Karakteristik Kota Yatsrib
Kota ini terletak sekitas 300 mil utara Kota Makkah. Sebuat tempat yang subur, kaya dengan air. Mata pencaharian penduduknya adalah dengan bercocok tanam. Kota ini terlindung dengan batas-batas alamiah yang menjaga dan membentenginya, sehingga menyulitkan siapapun yang hendak menyerangnya.
Di sebelah timur dibatasi oleh Harratu Waqim, yakni tanah bebatuan hitam yang membakar, sehingga tidak memungkinkan onta dan kuda berjalan kaki di atasnya, apalagi manusia.
Di sisi barat dibatasi oleh Harratul wabarah, di bagian selatan dikelilingi oleh kebun kurma dan tanaman lebat lainnya, yang menyulitkan pasukan yang hendak melintasinya. Ibnu Ishaq mengatakan: “Adalah salah satu sisi Madinah itu terbuka, dan sisi lainnya dipenuhi dengan bangunan dan kebun kurma, sehingga musuh tidak mungkin memasukinya.”
Karena itulah Madinah menjadi sangat terlindung, ia menjadi tempat terbaik untuk hijrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, menjadikannya sebagai pusat dakwah Islam, disana mereka menemukan ketenangan dan keamanan, dapat merasakan kemerdekaan penuh dalam menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat mansia.
Penduduknya
Penduduk Yatsrib terdiri dari berbagai macam suku, ada bangsa Arab dan adapula bangsa Yahudi. Mereka tidak memiliki tujuan yang sama sehingga terpecah-pecah dengan sangat menyedihkan, disebabkan oleh faktor ‘ashabiyah (kesukuan), beda agama, perebutan kekuasaan, dan perebutan lahan pertanian.
Perpecahan tidak hanya terjadi antara bangsa Arab dan Yahudi saja, akan tetapi terjadi pula diantara bangsa Yahudi sendiri dan diantara bangsa Arab sendiri. Kekuatan fisik menjadi cara dalam menyelesaikan perselisihan antara masing-masing kelompok masyarakat ini. Karena itulah sering sekali terjadi perang di antara mereka dan perselisihan yang makin dahsyat sehingga kehidupan di Yatsrib menjadi sangat panas.
Baca pula: Sejarah Madinah Pra Islam: Yahudi, Aus, dan Khazraj
Yahudi di Yatsrib
Yahudi yang berada di Yatsrib terdiri dari tiga suku, yaitu: Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraidhah. Suku-suku ini sampai di Yatsrib karena melarikan diri dari kejaran Romawi yang berhasil menggulingkan kerajaan Yahudi dan menguasai Baitul Maqdis pada tahun 70 (tujuh puluh) Masehi. Yahudi berpencar ke seluruh dunia, dan sebagiannya masuk ke Jazirah Arabia.
Sedikit demi sedikit Yahudi bertambah, lalu mereka mulai membangun benteng untuk melindungi diri dari penduduk Arab yang juga tinggal disana.
Mu’amalah orang-orang Yahudi dengan orang lain tegak di atas prinsip gadai dan riba. Dan dengan cara buruk inilah mereka mampu menguasai ekonomi Madinah dan sekitarnya. Mereka menguasai pasar dan sering menimbun barang untuk mendapatkan keuntungan. Lambat laun mereka juga memiliki tanah-tanah pertanian, dan menjadi penentu kebijakan di Madinah.
Bangsa Arab di Madinah
Ada dua qabilah Arab yang bertetangga dengan Yahudi di Yatsrib, yaitu suku Aus dan Khazraj. Kabilah ini berasal dari suku Al Azd dari Yaman yang berhijrah dari Yaman.
Yahudi ingin mendapatkan lahan pertanian dari suku Aus dan Khazraj, maka dibuatlah perjanjian kerjasama. Namun, ketika suku Aus dan Khazraj makin banyak, Yahudi ketakutan, lalu memutuskan perjanjian kerja sama dan berfikir untuk mengusir mereka dari Madinah. Maka suku Aus dan Khazraj meminta bantuan kepada kerabat mereka yaitu Al Ghasasinah yang berkuasa di kerajaan Yaman. Dengan bantuan Al Ghassasinah, Aus dan Khazraj berhasil mengalahkan Yahudi. Mereka masuk ke Yatsrib dan menguasai lahan-lahan pertanian. Yahudi jatuh. Lalu sebagian mereka membuat perjanjian kerja sama dengan Aus dan sebagian lagi membuat perjanjian kerja sama dengan Khazraj. Mereka mengubah strategi, dari politik perang terbuka menjadi politik mata-mata dan memecah belah antara Aus dan Khazraj sehingga mereka tidak bersatu dalam mengahadapinya.
