Selanjutnya:
وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ: dan menunaikan zakat .
Perintah zakat termaktub dalam Al Quran, dan kewajibannya digandengkan dengan shalat di 82 ayat. (Fiqhus Sunnah, 1/327). Di antaranya:
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al Baqarah, 2: 110)
“Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu.” (QS. Al Maidah, 5: 12) dan berbagai ayat lainnya.
Definisi Zakat
Az Zakah – الزَّكَاةِ secara bahasa berarti – الطهارة – Ath Thaharah (kesucian).
Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. A Taubah, 9: 103)
Definisi zakat telah diuraikan oleh Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah sebagai berikut:
الزكاة اسم لما يخرجه الانسان من حق الله تعالى إلى الفقراء.
وسميت زكاة لما يكون فيها من رجاء البركة، وتزكية النفس وتنميتها بالخيرات. فإنها مأخوذة من الزكاة، وهو النماء والطهارة والبركة.
“Zakat adalah benda yang dikeluarkan manusia berupa hak Allah Ta’ala kepada para fuqara. Dinamakan zakat karena di dalamnya terdapat pengharapan terhadap berkah, mensucikan jiwa, dan mengembangkannya dengan kebaikan-kebaikan. Dia diambil dari Az Zakah yaitu tumbuh, suci, dan berkah.” (Fiqhus Sunnah, 1/327. Dar Al Kitab Al ‘Arabi)
Dalam Lisanul ‘Arab disebutkan tentang definisi zakat:
وأَصل الزكاة في اللغة الطهارة والنَّماء والبَركةُ والمَدْح وكله قد استعمل في القرآن والحديث
“Asal dari zakat menurut bahasa adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semua ini telah digunakan dalam Al Quran dan Al Hadits.” (Ibnu manzhur, Lisanul ‘Arab, 14/358. Dar Shadir)
Dari definisinya ini, kita bisa memahami bahwa fungsi zakat bagi harta adalah agar menjadi berkah dan tumbuh. Sedangkan bagi muzakkinya sebagai pensuci dirinya dan mencapai pribadi nyang terpuji.
Kapan Zakat Diwajibkan?
Zakat sudah diwajibkan sejak sebelum masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman kepada kaum Bani Israel:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِين
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’ (QS. Al Baqarah, 2: 43)
Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan, bahwa zakat diwajibkan pada masa awal Islam secara mutlak, yakni tidak ada batasan pada harta tertentu dan belum ada ukuran takaran yang mesti dikeluarkan. Lalu, pada tahun kedua hijriyah –menurut pendapat yang masyhur- zakat barulah tetapkan pada harta tertentu saja dan dengan takaran tertentu pula. (Fiqhus Sunnah, 1/328)
Untuk mengetahui rincian macam-macam harta dan rincian takarannya secara luas, silahkan merujuk kepada kitab-kitab fiqih yang membahasnya.
Hukumnya
Menurut Al Quran, As Sunah, dan ijma’, zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang merdeka dan berakal[1] dan memiliki harta yang telah cukup nishabnya.[2]
Ada pun tentang hukum orang yang menolak menunaikannya karena dia mengingkari kewajibannya, maka dia kafir dan murtad menurut ijma’ (konsensus) ulama. Sedangkan menolak membayar zakat namun masih mengakui kewajibannya, maka Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu telah memeranginya. Beliau radhiallahu ‘anhu mengatakan:
أنا لاقاتل من فرق بين الصلاة والزكاة ، والله لاقاتلن من فرق بينهما حتى أجمعهما
“Saya benar-benar akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat, demi Allah benar-benar akan saya perangi orang yang memisahkan keduanya sampai mereka kembali menyatukannya.” (Imam Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 6/14. Darul Fikr)
Dari sinilah segenap ulama mengatakan bahwa penguasa boleh mengambil paksa orang kaya yang tidak mengeluarkan zakat, lantaran ia telah menahan hak fakir miskin yang telah Allah Ta’ala titipkan melalui dirinya.
