Matan Hadits:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: (أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى) رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah perhitungan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadits:
- Imam Bukhari, dalam Shahihnya No. 25, dari Ibnu Umar
- Imam Muslim, dalam Shahihnya No. 35, dari Jabir bin Abdullah, juga No. 36 dari Ibnu Umar
- Imam Ahmad, dalam Musnadnya No. 8544, dari Abu Hurairah
- Imam Abu Daud, dalam Sunannya No. 2641, dari Anas bin Malik, dengan lafaz: (…. sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhamamd adalah hamba dan rasulNya, mereka berkiblat dengan kiblat kita, memakan sembelihan kita, salat dengan shalat kita, dan jika mereka melakukan itu maka haram atas kita terhadap darah dan harta mereka, kecuali karena haknya. Hak mereka sama dengan kaum muslimin, dan apa yang wajib bagi mereka juga wajib bagi kaum muslimin.) juga No. 2640, dari Abu Hurairah dengan lafaz: ( … sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah, jika mereka mengatakannya maka mereka tercegah dariku darah dan hartanya, kecuali dengan haknya, dan atas Allah-lah perhitungan mereka). Lalu No. 2642, dari Abu Hurairah dengan lafaz: (Aku diperintahkan untuk memerangi orang musyrik)
- Imam At Tirmidzi, dalam Sunannya No. 2608, dari Anas dengan lafaz sama dengan Abu Daud.
- Imam Ibnu Majah, dalam Sunannya No. 71, dari Abu Hurairah, dengan lafaz lebih singkat: (Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat). Juga No. 72, dari Muadz bin Jabal dengan lafaz yang sama.
- Imam An Nasa’i, dalam Sunannya No. 3967, dari Anas bin Malik dengan lafaz sama dengan riwayat Abu Daud. Juga No. 3966, dari Anas juga dengan lafaz sama dengan Abu Daud tapi hanya sampai: kecuali karena haknya.
- Imam Ibnu Khuzaimah, dalam Shahihnya No. 2248, dari Abu Hurairah dengan lafaz: “… kemudian diharamkan atasku darah dan harta mereka, dan atas Allah-lah perhitungan mereka.”
Syaikh Al Albani mengatakan: hadits ini shahih mutawatir. (Shahih Ibnu Majah No. 71)
Makna Hadits Secara Global
- Hadits ini menyebutkan salah satu metode menyebarkan Islam, yakni berperang. Metode ini bukan metode satu-satunya, dan bukan pula jalan pertama yang ditempuh dalam sejarah awal Islam. Metode utamanya adalah dakwah dengan hikmah dan bukan paksaan, perang ditempuh ketika dakwah Islam dihalang-halangi dan diganggu. Demikian itulah fakta sejarah yang terjadi.
Allah Ta’ala berfirman:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. (QS. Al Baqarah (2): 256)
Ayat lain:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? (QS. Yunus (10): 99)
Ayat lain:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An Nahl (16): 125)
Ayat lain:
فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, (QS. Al Ghasyiyah (88): 21-22)
Hadits ini sering dijadikan dalil oleh sebagian ulama bahwa perang di dalam Islam adalah bersifat ofensif (menyerang), bukan difensif (bertahan). Insya Allah tentang pembahasan perang akan di bahas pada waktunya nanti.
- Hadits ini mengajarkan dua tujuan utama dakwah Islam, yakni aqidah dan syariah.
Aqidah dengan mentauhidkan Allah Ta’ala dan mengakui kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sedangkan, syariah dengan menjalankan –minimal- aturan pokok dalam agama Islam seperti shalat dan zakat, dan syariat lainnya.
- Hadits ini menegaskan tentang keterjagaan kehormatan dan hak seorang yang sudah bersyahadat, shalat, dan zakat. Posisi mereka sama dengan kaum muslimin lainnya dalam hak dan kewajiban, termasuk dalam perlindungan terhadap darah dan harta mereka.
- Hadits ini juga memuat bukti kewibawaan Islam, disamping sebagai agama yang mencintai perdamaian.