Setelah kemenangan Aus dan Khazraj mengalahkan Yahudi, dalam beberapa waktu yang cukup lama suara mereka satu. Kemudian berhembuslah angin permusuhan di antara mereka, karena bisikan Yahudi dan perselisihan mereka tentang kepemilikan tanah pertanian. Maka terjadilah banyak sekali perang antara mereka yang berlangsung lebih dari seratus tahun, dan yang terakhir adalah perang Bu’ats, yang terjadi lima tahun sebelum hijrah. ada awalnya Khazraj mengalahkan Aus, kemudian akhirnya kalah (Fathul Bari, Juz 5, hal. 85).
Yahudi yang telah membuat perjanjian dengan Aus memanas-manasi untuk menghabisi Khazraj. Maka tersadarlah suku Aus akan bahaya hal ini, mereka tahu kalau mereka menghabisi saudaranya sendiri –suku Khazraj- maka akan membuatnya sendirian menghadapi Yahudi. Dan jika demikian maka berhasillah strategi Yahudi dalam menguasai seluruh Yatsrib. Karena itulah mereka berhenti perang. Diantara mereka berseru, “Wahai sekalian suku Aus, hentikan serangan atas saudara kalian, berdampingan dengan mereka jauh lebih baik daripada berdampingan dengan rubah.” Yang mereka maksud rubah itu adalah Yahudi karena makar dan kelicikannya.
Kesiapan Yatsrib Menyambut Islam
Situasi buruk yang dialami masyarakat Yatsrib menjadikannya lebih siap menerima Islam daripada masyarakat Makkah. Masyarakat Yatsrib sangat membutuhkan Islam untuk meredam ashabiyah (fanatisme kesukuan), melerai perebutan kekuasaan, melindungi darah mereka, menyatukan barisan, menghentikan fitnah dan desas desus dari Yahudi.
Itulah yang menyebabkan suku Aus dan Khazraj sangat bersemangat membuat perjanjian kerja sama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mereka sangat membutuhkan orang yang dapat memperbaiki situasi, mengembalikan ukhuwah diantara mereka setelah sekian banyak kerugian yang mereka alami akibat perang.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ يَوْمُ بُعَاثَ يَوْمًا قَدَّمَهُ اللهُ لِرَسُوْلِهِ صلى الله عليه وسلم فَقَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَقَدْ افْتَرَقَ مَلَؤُهُمْ وَقُتِلَتْ سَرَوَاتُهُمْ وَجُرِّحُوْا فَقَدَّمَهُ اللهُ لِرَسُوْلِهِ صلى الله عليه وسلم فِيْ دُخُوْلِهِمْ فِي الْإِسْلَامِ
“Hari Bu’ats adalah hari yang dipersembahkan Allah kepada Rasul-Nya ﷺ.
Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, para pemimpin mereka dalam kondisi terpecah belah sedangkan para tokoh mereka dibunuh dan dilukai.Kemudian Allah mempersembahkan kepada Rasul-Nya ﷺ berupa masuknya mereka ke dalam Islam” (HR. Bukhari)
Orang-orang Yahudi sering membanggakan diri mereka dengan agama dan kitab sucinya, dan mencela Aus dan Khazraj yang menyembah berhala. Mereka mengancam Aus dan Khazraj dengan semakin dekat masa datangnya kenabian baru yang akan menghancurkan berhala. Hal ini telah mengkondisikan mereka untuk menerima agama samawi, membuang penyembahan berhala yang mereka alami.
Aus dan Khazraj tidak takut kepada Yahudi dalam membuat perjanjian dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena merekalah pemegang keputusan di Madinah. Jika mereka telah menjalin kerja sama dengan Nabi Muhammad saw dan masuk agamanya, maka Yahudi tidak akan dapat mencegah masuknya Nabi Muhammad ke Madinah.
(Bersambung)