Berkata Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah:
أما من امتنع عن أدائها – مع اعتقاده وجوبها – فإنه يأثم بامتناعه دون أن يخرجه ذلك عن الاسلام، وعلى الحاكم أن يأخذها منه قهرا ويعزره، ولا يأخذ من ماله أزيد منها، إلا عند أحمد والشافعي في القديم، فإنه يأخذها منه، ونصف ماله، عقوبة له
“Ada pun orang yang tidak berzakat –dan dia masih mengakui kewajibannya- maka dia berdosa karena namun tidak sampai mengeluarkannya dari Islam, dan Hakim wajib mengambilnya secara paksa dan menta’zirnya, dan diambilnya sesuai kadarnya tidak boleh lebih, kecuali menurut Ahmad dan Asy Syafi’i dalam pendapatnya yang lama, bahwa mesti diambil lebihnya sebanyak setengah hartanya, sebagai hukuman baginya.” (Fiqhus Sunnah, 1/333)
Ancaman Kepada Orang yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Dalam Al Quran Allah Ta’ala mengancam mereka dengan azab yang pedih. Hal ini disebabkan sifat kikir mereka dan pembangan atas kewajiban yang diembankan kepada mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
والذين يكنزون الذهب والفضة ولا ينفقونها في سبيل الله فبشرهم بعذاب أليم، يوم يحمى عليها في نار جهنم فتكوى بها جباههم وجنوبهم وظهورهم هذا ما كنزتم لانفسكم فذوقوا ما كنتم تكنزون
“ … dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah, 9: 34-35)
Ayat lainnya:
لا يحسبن الذين يبخلون بما آتاهم الله من فضله هو خيرا لهم بل هو شر لهم سيطوقون ما بخلوا به يوم القيامة
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran, 3: 180)
Ada pun dari Al Hadits, dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، ويقيموا الصلاة، ويؤتوا الزكاة، فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام، وحسابهم على الله
“Aku diutus untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah perhitungan mereka.” (HR. Bukhari No. 25 dan Muslim No. 36)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ آتَاهُ اللهُ مَالًا، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ، مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ ، لَهُ زَبِيبَتَانِ
“Barang siapa yang Allah berikan harta, dan dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka dia akan dicincang pada hari kiamat nanti oleh ular berkepala botak yang memiliki dua bisa (racun).” (HR. Ahmad No. 8661. Hadits ini shahih. Lihat Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arna’uth. Muasasah Ar Risalah)
Bahkan ada ancaman secara khusus bagi yang tidak mengeluarkan zakat perhiasan, dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya:
أن امرأتين أتتا رسول الله صلى الله عليه وسلم وفي أيديهما سواران من ذهب، فقال لهما: أتؤديان زكاته؟ فقالتا: لا، فقال لهما رسول الله صلى الله عليه وسلم: أتحبان أن يسوركما الله بسوارين من نار؟ قالتا: لا، قال: فأديا زكاته .
“Datang dua wanita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di tangan mereka berdua terdapat gelang emas. Maka Beliau bersabda kepada keduanya: “Apakah kalian telah menunaikan zakatnya?” mereka berdua menjawab: “Tidak.” Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Apakah kalian mau Allah akan menggelangkan kalian dari gelang api neraka?” Mereka berdua menjawab: “Tidak.” Maka Nabi bersabda: “Tunaikanlah zakatnya!” (HR. At Tirmidzi No. 637, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 637)
Hikmah Zakat
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari amal zakat ini.
- Agar muzakki mampu mengontrol harta kekayaannya, sehingga dia tidak dilalaikan dengan hartanya tersebut.
- Agar harta tidak berputar hanya pada orang kaya saja.
- Meminimkan kesenjangan dan kecemburuan sosial sehingga mampu mendekatkan hubungan antara muzakki dan mustahiq, sehingga ukhuwah islamiyah dapat terwujud dengan harmonis. Bahkan jika dikelola dengan profesional, zakat bisa menjadi sarana pengentasan kemiskinan.
- Melatih dan melahirkan sifat dermawan dan cinta kebaikan bagi muzakki.
Wallahu A’lam
(Bersambung)
Catatan:
[1] Para ulama berbeda pendapat tentang ini. Sebagian ada yang tetap mewajibkan bahwa anak-anak dan orang gila wajib berzakat sesuai keumuman perintah zakat, yakni melalui wali mereka. Berkata Imam At Tirmdzi dalam As Sunannya:
اختلف أهل العلم في هذا: فرأى غير واحد من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم في مال اليتيم زكاة، منهم عمر، وعلي، وعائشة، وابن عمر، وبه يقول مالك، والشافعي وأحمد، وإسحق.
وقالت طائفة: ليس في مال اليتيم زكاة، وبه يقول سفيان وابن المبارك.
“Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini: lebih dari satu sahabat nabi berpendapat bahwa pada harta anak yatim ada zakatnya, mereka adalah Umar. Ali, ‘Aisyah, dan Ibnu Umar. Ini juga pendapat Malik, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. Segolongan lain mengatakn tidak ada zakat pada harta anak yatim, ini adalah pendapat Sufyan dan Ibnul Mubarak.” (Sunan At Tirmidzi No. 641)
[2] Untuk zakat rikaz (harta terpendam pada masa lalu), kalangan syafi’iyah mensyaratkan adanya nishab. Sementara Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal tidak mensyaratkannya, karena sesuai keumuman hadits: “Pada rikaz zakatnya adalah 20%.” (Kifayatul Akhyar, 1/191-192. Maktabah Al Misykah)