Emirat Arab mendukung tindakan Presiden Kais Saied dalam mengambil kekuasaan di Tunisia, termasuk membekukan parlemen demi memperkuat pengaruh kekuasaannya.
Ghannouchi dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Times yang diterjemahkan oleh laman situs, arabi21.com, Sabtu (31/7/2021) mengatakan, bahwa Uni Emirat Arab menginginkan berakhirnya Arab Spring, yang gelombangnya dimulai dari Tunisia diawali dengan tumbangnya rezim Ben Ali pada tahun 2011 lalu. Ia lalu memberikan peringatan, akan adanya aksi turun ke jalan jika Presiden Saied belum juga mengembalikan kekuasaan kepada Parlemen.
Pemimpin partai Islamis An-Nahdhah ini juga mengatakan, UEA selama ini menganggap Islam politik sebagai ancaman terhadap kekuasaan dan pengaruh mereka di kawasan. “Mereka menyimpulkan, Musim Semi Arab meletus di Tunisia dan harus berakhir juga di Tunisia,” jelas Ghannouchi.
UEA menurutnya sebagai pendukung terkuat pimpinan kudeta Mesir, Abdul Fattah al-Sisi, yang menggulingkan mendiang presiden terpilih Mesir, Muhammad Mursi.
Di Mesir, sejak kudeta berlangsung, ribuan pendukung Ikhwanul Muslimin dijebloskan ke dalam penjara, bahkan beberapa orang dari mereka divonis hukuman mati. “Mursi sendiri meninggal di ruang sidang ketika persidangan sedang berlangsung,” tegas pimpinan parelemen Tunisia Ghannouchi.
Ia kemudian mengatakan, kudeta militer yang terjadi di Mesir tidak boleh terjadi di Tunisia. Tunisia bukanlah Mesir. Ada perbedaan hubungan antara tentara dan pemerintah di Tunisia dengan di Mesir. “Di sini sejak revolusi terjadi, tentara telah menjaga kebebasan rakyat dalam berpendapat dan menjaga kotak suara saat pemilu berlangsung,” tambahnya.
Sumber: arabi21.com