عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ الله تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: (مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiallahu Ta’ala ‘anhu, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apa-apa yang saya larang bagi kalian, maka jauhilah, dan apa-apa yang saya perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya, binasanya kaum sebelum kalian karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.’” Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim.
Takhrij Hadits:
- Imam Al Bukhari dalam Shahihnya No. 6858
- Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1337
- Imam Ibnu Majah dalam Sunannya No. 2
- Imam Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 18
- Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 970
- Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 6305, 6676
- Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 10255, 10607
- Imam Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath 8768
- Imam Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya No. 60
Kandungan Hadits Secara Global
Hadits di atas memuat beberapa permasalahan penting, di antaranya:
- Perintah kepada umat Islam yang sudah taklif (terkena beban syariat) agar menjauh dari perkara yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mutlak dan tanpa syarat dan tanpa kecuali.
- Perintah menjalankan perkara yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘slaihi wa sallam dikaitkan dengan istitha’ah (kemampun) dari mukallaf (yang diberikan beban/tugas).
Hal ini sejalan dengan firman Allah Ta’ala:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا
“Allah tidaklah membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (QS. Al Baqarah, 2: 286)
Ayat lain:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertaqwa-lah kepada Allah semampu kamu.” (QS. At Thaghabun, 64: 16)
- Perintah untuk menjalankan ajaran agama adalah untuk ditunaikan bukan untuk diperdebatkan. Hal ini bisa kita ketahui setelah melihat sebab adanya hadits ini (Sababul Wurud) sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ” فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ ” ثُمَّ قَالَ: ” ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ، فَدَعُوهُ
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Ada seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun wahai Rasulullah?” Lalu nabi terdiam, sampai orang tersebut mengulangnya tiga kali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya saya jawab ya, maka itu menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu,” kemudian beliau bersabda: “Biarkanlah saya terhadap apa yang saya tinggalkan untuk kalian, sesunggunya binasanya kaum sebelum kalian karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Maka, jika saya perintahkan kalian terhadap sesuatu maka kerjakan semampu kalian, dan jika saya melarang kalian dari suatu hal maka tinggalkanlah.” (HR. Ahmad No. 10607, An-Nasa’i No. 2619, Ath Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 1427, Ibnu Khuzaimah No. 2508, Ibnu Hibban No. 3704, 3705, Ad Daruquthni, 2/281, 282. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Imam Muslim, semua rijal/perawinya adalah tsiqat (terpercaya) dan merupakan perawi syaikhan (Bukhari-Muslim), kecuali Ar Rabi’ bin Muslim, dia hanya perawi Imam Muslim. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2508, dan Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 2619)
- Hadits ini juga menegaskan tentang penyebab kebinasaan kaum terdahulu yakni melupakan adab bertanya. Maka, hendaknya jangan banyak bertanya dengan pertanyaan yang akhirnya menyulitkan diri kita sendiri.
Oleh karena itu nabi mengatakan: “Seandainya saya jawab ya, maka itu menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu.”
Dalam Shahih Ibnu Khuzaimah (No. 2508) disebutkan bahwa setelah peristiwa di atas turunlah ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu.” (QS. Al Maidah, 5: 101)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
وإن تسألوا عن تفصيلها بعد نزولها تبين لكم، ولا تسألوا عن الشيء قبل كونه؛ فلعله أن يحرم من أجل تلك المسألة. ولهذا جاء في الصحيح: “إن أعظم المسلمين جُرْمًا من سأل عن شيء لم يحرم، فحرم من أجل مسألته”
“Dan jika kalian tanyakan penjelasannya setelah turunnya perintah niscaya akan dijelaskan kepada kalian, dan janganlah kalian menanyakan tentang sesuatu sebelum terjadinya, karena barangkali hal itu menjadi haram lantaran adanya pertanyaan itu. Oleh karena itu terdapat keterangan dalam hadits shahih: ‘Sesungguhnya orang muslim yang paling besar kejahatannya adalah orang yang menanyakan sesuatu yang tidak haram, lalu menjadi haram gara-gara pertanyaannya.’” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 1/380)
Hadits yang dimaksud Imam Ibnu Katsir diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dalam Shahihnya No. 7289 dan Imam Muslim dalam Shahihnya No. 2358, dari Sa’ad bin Abi Waqash.
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالإيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
“Apakah kamu menghendaki untuk bertanya kepada Rasul kamu seperti Bani Israil bertanya kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Baqarah, 2: 108)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini:
نهى الله تعالى في هذه الآية الكريمة، عن كثرة سؤال النبي صلى الله عليه وسلم عن الأشياء قبل كونها
“Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala melarang banyaknya bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang segala sesuatu yang belum terjadi.” (Ibid)
- Peringatan agar tidak menyelisih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena binasanya umat terdahulu juga karena mereka berselisih dengan para nabinya.
Berkata Syaikh Ismail Al Anshari rahimahullah tentang poin penting dalam hadits ini:
تحذير هذه الأمة من مخالفة نبيها ، كما وقع في الأمم التي قبلها
“Peringatan buat umat ini dari berselisih dengan nabinya, sebagaimana yang terjadi pada umat-umat sebelumnya.” (At Tuhfah Ar Rabbaniyah, Hadits No. 9)
Allah Ta’ala berfirman bagi orang yang menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“ … maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. An-Nuur, 24: 63)
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
أي: عن أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم، هو سبيله ومنهاجه وطريقته [وسنته] وشريعته، فتوزن الأقوال والأعمال بأقواله وأعماله، فما وافق ذلك قُبِل، وما خالفه فهو مَرْدُود على قائله وفاعله، كائنا ما كان، كما ثبت في الصحيحين وغيرهما، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: “من عمل عَمَلا ليس عليه أمرنا فهو رَدّ” .
أي: فليحذر وليخْشَ من خالف شريعة الرسول باطنًا أو ظاهرًا { أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ } أي: في قلوبهم، من كفر أو نفاق أو بدعة، { أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ } أي: في الدنيا، بقتل، أو حَد، أو حبس، أو نحو ذلك.
“Yaitu menyelisihi dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu jalannya, manhajnya, sunahnya, dan syariatnya. Maka, timbanglah perkataan dan perbuatan dengan perkataan dan perbuatannya, jika sesuai dengannya maka perkataan dan perbuatan itu diterima, jika menyalahi peritahnya maka tertolak, karena Beliau telah bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang aku tidak perintahkan maka itu tertolak.”
Yaitu hendaknya waspada dan takutlah dari menyelisihi syariat Rasulullah baik secara bathin atau zahir (akan ditimpa cobaan/fitnah) yaitu di hati mereka berupa kufur, atau nifaq, atau bid’ah (atau ditimpa azab yang pedih) yaitu di dunia, berupa diperangi, di hukum had/hudud, di penjara, atau yang semisalnya.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/90)
(Bersambung)