Allah Ta’ala berfirman:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS. Asy Syura (42):40)
Makna Kata dan Kalimat
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : Dari Ibnu Umar semoga Allah meridhai keduanya ..
Tentang Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma telah dijelaskan dalam Syarah hadits ke tiga. Silahkan merujuk ke sana.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: bahwa sesungguhnya Rasulullah bersabda
أُمِرْتُ : Aku diperintah, Yaitu Rasulullah diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Syaikh Ismail Al Anshari menjelaskan:
أمرني ربي ، لأنه لا آمر لرسول الله صلى الله عليه وسلم إلا الله عز وجل
“Rabbku memerintahkanku’, karena tidak ada perintah kepada Rasulullah selain dari Allah ‘Azza wa Jalla.” (Tuhfah Rabbaniyah, syarah no. 8)
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ : untuk memerangi manusia
Yaitu untuk memerangi orang musyrik yang bukan Ahli Kitab.
Syaikh Ismail Al Anshari menjelaskan:
الناس : المشركين من غير أهل الكتاب ، لرواية النسائي : أمرت أن أقاتل المشركين حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله ، يبين معنى هذه الكلمة
Makna Manusia: yaitu kaum musyrikin selain ahli kitab, sesuai riwayat Imam An Nasa’i, “Aku diperintah untuk memerangi kaum musyrikin sampai mereka bersaksi tiada Ilah selain Allah,” riwayat ini menjelaskan makna kalimat ini. (Ibid)
Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id Rahimahullah mengatakan:
قال الخطابي وغيره: المراد بهذا أهل الأوثان ومشركو العرب ومن لا يؤمن دون أهل الكتاب، ومن يقر بالتوحيد
Al Khathabi dan lainnya mengatakan: maksudnya adalah para penyembah berhala dan kaum musyrikin Arab dan orang yang tidak beriman kepada Allah selain Ahli Kitab dan yang mengikrarkan tauhid. (Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 54. Maktabah Al Misykah)
Hal ini sesuai pula dengan ayat:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
“Maka perangilah orang-orang musyrik di mana pun kalian temui mereka.” (QS. At Taubah (9): 5)
Ayat lain:
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
“Dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka telah memerangimu semua.” (QS. At Taubah (9): 36)
Dalam ayat lain:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. Al Anfal (8): 39)
Berkata Imam Ibnu Katsir Rahmatullah ‘Alaih:
وقال الضحاك، عن ابن عباس: { وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ } يعني: [حتى] لا يكون شرك، وكذا قال أبو العالية، ومجاهد، والحسن، وقتادة، والربيع عن أنس، والسدي، ومُقاتِل بن حَيَّان، وزيد بن أسلم.
Adh Dhahak mengatakan, dari Ibnu Abbas (Dan perangilah mereka supaya jangan ada finah) yakni (sampai) tidak ada kesyirikan. Demikian juga yang dikatakan oleh Abul ‘Aliyah, Mujahid, Al Hasan, Qatadah, Ar Rabi’ bin Anas, As Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan Zaid bin Aslam. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/56)
حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ : sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah
Yakni mereka diajak untuk mengikrarkan kalimat tauhid secara sadar dan mengerti, serta menjalankan konsekuensinya tidak sekedar ucap.
Di antara konsekuensinya adalah:
وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ : mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat
Maka, tidak dibenarkan mengaku muslim hanya sekedar bersyahadat tanpa melakukan perbuatan yang menjadi tuntutan bagi orang yang bersyahadat, di antaranya menegakkan shalat dan menunaikan zakat.
Berkata Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id:
فلا يكفي في عصمته بقوله: لا إله إلا الله، إذ كان يقولها في كفره وهي من اعتقاده
“Tidak cukup untuk mendapatkan keterjagaan (Ishmah) hanya dengan mengucapkan Laa Ilaha Illallah, karena ucapan itu juga telah mereka katakan ketika masa-masa kafir dahulu dan telah menjadi keyakinannya.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 54. Maktabah Al Misykah)
Jadi, orang-orang kafir terdahulu mereka pun menyakini ketuhanan Allah ‘Azza wa Jalla, tetapi mereka sama sekali tidak menjalankan tuntutan dari kalimat tersebut.
Imam An Nawawi menambahkan:
ولا بد مع هذا من الإيمان بجميع ما جاء به رسول الله صلى الله عليه وسلم كما جاء في الرواية الأخرى لأبي هريرة: “حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله ويؤمنوا بي وبما جئت به“
“Disamping kalimat ini, dia juga mesti mengimani semua yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana terdapat dalam riwayat lain dari Abu Hurairah: “sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah, mengiman saya, dan apa yang saya bawa.” (Ibid)
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ : maka jika mereka sudah melakukan itu
Yakni jika mereka sudah mengikrarkan dua syahadat dan menjalankan konsekuensi kalimat syahadat. (Untuk masalah posisi dua limat syahadat di dalam Islam dan hak apa yang diperoleh seseorang yang sudah mengikrarkannya sudah kami bahas pada Syarah hadits ke tiga)
عَصَمُوا مِنِّي : mereka telah terjaga dariku
Yaitu: منعوا وحفظوا : mereka telah tercegah dan terjaga (At Tuhfah, Syarah No. 8)
Mereka telah mendapat jaminan keamanan dari syariat Islam. Maka, mengganggu mereka adalah haram.
دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ : darah mereka dan harta mereka
Darah dan harta mereka terlindungi tidak boleh diganggu sedikit pun.
Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
أي فلا يحل أن أقاتلهم وأستبيح دماءهم، ولا أن أغنم أموالهم، لأنهم دخلوا في الإسلام.
“Yaitu tidak dihalalkan memerangi mereka dan menumpahkan darah mereka, dan tidak boleh menjadikan harta mereka sebagai ghanimah, karena mereka sudah masuk Islam.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 124. Mawqi’ Ruh Al Islam)
إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ : kecuali dengan haq Islam
Yaitu kecuali jika mereka melakukan kejahatan, seperti membunuh, berzina, mencuri, dan lainnya, maka mereka akan mendapatkan hukuman, berupa qishash, dera, dan rajam. Hal ini berlaku umum untuk semua muslim, bukan hanya mereka. Syaikh Ibnul ‘Utsaimin mengatakan:
هذا استثناء لكنه استثناء عام، يعني: إلا أن تباح دماؤهم وأموالهم بحق الإسلام، مثل: زنا الثيّب، والقصاص وما أشبه ذلك، يعني: إلا بحق يوجبه الإسلام.
“Ini adalah pengecualian tetapi pengecualian yang umum, maknanya dikecualikan penghalalan terhadap darah dan harta mereka karena hak Islam, seperti: zinanya orang yang telah bersuami, qishas, dan yang semisalnya, makna kecuali dengan hak , yaitu: yang diwajibkan oleh Islam.” (Ibid)
:وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى dan atas Allah-lah perhitungan mereka
Berkata Imam Al Khathabi Rahimahullah:
وفيه أن من أظهر الإسلام وأسر الكفر يقبل إسلامه في الظاهر وهذا قول أكثر أهل العلم وذهب مالك إلى أن توبة الزنديق لا تقبل وهي رواية عن الإمام أحمد.
“Dalam hadits ini menunjukkan bahwa orang yang menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran, maka secara zahir keislamannya itu diterima. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dan, pendapat Imam Malik menyebutkan bahwa tobatnya orang zindik tidaklah diterima, dan ini juga pendapat Imam Ahmad.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 55)
Seandainya, ada orang yang pura-pura masuk Islam, maka kita melihat secara zahirnya saja bahwa dia seorang Muslim. Itulah yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam contohkan dalam menyikapi Abdullah bin Ubai , seorang tokoh munafiq saat itu. Secara zahir dia menampakkan keislaman, walau di hatinya dia amat membenci Islam, nabi, dan para sahabat.
Wallahu A’lam wa ilaihil musytaka …….
* * * * *